Senin, 23 November 2009

Orang Yang Berqurban Tidak Boleh Memotong Rambut Dan Kuku

Tanya: Assalaamu'alaikum warahmatulloohi wabarakaatuh, Ustadz adakah dalilnya kalau ana berada di Indonesia akan melaksanakan qurban,sejak tanggal 1 Dzulhijah sampai 9 Dzulhijah tidak dibolehkan memotong kuku atau rambut.Dan bolehkah berqurban untuk saudara atau orang tua yang sudah meninggal. Jazaakallooh khair. (Bedjan Santosa)

Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu. Iya orang yang berniat untuk berqurban tidak diperbolehkan memotong kuku dan rambut, dalilnya sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
من أراد أن يضحي فلا يقلم من أظفاره ولا يحلق شيئا من شعره في عشر الأول من ذي الحجة
"Barangsiapa yang akan berqurban maka jangan memotong kukunya dan jangan mencukur rambutnya pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah" (HR. An-Nasaa'I, dan dishahihkan Syeikh Al-Albany).
Dan diperbolehkan berqurban untuk saudara atau orangtua yang sudah meninggal, keterangan lebih jelas bisa di klik disini.
Read More......

Minggu, 22 November 2009

Bolehkah Anak Kecil Menjadi Mahram Dalam Safar (Bepergian)?

Tanya: Assalammu'alaikum Warohmatullohi Wabarakatuh. Ustadz, afwan ana punya beberapa pertanyaan mohon bantuan penjelasannya ;
1) Jika kita tidak memiliki mahrom dan ada kepentingan untuk safar keluar negri apakah anak laki-laki yang baru berusia 8 tahun bisa ditetapkan sebagai mahrom ?
2) Mana yang lebih penting, aqidah yang haq atau akhlaq yang bagus ? afwan, karena terkadang yang berilmu akhlak nya tidak mencerminkan aqidah yang dibangga-banggakan, namun ada orang awam yang tidak mengerti tauhid tetapi akhlak nya baik, tidak dengki atas apa yang dimiliki orang lain dll....afwan, apakah yang salah dari semua ini, dimana letak kekurangan nya? Afwan, Jazakalloh khoir. (Di Valentino, Cimanggis)


Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu.
Pertama: Yang rajih dari 2 pendapat ulama bahwa laki-laki yang bisa menjadi mahram bagi wanita adalah yang sudah baligh, karena maksud disyari'atkannya mahram adalah penjagaan dan perlindungan kepada wanita.
Berkata Ibnu Qudamah rahimahullahu:
وَيُشْتَرَطُ فِي الْمَحْرَمِ أَنْ يَكُونَ بَالِغًا عَاقِلًا ، قِيلَ لِأَحْمَدَ : فَيَكُونُ الصَّبِيُّ مَحْرَمًا ؟ قَالَ : لَا ، حَتَّى يَحْتَلِمَ ؛ لِأَنَّهُ لَا يَقُومُ بِنَفْسِهِ ، فَكَيْفَ يَخْرُجُ مَعَ امْرَأَةٍ .وَذَلِكَ لِأَنَّ الْمَقْصُودَ بِالْمَحْرَمِ حِفْظُ الْمَرْأَةِ ، وَلَا يَحْصُلُ إلَّا مِنْ الْبَالِغِ الْعَاقِلِ ، فَاعْتُبِرَ ذَلِكَ .
"Dan disyaratkan bagi mahram orang yang dewasa dan berakal, Imam Ahmad pernah ditanya: Apakah anak kecil bisa menjadi mahram? Beliau menjawab: Tidak, sampai dia dewasa, karena dia belum bisa mandiri maka bagaimana dia keluar bersama wanita, karena tujuan dari adanya mahram adalah menjaga wanita, dan itu tidak terwujud kecuali dari orang yang sudah baligh dan berakal, maka camkanlah" (Al-Mughny 5/34)
Berkata Syeikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullah:
والحكمة في منع المرأة من السفر بدون محرم صونُ المرأة عن الشر والفساد، وحمايتها من أهل الفجور والفسق؛ فإن المرأة قاصرةٌ في عقلها وتفكيرها والدفاع عن نفسها، وهي مطمعُ الرجال، فربما تُخدع أو تُقهر، فكان من الحكمة أن تُمنع من السفر بدون محرم يُحافظ عليها ويصونها؛ ولذلك يُشترط أن يكون المَحرَم بالغاً عاقلاً، فلا يكفي المحرم الصغير أو المعتوه.
"Dan hikmah dilarangnya wanita bepergian tanpa mahram adalah untuk menjaganya dari kejelekan dan kerusakan dan melindunginya dari orang-orang jahat dan nakal, karena wanita itu kurang akalnya, pikirannya, dan juga lemah dalam membela dirinya, dan wanita itu incaran laki-laki, bisa saja dia ditipu atau dipaksa, maka termasuk sesuatu yang bijak apabila wanita dilarang bepergian tanpa mahram yang bisa melindungi dan menjaganya, oleh karena itu disyaratkan mahram tersebut sudah baligh dan berakal, maka tidak cukup mahram anak kecil atau orang yang kurang akalnya" (Majmu' Fatawa wa Rasa'il Syeikh 'Utsaimin 24/258)
Datang dalam Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah:
يشترط في المحرم الذي يكون مع المرأة أن يكون بالغا عاقلا؛ لأن الصغير وغير العاقل لا يحصل بهما المقصود في المحرمية من حماية المرأة والقيام بشأنها.
"Disyaratkan hendaknya mahram wanita sudah baligh dan berakal, karena anak kecil dan orang yang tidak berakal tidak bisa menjalankan maksud dari kemahraman yaitu melindungi wanita dan mengerjakan urusannya" (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah 17/305)
Syeikh Abdul Muhsin bin Badr Al-'Abbaad hafidzahullah juga pernah ditanya tentang masalah ini, maka beliau menjawab bahwasanya tidak boleh anak kecil menjadi mahram karena anak kecil masih butuh penjagaan maka bagaimana dia bisa menjaga orang lain. (Syarh Sunan Ibnu Majah Kitabul Hajj tahun 1430 di Masjid Nabawy)

Kedua: Aqidah yang haq dan akhlaq yang baik keduanya merupakan bagian dari iman. Dan aqidah memiliki kedudukan lebih tinggi daripada akhlaq. Karena iman menurut ahlussunnah adalah keyakinan dalam hati, pengucapan dengan lisan, dan pengamalan dengan anggota badan. Keyakinan (aqidah) adalah ushul iman (pokok keimanan) yang mencakup di dalamnya enam rukun iman, yang tidak beriman seseorang sehingga dia beriman dengan semua rukun iman tersebut. Adapun akhlaq maka ada yang termasuk kesempurnaan iman yang wajib yang berdosa apabila tidak dilakukan seperti kejujuran (lawan kebohongan), menjaga amanat (lawan khianat). Dan ada akhlaq yang merupakan kesempurnaan iman yang mustahab, mendapat pahala apabila dikerjakan, dan tidak berdosa apabila tidak dikerjakan seperti memberi hadiah kepada saudara seislam, bershadaqah yang mustahab.
Hubungan antara iman dan akhlaq sebenarnya sangat erat, semakin kuat iman dan keyakinan seseorang kepada Allah dan hari akhir maka akan semakin baik akhlaqnya, karena dia yakin Allah Maha Mengetahui, Maha Melihat, dan Maha Mendengar, dan yakin bahwa disana akan ada hari pembalasan, sehingga tidak keluar dari dirinya kecuali ucapan dan perbuatan yang baik. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا
"Orang beriman yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaqnya" (HR.Abu Dawud dan At-Tirmidzy, berkata Syeikh Al-Albany: Hasan Shahih)
Namun terkadang seseorang yang beraqidah dengan aqidah yang benar memiliki akhlaq yang jelek, hal ini mungkin disebabkan ilmu yang dia ketahui tidak diamalkan atau karena salah dalam memahami ilmu sehingga salah dalam pengamalan. Apabila seseorang berakhlaq jelek padahal dia mengetahuinya maka ini adalah sebuah dosa, mengurangi keimanan, bertentangan dengan kesempurnaan iman yang wajib, akan tetapi hal ini tidak mengeluarkan seseorang dari keislaman.
Adapun orang yang tidak mengenal tauhid akan tetapi baik akhlaqnya maka akhlaq yang dia miliki terkadang merupakan tabi'at atau watak asli, atau terkadang juga kebaikan akhlaqnya hanya berdasarkan kepentingan dunia semata. Wallahu a'lam.
Read More......

Rabu, 18 November 2009

Menggabungkan Antara Aqiqah Dan Qurban

Tanya: Ustadz,barakallaahu fiik,bolehkah kita menggabungkan niat antara aqiqah dengan qurban? (Abu Nabilah)


Jawab: Wa fiika baarakallaahu. Pendapat yang rajih –wallahu a'lam- tidak boleh kita menggabungkan antara aqiqah dengan qurban, karena masing-masing dari aqiqah dan qurban memiliki sebab dan maksud tersendiri yang tidak mungkin digabungkan niatnya, maksud aqiqah adalah menebus diri anak, sedangkan qurban adalah menebus diri sendiri. Dan ini adalah pendapat Malikiyyah (Lihat Mawaahibul Jaliil 4/393), Syafi'iyyah (Lihat Al-Fatawa Al-Kubraa Al-Fiqhiyyah 4/256), dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad (Lihat Furu' 6/112).
Masalah ini berbeda dengan masalah dibolehkannya menggabungkan antara shalat tahiyyatul masjid dengan rawatib qabliyyah, karena maksud dari shalat tahiyyatul masjid adalah menghormati masjid dengan melakukan shalat, shalat disini umum baik wajib maupun sunnah, oleh karena itu barangsiapa yang masuk masjid kemudian shalat dengan niat rawatib qabliyyah maka telah melakukan shalat tahiyyatul masjid dengan shalat rawatib tersebut. Jadi maksud dari shalat tahiyyatul masjid sudah terpenuhi dengan dilakukannya shalat rawatib qabliyyah.
Masalah yang semisal adalah menggabungkan antara mandi junub dengan mandi jumat, karena maksud dari mandi jum'at adalah mandi sebelum pergi shalat jum'at, maka barangsiapa yang junub sebelum jumatan kemudian dia mandi dengan niat mandi junub maka mandi tersebut sudah mencukupi dari mandi jum'at.
Demikian pula menggabungkan thawaf ifadhah (thawaf haji) dengan thawaf wada' (thawaf perpisahan ketika meninggalkan Mekkah setelah ibadah haji), karena maksud dari thawaf wada' adalah menjadikan thawaf amalan terakhir sebelum meninggalkan Mekkah, oleh karena itu apabila dia lakukan thawaf ifadhah ketika mau meninggalkan Mekkah maka thawaf tersebut sekaligus menjadi thawaf wada' karena dilakukan terakhir kali sebelum meninggalkan Mekkah.
Wallahu 'alam.
Read More......

Selasa, 17 November 2009

Sahkah Shalat Orang Yang Badan Atau Pakaiannya Terkena Darah Nyamuk?

Tanya: Assalamu'alaikumwarahmatullahi wabarakatuhu. Alhamdulillah kita panjatkan kepada sang Khaliq yg mana kita dapat dipertemukan dalam kontek tanya jawab ini, semoga keimanan kita semakin hari semakin meningkat, Insya Allah. Pak Ustad dalam hal ini saya ingin menanyakan tentang" apakah hukum (syah/tidaknya ) sholat apabila anggota badan/pakaian kita kena darah dari nyamuk. Demikian saja semoga Ustad dapat memberikan sedikit pencerahan kepada saya. Wassalam. (Billie)


Jawab:
Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu. Darah nyamuk, kutu, lalat adalah darah yang suci menurut sebagian ulama, karena bangkainya suci. (Al-Asybaah wa An-Nazhaa'ir-Ibnu Najim Al-Hanafy 2/193)
Berkata Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu:
دم الذباب والبعوض وشبهه لأن ميتته طاهرة كما دل عليه حديث أبي هريرة في الأمر بغمسه إذا وقع في الشراب ، ومن الشراب ما هو حار يموت به، وهذا دليل على طهارة دمه لما سبق من علة تحريم الميتة .
"Darah lalat dan nyamuk dan yang semacamnya (adalah suci) karena bangkainya suci, sebagaimana yang ditunjukkan hadist Abu Hurairah ketika diperintahkan untuk menenggelamkan lalat apabila masuk dalam minuman, dan diantara minuman ada yang panas lagi mematikan, ini menjadi dalil atas sucinya darah lalat karena apa yang sudah berlalu tentang sebab diharamkannya bangkai (Majmu Fatawa Wa Rasa'il Syeikh 'Utsaimin 11/267)
Sebagian yang lain mengatakan bahwa darah hewan-hewan tersebut najis akan tetapi dimaafkan apabila sedikit, apabila banyak maka ada perbedaan pendapat diantara mereka, dan yang lebih shahih adalah dimaafkan juga karena dia termasuk najis yang sulit dihindari (Lihat Syarh Kitab Ghayatil Bayan-Ibnu Ruslan hal:34, Al-Fawakih Ad-Dawany 1/387, Raudhatuth Thalibin 1/385-386, Al-Manhaj Al-Qawiim-Al-Haitamy hal:230)
Dengan demikian shalat seseorang yang badan atau pakaiannya terkena darah nyamuk atau kutu atau lalat adalah sah.
Ibnu Abi Syaibah telah meriwayatkan sebuah atsar dari Zajir bin Shalt, dari Al-Harits bin Malik, beliau berkata:
انطلقت إلى منزل الحسن فجاء رجل فسأله فقال: يا أبا سعيد ! الرجل يبيت في الثوب فيصبح وفيه من دم البراغيث شئ كثير يغسله أو ينضحه أو يصلي فيه؟ قال: لا ينضحه ولا يغسله يصلي فيه.
Dari Al-Haarits bin Malik beliau berkata: Aku pergi ke rumah Hasan (Al-Bashry), kemudian datang seorang laki-laki seraya bertanya: Wahai Abu Sa'id! Seseorang tidur dengan sebuah baju, kemudian ketika di pagi hari banyak darah kutu di bajunya, apakah dia harus mencucinya atau memercikinya atau langsung shalat dengannya? Beliau menjawab: Tidak perlu memercikinya dan tidak perlu mencucinya, silakan dia shalat dengannya" (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah di dalam Al-Mushannaf 1/285 no: 2035)
Wallahu a'lam.
Read More......

Senin, 16 November 2009

Memotong Rambut Dan Kuku Bagi Wanita Haidh

Tanya: Assalammualaikum. Ada yang bertanya pada saya,katanya seperti ini...kalau kita sedang haid boleh tidak memotong rambut ataupun kuku..? Bukan hanya satu dua orang tapi lebih dari itu,,,saya ragu karena memang saya kurang faham,menurut saya tidak ada dalil melarang itu semua,tapi saya masih perlu penjelasan yg lebih akurat, agar mudah untuk saya menjawab dan menjelaskan semua pertanyaan-pertanyaan itu,menurut syar'i yang benar,karena sayapun masih perlu banyak mendalami hal-hal yang seperti ini agar saya juga dapat mengamalkan untuk diri sendiri. Syukron...n wassalamu'alaikum. (Rahma)


Jawab: Wa'alaikumsalamwarahmatullahi wabarakatuhu. Wanita haidh diperbolehkan memotong rambut dan kuku, karena tidak adanya dalil shahih yang melarang.
Bahakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda kepada 'Aisyah radhiyallahu 'anhaa ketika haji wada':
انقضي رأسك وامتشطي وأهلي بالحج ودعي العمرة
"Uraikanlah rambutmu dan sisirlah, kemudian berniatlah untuk haji dan tinggalkan umrah" (Muttafaqun 'alaihi)
Dalam hadist ini Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan 'Aisyah radhiyallahu 'anhaa untuk menyisir rambut dan saat itu beliau sedang haidh, padahal menyisir sangat memungkinkan tercabutnya rambut. Ini menunjukkan bolehnya wanita haidh memotong rambut dan kuku.
Berkata Syeikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullah:
فالحائض يجوز لها قص أظافرها ومشط رأسها ، ويجوز أن تغتسل من الجنابة …فهذا القول الذي اشتهر عند بعض النساء من أنها لا تغتسل ولا تمتشط ولا تكد رأسها ولا تقلم أظفارها ليس له أصل من الشريعة فيما أعلم
"Wanita yang haidh boleh memotong kukunya dan menyisir rambutnya, dan boleh mandi junub, … pendapat yang dianut oleh sebagian wanita bahwasanya wanita yang haidh tidak boleh mandi, menyisir rambutnya, dan memotong rambutnya maka ini tidak ada asalnya (dalilnya) di dalam syari'at, sebatas pengetahuan saya" (http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_4750.shtml)
Wallahu ta'aalaa a'lam.
Read More......

Rabu, 28 Oktober 2009

Air Mani (sperma) Suci Atau Najis

Tanya: Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu. Pak Ustadz saya ingin tahu hukum sperma itu najis atau bukan? Karena saya bingung mendengar kajian di radio, ada yang menyatakan bahwa sperma itu najis jadi harus dibersihkan dengan di cuci, Namun ada yang menyatakan bahwa sperma/mani itu suci tapi kalau terkena baju cukup dibersihkan saja tidakperlu dicuci. Mohon penjelasan, jazakumulloh khoir. katsiran. (Nur Rochman Syafi'i)


Jawab: Wa'alaikumsalamwarahmatullahi wabarakatuhu. Yang lebih kuat dari pendapat ulama bahwa mani adalah suci.
Dalilnya adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwasanya 'Aisyah radhiyallahu 'anha berkata::
وَلَقَدْ رَأَيْتُنِى أَفْرُكُهُ مِنْ ثَوْبِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَرْكًا فَيُصَلِّى فِيهِ
"ٍSungguh aku dahulu menggosoknya (mengeriknya) dari baju Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian beliau shalat dengannya" (HR. Muslim)
Kalau mani itu najis maka tidak cukup hanya menggosoknya, akan tetapi harus dengan membersihkan semuanya dengan air.
Berkata Syeikhul Islam rahimahullahu:
الأصل وجوب تطهير الثياب من الأنجاس قليلها وكثيرها فإذا ثبت جواز حمل قليله في الصلاة ثبت ذلك في كثيره فإن القياس لا يفرق بينهما
"Pada asalnya wajib membersihkan pakaian dari semua najis sedikitnya dan banyaknya, maka apabila diperbolehkan yang sedikit di dalam shalat maka diperbolehkan juga banyaknya, karena qiyas tidak membedakan antara keduanya" (Majmu Al-Fatawa 21/589)
Namun yang lebih utama adalah membersihkan air mani dengan air karena meski suci mani adalah sesuatu yang menjijikkan, seperti halnya dahak.
Sebagaimana ucapan Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma:
إِنَّمَا هُوَ بِمَنْزِلَةِ النُّخَام وَالْبُزَاقِ أَمِطْهُ عَنْكَ بِإِذْخِرَةٍ .
"Dia (mani) itu seperti dahak dan ludah, hilangkanlah dengan idzkhirah (sejenis rumput yang harum baunya)" (Dikeluarkan oleh Ad-Daruquthny di dalam As-Sunan 1/225 no:448 , cet. Mu'assasatur Risalah)
Oleh karena itu terkadang 'Aisyah radhiyallahu 'anhaa membersihkan air mani tersebut dengan air, dari Sulaiman bin Yasaar rahimahullah beliau berkata:
سألت عائشة عن المني يصيب الثوب فقالت كنت أغسله من ثوب رسول الله صلى الله عليه و سلم فيخرج إلى الصلاة وأثر الغسل في ثوبه بقع الماء
"Aku bertanya kepada 'Aisyah tentang air mani yang mengenai pakaian, maka beliau menjawab: Dahulu aku mencucinya dari pakaian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, kemudian beliau pergi shalat dan bekas cucian di pakaiannya berupa noda air" (Muttafaqun 'alaihi).
Berkata Ibnu 'Abbaas radhiyallahu 'anhuma:
إذا احتلمت في ثوبك فأمطه بإذخرة أو خرقة ولا تغسله إن شئت إلا أن تقذر أو تكره أن يرى في ثوبك
"Apabila kamu mimpi basah dan air mani mengenai pakaianmu maka usaplah dengan idzkhirah (sejenis rumput) atau secarik kain dan jangan dicuci kalau kamu mau, kecuali kalau kamu merasa jijik dan kamu tidak suka kalau hal itu terlihat pada pakaianmu" (Dikeluarkan oleh Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf 1/368 no: 1438)
Berkata At-Tirmidzy rahimahullahu:
وَحَدِيثُ عَائِشَةَ أَنَّهَا غَسَلَتْ مَنِيًّا مِنْ ثَوْبِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- - لَيْسَ بِمُخَالِفٍ لِحَدِيثِ الْفَرْكِ لأَنَّهُ وَإِنْ كَانَ الْفَرْكُ يُجْزِئُ فَقَدْ يُسْتَحَبُّ لِلرَّجُلِ أَنْ لاَ يُرَى عَلَى ثَوْبِهِ أَثَرُهُ
"Dan hadist 'Aisyah dimana beliau mencuci mani dari pakaian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak bertentangan dengan hadist yang menyatakan bahwa 'Aisyah menggosok mani tersebut, karena meskipun bila digosok sudah mencukupi akan tetapi dianjurkan untuk menghilangkan bekasnya" (Sunan At-Tirmidzy 1/201-202 )
Berkata Syeikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullahu:
أما المني فإنه طاهر لا يلزم غسل ما أصابه إلا على سبيل إزالة الأثر فقط
"Adapun mani maka dia suci, tidak wajib mencuci apa yang dikenainya kecuali hanya sekedar menghilangkan bekas saja" (Majmu' Fatawa wa Rasail Syeikh 'Utsaimin 11/222 no:169 )
Wallahu a'lam.
Read More......

Minggu, 25 Oktober 2009

Hukum Menelan Air Mani (Sperma)

Tanya: Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu. Pada saat ML dengan istri, istri meminum sperma yang saya keluarkan. bagaimana hukumnya menurut islam..? Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu. (HW).


Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu.
Menurut pendapat yang kuat tidak boleh menelan atau meminum sperma karena beberapa alasan berikut:
Pertama: Perbuatan tersebut memungkinkan tertelannya sesuatu yang najis seperti madzi, wadi, atau air kencing.
Kedua: Mani termasuk sesuatu mustakhbats (menjijikkan), sehingga ulama yang mengatakan mani itu suci pun berpendapat tidak boleh menelannya, karena firman Allah:
وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ [الأعراف:157]
"Dan dia (Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam) mengharamkan perkara-perkara yang khabits (sangat kotor/jelek)" (Al-A'raaf:157)
Berkata An-Nawawy rahimahullahu:
هل يحل أكل المني الطاهر؟ فيه وجهان: الصحيح المشهور أنه لا يحل لأنه مستخبث
"Bolehkah menelan mani yang suci?Ada 2 pendapat, dan yang benar dan masyhur bahwasanya itu tidak halal karena mustakhbats (menjijikkan)" (Al-Majmu' 2/575)
Ketiga: Sebagian ahli kesehatan mengatakan bahwa secara kedokteran ternyata perbuatan ini apabila dilakukan berulang-ulang akan membahayakan karena air mani yang hidup tersebut bisa melukai dinding lambung sehingga mengakibatkan pendarahan di lambung.
Wallahu a'lam.
Read More......

Sabtu, 24 Oktober 2009

Membaca Ayat Kursy Setelah Al-Fatihah

Tanya: Pak Roy, Saya mau tanya pada saat kita sholat fardhu setelah membaca Al-fatihah kita membaca ayat kursi, hal ini apa diperbolehkan ? Saya coba cari referensinya kebanyakan orang melakukan ini pada shalat hajat. Mungkin kalau bapak bisa bantu saya untuk sharing knowledgenya. Thanks. (Sandy.M)


Jawab: Diperbolehkan membaca ayat kursi setelah Al-Fatihah ketika shalat fardhu karena keumuman firman Allah ta'ala:
فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآَنِ )المزمل:20)
"Maka bacalah apa yang mudah dari Al-Quran" (Al-Muzammil:20)
Maksudnya adalah di dalam shalat (Ma'alimut Tanzil, Al-Baghawy 8/257)
Dan keumuman sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
ثم اقرأ بأم القرآن وبما شاء الله أن تقرأ.
"Kemudian bacalah Ummul Quran (Al-Fatihah) dan apa yang Allah kehendaki untuk kamu baca" (HR.Abu Dawud dan ini adalah lafadz beliau, At-Tirmidzy, dari Rifa'ah bin Rafi' radhiyallahu 'anhu, dihasankan oleh At-Tirmidzy dan Syeikh Al-Albany)
Berkata Qais bin Abi Hazim rahimahullahu:
"Aku shalat di belakang Ibnu Abbas di Bashrah kemudian pada rakaat pertama beliau membaca Alhamdulillah (yakni:Al-Fatihah) dan ayat pertama dari surat Al-Baqarah (yakni ألم), kemudian beliau ruku', kemudian ketika rakaat kedua beliau membaca Alhamdulillah (yakni: Al-Fatihah) dan ayat kedua dari surat Al-Baqarah, kemudian beliau ruku'. Setelah selesai shalat maka beliau menghadapkan diri beliau kepada kami seraya berkata: Sesungguhnya Allah berfirman: فاقرؤوا ما تيسر منه (Maka bacalah apa yang mudah darinya) (Dikeluarkan oleh Ad-Daruquthny 1/136 no:1279, dan Al-Baihaqi 2/60 no:2371, isnadnya dihasankan oleh Ad-Daruqutny).
Berkata Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu:
نرى أنه لا بأس أن يقرأ الإنسان آية من سورة في الفريضة وفي النافلة
"Kami memandang diperbolehkan seseorang membaca satu ayat dari sebuah surat ketika shalat fardhu maupun sunnah" (Asy-Syarh Al-Mumti' 3/74).
Dengan demikian diperbolehkan setelah Al-Fatihah kita membaca ayat kursy dalam shalat fardhu maupun sunnah, tanpa mengkhususkan atau menyunahkan membaca ayat tersebut pada shalat tertentu karena ini membutuhkan dalil.
Adapun shalat hajat maka bisa antum lihat keterangannya disini.
Wallahu a'lam.
Read More......

Senin, 19 Oktober 2009

Makna Kalimat: Demi bapak dan ibuku

Tanya: Assalamualaikum. Ustadz. Barokalloh fiik. Ana memiliki pertanyaan yang sampai saat ini belum menjumpai jawabannya. Yaitu, sebagaimana kita fahami bersama bahwa sumpah harus semata-mata kepada Alloh. Namun, bagaimana dengan ucapan sumpah yang pernah di lontarkan oleh Shohabat ABu Bakar, beliau mengatakan:" Demi Bapak dan ibuku. Lalu bagaimana cara membedakan sumpah di atas.?? Jazakumuloh khoiron. (Mukhlish Abu Dzar Al-Batawy)


Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu. Wa fiika barakallahu.
Kalimat بأبي وأمي bukanlah termasuk sumpah, akan tetapi dia adalah kalimat yang digunakan oleh orang arab untuk mengungkapkan dalamnya rasa cinta kepada seseorang dan tingginya kedudukan dia. (Lihat Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al-Hajjaj, An-Nawawy 15/184).
Asal dari kalimat ini adalah: أنت مَفْدِيٌّ بأبي وأمي atau فَدَيْتُكَ بأبي وأمي artinya: Aku akan menebusmu dengan bapak dan ibuku (yaitu apabila terjadi sesuatu yang tidak baik), kemudian disingkat menjadi: بأبي وأمي karena sering digunakan dan juga karena sudah maklumnya (diketahuinya) orang yang dimaksud. (Lihat An-Nihayah fii gharibil Hadist wal Atsar, Ibnul Atsir 1/20 cet. Dar Ihya At-Turats Al-'Araby, dan Lisanul 'Arab, Ibnu Mandhur hal: 17 cet.Darul Ma'arif,)
Jadi kalau mau diartikan maka diartikan lengkap menjadi: "Aku akan menebusmu dengan bapak dan ibuku", atau "Bapak dan ibuku menjadi tebusanmu" dll, bukan "Demi bapak dan ibuku" yang berarti sumpah.
Wallahu ta'ala 'alam.
Read More......

Minggu, 18 Oktober 2009

Pakaian Muslimah (1): Kewajiban Jilbab Dan Khimar

Tanya: Assalamu'alaykum warohmatullah. Ustadz, saya ingin bertanya berkaitan dengan jilbab muslimah. Sebenarnya seperti apa yang benar? Insya Allah sudah tahu syaratnya, menutupi seluruh tubuh, longgar, tebal, tidak menarik perhatian, tidak tasyabbuh dengan laki-laki dan wanita kafir, dll. Sedikit saya gambarkan mengenai busana saya sehari-hari (afwan), saya memakai gamis yang gelap tidak menarik perhatian. Hitam, atau merah hati, warna anggur. Namun kerudung saya hingga perut. Nah kerudung saya ini yang suka dipermasalahkan oleh teman-teman ngaji saya. Mereka memakai hingga lutut. Sebenarnya panjang krudung itu sampai mana ustadz? Bukankah di alquran itu hingga dada? An nur 31. Kalau saya berdalil begitu, maka teman-teman mengatakan yang sampai dada itu kerudung dalam. Saya jadi bingung ustadz. Padahal gamis saya sendiri sudah longgar, tebal. Tapi kerudung saya seperut. Apakah itu belum syar'i? Kerudung saya juga lebar. Tidak macam-macam dengan perhiasan. Dan masalah penggunaan sarung tangan. Bagaimana ustadz hukum nya, apakah wajib? Kan katanya yang bikin aurot adalah telapak tangan. Berarti punggung tangan aurot? Mohon penjelasannya. Jazakallahu khairan. Wassalamu'alaikum. (Ummu Hindun)


Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu.
ٍHijab syar'I bagi seorang wanita muslimah ketika keluar rumah setelah memakai gamis (baju panjang) adalah khimar (kerudung penutup kepala, leher, dan dada), dan jilbab (baju setelah gamis dan khimar yang menutup seluruh badan wanita/abaya).
Yang penanya kenakan sekarang-wallahu a'lam- adalah khimar yang tercantum dalam firman Allah ta'ala:
(وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ )(النور: من الآية31)
" Katakanlah kepada wanita yang beriman:"Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka.Dan hendaklah mereka menutupkan khimar ke juyub (celah-celah pakaian) mereka" (QS. 24:31)
Berkata Ath-Thabary rahimahullahu:
وليلقين خُمُرهنّ ...على جيوبهنّ، ليسترن بذلك شعورهنّ وأعناقهن وقُرْطَهُنَّ.
"Hendaknya mereka melemparkan khimar-khimar mereka di atas celah pakaian mereka supaya mereka bisa menutupi rambut, leher , dan anting-anting mereka" (Jami'ul Bayan 17/262, tahqiq Abdullah At-Turky)
Berkata Ibnu Katsir rahimahullahu:
يعني: المقانع يعمل لها صَنفات ضاربات على صدور النساء، لتواري ما تحتها من صدرها وترائبها؛ ليخالفن شعارَ نساء أهل الجاهلية، فإنهن لم يكن يفعلن ذلك، بل كانت المرأة تمر بين الرجال مسفحة بصدرها، لا يواريه شيء، وربما أظهرت عنقها وذوائب شعرها وأقرطة آذانها. ...والخُمُر: جمع خِمار، وهو ما يُخَمر به، أي: يغطى به الرأس، وهي التي تسميها الناس المقانع.
"Khimar, nama lainnya adalah Al-Maqani', yaitu kain yang memiliki ujung-ujung yang dijulurkan ke dada wanita, untuk menutupi dada dan payudaranya, hal ini dilakukan untuk menyelisihi syi'ar wanita jahiliyyah karena mereka tidak melakukan yang demikian, bahkan wanita jahiliyyah dahulu melewati para lelaki dalam keadaan terbuka dadanya, tidak tertutupi sesuatu, terkadang memperlihatkan lehernya dan ikatan-ikatan rambutnya, dan anting-anting yang ada di telinganya…dan khumur adalah jama' dari khimar, artinya apa-apa yang digunakan untuk menutupi, maksudnya disini adalah yang digunakan untuk menutupi kepala, yang manusia menyebutnya Al-Maqani' (Tafsir Ibnu Katsir 10/218, cet. Muassah Qurthubah)
Lihat keterangan yang semakna di kitab-kitab tafsir seperti Tafsir Al-Baghawy, Tafsir Al-Alusy, Fathul Qadir dll, ketika menafsirkan surat An-Nur ayat 31.
Dan kitab-kitab fiqh seperti Mawahibul Jalil (4/418, cet. Dar 'Alamil Kutub), Al-Fawakih Ad-Dawany (1/334 cet. Darul Kutub Al-'Ilmiyyah), Mughny Al-Muhtaj (1/502, cet.Darul Ma'rifah) dll.
Demikian pula kitab-kitab lughah (bahasa) seperti Al-Mishbahul Munir (1/248, cet. Al-Mathba'ah Al-Amiriyyah), Az-Zahir fii ma'ani kalimatin nas (1/513, tahqiq Hatim Shalih Dhamin), Lisanul 'Arab hal:1261, Mu'jamu Lughatil Fuqaha, dll.
Yang intinya bahwa pengertian khimar di dalam surat An-Nur ayat 31 adalah kain kerudung yang digunakan wanita untuk menutup kepala sehingga tertutup rambut, leher, anting-anting dan dada mereka.

Sementara itu wajib bagi wanita muslimah mengenakan jilbab setelah mengenakan khimar ketika keluar rumah, sebagaimana tercantum dalam firman Allah ta'ala :
(يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَحِيماً) (الأحزاب:59)
" Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin agar hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 33:59).
Para ulama berbeda-beda dalam menafsirkan jilbab, ada yang mengatakan sama dengan khimar, ada yang mengatakan lebih besar, dll (lihat Lisanul Arab hal: 649).
Dan yang benar –wallahu a'lamu- jilbab adalah pakaian setelah khimar, lebih besar dari khimar, menutup seluruh badan wanita.
Berkata Ibnu Katsir rahimahullahu:
والجلباب هو: الرداء فوق الخمار
"Dan jilbab adalah pakaian di atas khimar " (Tafsir Ibnu Katsir 11/252)
Berkata Al-Baghawy rahimahullahu:
وهو الملاءة التي تشتمل بها المرأة فوق الدرع والخمار.
"Jilbab nama lainnya adalah Al-Mula'ah dimana wanita menutupi dirinya dengannya, dipakai di atas Ad-Dir' (gamis/baju panjang dalam/daster) dan Al-Khimar" (Ma'alimut Tanzil 5/376, cet. Dar Ath-Thaibah)
Berkata Syeikhul Islam rahimahullahu:
و الجلابيب هي الملاحف التي تعم الرأس و البدن
"Dan jilbab nama lain dari milhafah, yang menutupi kepala dan badan" (Syarhul 'Umdah 2/270)
Berkata Abu Abdillah Al-Qurthuby rahimahullahu:
الجلابيب جمع جلباب، وهو ثوب أكبر من الخمار...والصحيح أنه الثوب الذي يستر جميع البدن.
"الجلابيب adalah jama' جلباب, yaitu kain yang lebih besar dari khimar…dan yang benar bahwasanya jilbab adalah kain yang menutup seluruh badan" (Al-Jami' li Ahkamil Quran 17/230, tahqiq Abdullah At-Turky)
Berkata Syeikh Muhammad Amin Asy-Syinqithy rahimahullahu:
فقد قال غير واحد من أهل العلم إن معنى : يدنين عليهن من جلابيبهن : أنهن يسترن بها جميع وجوههن ، ولا يظهر منهن شيء إلا عين واحدة تبصر بها ، وممن قال به ابن مسعود ، وابن عباس ، وعبيدة السلماني وغيرهم
"Beberapa ulama telah mengatakan bahwa makna " يدنين عليهن من جلابيبهن" bahwasanya para wanita tersebut menutup dengan jilbab tersebut seluruh wajah mereka, dan tidak nampak sesuatupun darinya kecuali satu mata yang digunakan untuk melihat, diantara yang mengatakan demikian Ibnu Mas'ud, Ibnu 'Abbas, dan Ubaidah As-Salmany dan lain-lain." (Adhwa'ul Bayan 4/288)

Oleh karena itu hendaknya penanya melengkapi busana muslimahnya dengan jilbab setelah mengenakan khimar.
Datang dalam Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah:
والمشروع أن يكون الخمار ملاصقا لرأسها، ثم تلتحف فوقه بملحفة وهي الجلباب؛ لقول الله سبحانه: سورة الأحزاب الآية 59 يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ الآية.
"Yang disyari'atkan adalah hendaknya khimar menempel di kepalanya, kemudian menutup di atasnya dengan milhafah, yaitu jilbab, karena firman Allah ta'alaa dalam surat Al-Ahzab ayat 59:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ
(Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah 17/176)
Berkata Syeikh Al-Albany rahimahullahu:
فالحق الذي يقتضِيه العمل بما في آيتي النّور والأحزاب ؛ أنّ المرأة يجب عليها إذا خرجت من دارها أنْ تختمر وتلبس الجلباب على الخمار؛ لأنّه كما قلنا : أسْتر لها وأبعد عن أنْ يصف حجم رأسها وأكتافها , وهذا أمر يطلبه الشّارع ... واعلم أنّ هذا الجمع بين الخمار والجلباب من المرأة إذا خرجت قد أخلّ به جماهير النّساء المسلمات ؛ فإنّ الواقع منهنّ إمّا الجلباب وحده على رؤوسهن أو الخمار , وقد يكون غير سابغ في بعضهن... أفما آن للنّساء الصّالحات حيثما كنّ أنْ ينْتبهن من غفلتهن ويتّقين الله في أنفسهن ويضعن الجلابيب على خُمرهن
"Maka yang benar, sebagai pengamalan dari dua ayat, An-Nur dan Al-Ahzab, adalah bahwasanya wanita apabila keluar dari rumahnya wajib atasnya mengenakan khimar dan jilbab di atas khimar, karena yang demikian lebih menutup dan lebih tidak terlihat bentuk kepala dan pundaknya, dan ini yang diinginkan Pembuat syari'at…dan ketahuilah bahwa menggabungkan antara khimar dengan jilbab bagi wanita apabila keluar rumah telah dilalaikan oleh mayoritas wanita muslimah, karena yang terjadi adalah mereka mengenakan jilbab saja atau khimar saja, itu saja kadang tidak menutup seluruhnya…apakah belum waktunya wanita-wanita shalihah dimanapun mereka berada supaya sadar dari kelalaian mereka dan bertaqwa kepada Allah dalam diri-diri mereka, dan mengenakan jilbab di atas khimar-khimar mereka??" (Jilbab Al-Mar'ah Al-Muslimah hal: 85-86)

Berkata Syeikh Bakr Abu Zaid rahimahullahu:
حجابها باللباس، وهو يتكون من: الجلباب والخمار، …فيكون تعريف الحجاب باللباس هو:ستر المرأة جميع بدنها، ومنه الوجه والكفان والقدمان، وستر زينتها المكتسبة بما يمنع الأجانب عنها رؤية شيء من ذلك، ويكون هذا الحجاب بـ الجلباب والخمار
"Hijab wanita dengan pakaian terdiri dari jilbab dan khimar…maka definisi hijab dengan pakaian adalah seorang wanita menutupi seluruh badannya termasuk wajah, kedua telapak tangan, dan kedua telapak kaki, dan menutupi perhiasan yang dia usahakan dengan apa-apa yang mencegah laki-laki asing melihat sebagian dari perhiasan-perhiasan tersebut, dan hijab ini terdiri dari jilbab dan khimar" (Hirasatul Fadhilah 29-30)

Sebagian ulama mengatakan bahwa jilbab tidak harus satu potong kain, akan tetapi diperbolehkan 2 potong dengan syarat bisa menutupi badan sesuai dengan yang disyari'atkan (Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah 17/178).
Wallahu a'lam.
Read More......

Selasa, 13 Oktober 2009

Pengumuman: Tanya Jawab via YM Pekan Ini

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.
Karena satu hal insya Allah tanya jawab langsung via YM untuk pekan ini akan dipindah hari Kamis 15 Oktober 2009, pukul 10.00-11.00 WIB.
Wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa muhammad wa 'alaa 'alihi wa shahbihi ajma'in. Read More......

Membangun Toilet Di Arah Qiblat Masjid

Tanya:Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu. Pak ustadz mau tanya, bolehkah membangun toilet di arah kiblat masjid? Sahkah shalat di masjid yang arah kiblatnya ada toiletnya? (085864317447)


Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu. Tidak mengapa membangun toilet di arah kiblat masjid dengan syarat bangunannya terpisah dari bangunan masjid. Apabila bangunannya bersambung maka makruh shalat di masjid tersebut, dan shalatnya sah.
Berkata Abdullah bin 'Amr radhiyallahu 'anhu:
لا تصل إلى الحش ولا إلى الحمام ولا إلى المقبرة
"Jangan shalat menghadap tempat buang hajat, kamar mandi, dan kuburan" (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 3/372 no:7651, cet. Maktabah Ar-Rusyd )

Berkata Al-Musayyib bin Raafi (wafat tahun 105 H) dan Khaitsamah bin Abdurrahman (wafat setelah tahun 80 H):
لا تصل إلى حائط حمام ولا وسط مقبرة
"Jangan shalat menghadap dinding kamar mandi dan tengah kuburan. " (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 3/372 no:7653 )

Berkata Ibrahim An-Nakha'I (wafat tahun 196 H):
كانوا يكرهون ثلاث أبيات للقبلة الحش والمقبرة والحمام
"Para salaf membenci 3 tempat untuk qiblat: tempat buang hajat (toilet), kuburan, dan kamar mandi" (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 3/372 no:7656)

Berkata Syeikh Muhammad bin Ibrahim (Mufti Kerajaan Saudi sebelum Syeikh Bin Baz, meninggal tahun 1389 H) :
فإِن أَمر هذه المغاسل لا يخلو من أَمرين: إِما أن تكون مفصولة عن المسجد بجدار مستقل بها منفصل عن جداره القبلي، وهذا لا محظور فيه ولا بأْس بالصلاة ولو كانت المغاسل في قبلة المسجد ما دامت مفصولة عنه بجدار غير جداره. وإِما أَن تكون متصلة به ليس بينها وبينه إِلا حائطه القبلي فهذا مما ذكر العلماء كراهة الصلاة إِليه،... ولا يكفي حائط المسجد، لكراهة السلف -رحمهم الله- الصلاة في مسجد في قبلته حُش. وعلى هذا فينبغي فصل هذه المغاسل عن جدار المسجد بحائط مستقل بها منفصل عن حائط المسجد المذكور
"Toilet ini tidak terlepas dari 2 kemungkinan:
Pertama: Terpisah dari masjid dengan dinding yang terpisah dari dinding masjid yang terletak di arah qiblat, maka ini tidak ada larangan dan tidak masalah shalat di dalamnya, meskipun toilet tersebut berada di arah qiblat masjid, selama bangunannya terpisah dari dinding masjid.
Kedua: Tersambung dengan masjid, dan tidak ada pembatas kecuali dinding masjid yang berada di arah qiblat, maka disebutkan oleh para ulama bahwa ini termasuk tempat yang makruh shalat menghadapnya...dan tidak cukup hanya dinding masjid karena para salaf rahimahumullahu membenci shalat di dalam masjid yang di arah qiblatnya ada tempat buang hajat, oleh karena itu seyogyanya memisahkan toilet-toilet tersebut dari dinding masjid dengan dinding terpisah dari dinding masjid tersebut" (Fatawa Wa Rasail Syeikh Muhammad bin Ibrahim no:515).
Wallahu a'lam.
Read More......

Minggu, 11 Oktober 2009

Kambing Aqiqah, Jantan Atau Betina?

Tanya: Apakah kambing yang disyaratkan untuk aqiqah hanya yang berjenis kelamin tertentu (jantan/betina)? (Yusuf, Mekah)


Jawab: Tidak disyaratkan dalam kambing aqiqah harus jantan atau harus betina. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
عن الغلام شاتان وعن الجارية شاة لايضركم أذكرانا كن أم إناثا
"Untuk anak laki-laki dua kambing, dan untuk anak perempuan satu kambing, dan tidak memudharati kalian apakah kambing-kambing tersebut jantan atau betina" (HR. Ashhabus Sunan, dan dishahihkan Syeikh Al-Albany)
Berkata Al-'Iraqy rahimahullahu (wafat tahun 806 H):
وَالشَّاةُ تَقَعُ عَلَى الذَّكَرِ وَالْأُنْثَى مِنْ الضَّأْنِ وَالْمَعْزِ فَاخْتَارَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي عَقِيقَةِ وَلَدَيْهِ الْأَكْمَلَ وَهُوَ الضَّأْنُ وَالذُّكُورَةُ مَعَ أَنَّ الْحُكْمَ لَا يَخْتَصُّ بِهِمَا فَيَجُوزُ فِي الْعَقِيقَةِ الْأُنْثَى وَلَوْ مِنْ الْمَعْزِ كَمَا دَلَّ عَلَيْهِ إطْلَاقُ الشَّاةِ فِي بَقِيَّةِ الْأَحَادِيثِ
"Dan الشاة (kambing) –dalam bahasa arab- mencakup jantan dan betina, baik dari jenis المعز (kambing yang berambut) ataupun jenis الضأن (domba/kambing yang berbulu tebal). Dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memilih ketika aqiqah kedua cucunya memilih yang paling sempurna, yaitu domba jantan, dan ini bukan pengkhususan, maka boleh dalam aqiqah menyembelih kambing betina meskipun dari jenis المعز, sebagaimana hal ini ditunjukkan oleh kemutlakan lafadz الشاة dalam hadist-hadist yang lain" (Tharhu At-Tatsrib, Al-'Iraqy 5/208)
Wallahu a'lam.
Read More......

Menutup Telinga Ketika Iqamah

Tanya: Apakah disunnahkan menutup kedua telinga dengan jari ketika iqamah? (Mukhlish, Madinah)


Jawab: Pendapat yang rajih dari 2 pendapat ulama bahwa menutup telinga dengan jari hanya disunnahkan ketika adzan, sebagaimana dalam hadist Abu Juhaifah radhiyallahu 'anhu, beliau berkata:
رأيت بلال يؤذن ويدور ويتبع فاه هاهنا وهاهنا وإصبعاه في أذنيه
"Aku melihat Bilal mengumandangkan adzan, memutarkan dan mengikutkan mulutnya ke arah sana dan sana, sedangkan kedua jarinya berada di kedua telinganya" (HR. At-Tirmidzy, dan dishahihkan Syeikh Al-Albany).
Berkata At-Tirmidzy:
وعليه العمل عند أهل العلم يستحبون أن يدخل المؤذن إصبعيه في أذنيه في الأذان
"Inilah yang diamalkan menurut para ulama, mereka menganjurkan supaya muaddzin memasukkan dua jari di dalam kedua telinganya ketika mengumandangkan adzan" (Sunan At-Tirmidzy 1/377)
Dan hikmah menutup telinga dengan jari diantaranya adalah mengumpulkan suara sehingga suara keluar lebih keras . (Mugny Al-Muhtaj 1/213, Al-Mubdi' Syarh Al-Muqni' 1/284).
Adapun iqamah maka tidak memerlukan suara yang keras karena tujuannya hanyalah pemberitahuan kepada yang hadir di masjid bahwa shalat akan segera ditegakkan (Lihat Al-Majmu' 3/117).
Wallahu a'lam.
Read More......

Jumat, 09 Oktober 2009

Hukum Mengeraskan Bacaan Bagi Imam Dan Orang Yang Shalat Sendirian

Tanya: Saya sekarang kerja di kaltim, mau nanya, misalkan saya shalat sendiri pada shalat isya/maghrib terus ada makmum masbuk datang pas selesai baca alfatihah rakaat kedua, apakah saya mengeraskan bacaan surat yang tersisa atau tetap sirr kayak shalat sendiri? Jazakallahu khairan (Herlambang, Kaltim)


Jawab: Seseorang yang shalat sendirian dan imam dianjurkan untuk mengeraskan bacaan surat pada dua rakaat pertama shalat shubuh, maghrib, dan isya . Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengeraskannya dan kita diperintah untuk mengikuti beliau.Allah ta'ala berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً(الأحزاب:21)
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah". (QS. 33:21)
Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:
وصلوا كما رأيتموني أصلي
"Dan shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat" (Muttafaqun 'alaihi).
Berkata An-Nawawy rahimahullahu:
المنفرد كالإمام في الحاجة إلى الجهر للتدبر، فسنَّ له الجهر كالإمام وأولى؛ لأنه أكثر تدبرًا لقراءته
"Orang yang shalat sendirian seperti imam dalam hal kebutuhan kepada mengeraskan suara untuk tadabbur (merenungi ayat), maka disunnahkan baginya juga mengeraskan bacaan surat seperti imam, bahkan lebih berhak, dikarenakan dia lebih bisa merenungi terhadap apa yang dia baca" (Al-Majmu' 3/355).
Berkata Syeikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullahu pernah ditanya tentang orang yang shalat sendirian dan mengeraskan bacaan surat maka beliau mengatakan:
يشرع له ذلك كما يشرع للإمام وذلك سنة لكن لا يرفع رفعا يؤذي من حوله من المصلين أو الذاكرين أو النائمين ، لأحاديث وردت في ذلك
"Hal demikian (mengeraskan bacaan surat) bagi orang yang shalat sendirian disyari'atkan, sebagaimana disyari'atkan untuk imam, ini adalah sunnah, akan tetapi jangan terlalu mengangkat suara sehingga mengganggu orang sekitar, baik yang sedang shalat, sedang berdzikir, atau yang sedang tidur " (Majmu' Fatawa wa Rasail Syeikh Bin Baz 11/237).
Apabila kasusnya seperti yang antum sebutkan maka dianjurkan antum mengeraskan bacaan surat yang tersisa. Namun apabila tidak mengeraskan maka tidak mengapa dan shalat antum sah.
Berkata Qatadah (wafat tahun 118 H) rahimahullah:
من صلى المغرب فقرأ في نفسه فأسمع نفسه أجزأ عنه
"Barangsiapa yang shalat maghrib, kemudian membaca dengan sirriyyah (tidak mengeraskan suara), memperdengarkan kepada dirinya sendiri maka sudah mencukupi" (Dikeluarkan oleh Abdurrazzaq di dalam Al-Mushannaf 2/110)
Wallahu a'lam.
Read More......

Rabu, 07 Oktober 2009

Tabarruk (Mencari Berkah) Dengan Al-Quran

Tanya: Assalamualaikum Ustadz, Ana mau tanya, apakah diperbolehkan seseorang menaruh di rumah atau tempat usaha tulisan Alquran yang dibungkus kain yang diberikan oleh Habaib /Kiyai dengan tujuan agar Tempat Usaha tersebut berkah, dijauhkan dari bencana, godaan mahluk halus, laris, dll? Apakah pada jaman Nabi ada hal2 seperti tsb?Mohon jawaban dan penjelasannya... Salam, (Fahmi)


Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi waarakatuhu. Al-Quran diturunkan oleh Allah ta'ala sebagai kitab yang berbarakah, sebagaimana firmanNya:
(وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ مُصَدِّقُ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَلِتُنْذِرَ أُمَّ الْقُرَى وَمَنْ حَوْلَهَا وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَهُمْ عَلَى صَلاتِهِمْ يُحَافِظُونَ) (الأنعام:92)
" Dan ini (al-Qur'an) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi; membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura (Mekah) dan orang-orang yang di luar lingkungannya. Orang-orang yang beriman kepada hari akhirat tentu beriman kepadanya (al-Qur'an) dan mereka selalu memelihara shalatnya. (QS. 6:92)
Dan firmanNya:
(وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ) (الأنعام:155)
"Dan al-Qur'an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkahi, maka ikutilah dia dan bertaqwalah agar kamu diberi rahmat" (QS. 6:155)
Dan firmanNya:
(وَهَذَا ذِكْرٌ مُبَارَكٌ أَنْزَلْنَاهُ أَفَأَنْتُمْ لَهُ مُنْكِرُونَ) (الانبياء:50)
" Dan al-Qur'an ini adalah suatu kitab(peringatan) yang telah diberkahi yang telah Kami turunkan. Maka mengapakah kalian mengingkarinya?" (QS. 21:50)
Dan firmanNya:
(كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ) (صّ:29)
" Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran" (QS. 38:29)
Makna berbarakah dalam bahasa arab adalah banyak kebaikannya dan terus menerus.
Berkata Ibnul Qayyim rahimahullahu:
وهو أحق أن يسمى مباركا من كل شيء لكثرة خيره ومنافعه ووجوه البركة فيه
"Dan Al-Quran lebih berhak untuk dinamakan "mubarak" dari segala sesuatu karena banyaknya kebaikannya, manfaatnya, dan segi-segi barakah di dalamnya" (Jala'ul Afham hal: 432, Dar Ibnul Jauzy )
Dan berkata Al-Alusy:
" "كثير الفائدة والنفع لاشتماله على منافع الدارين
"Banyak faidahnya dan manfaatnya karena Alquran mengandung manfaat-manfaat dunia dan akhirat" (Ruhul Ma'any, tafsir Surat Al-An'am ayat 92).
Para salaf telah berbeda pendapat di dalam masalah bertabarruk (mencari berkah) dengan menggantungkan Al-Quran atau meletakkannya di suatu tempat. (Lihat Ma'arijul Qabul 2/637 dan Taisir Al-'Azizil Hamid hal:130)
Yang rajih –wallahu a'lam- adalah tidak memperbolehkan.
Alasannya adalah sebagai berikut:
1. Hadist-hadist yang mengharamkan jimat adalah umum, dan tidak ada dalil yang mengkhususkan, dan membedakan antara Al-Quran dan yang lainnya. Seperti sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
إن الرقى والتمائم والتولة شرك
"Sesungguhnya ruqyah, jimat, dan tiwalah (pelet) adalah syirik" (HR.Abu Dawud dan Ibnu Majah, dan dishahihkan Syeikh Al-Albany )
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:
من علق تميمة فقد أشرك
"Barangsiapa yang menggantungkan jimat maka dia telah berbuat syirik" ( HR. Ahmad, dan dishahihkan Syeikh Al-Albany)
Berbeda dengan ruqyah dimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah membedakan dengan sabda beliau:
لا بأس بالرقى ما لم يكن فيه شرك
"Tidak mengapa meruqyah selama tidak ada kesyirikan di dalamnya" (HR.Muslim).
2. Seandainya amalan ini diperbolehkan niscaya sudah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
3. Dalil-dalil menunjukkan bahwa barakah Al-Quran adalah dengan membacanya bukan dengan menggantungkan. Sebagaimana firman Allah ta'ala:
(وَاتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنْ كِتَابِ رَبِّكَ لا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَلَنْ تَجِدَ مِنْ دُونِهِ مُلْتَحَداً) (الكهف:27) Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Rabb-mu (al-Qur'an). Tidak ada (seorangpun) yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya. Dan kamu tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain daripada-Nya. (QS. 18:27)
Dan juga firman Allah ta'ala:
(إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرّاً وَعَلانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ) (فاطر:29)
Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, (QS. 35:29)
Dan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
اقرؤوا القرآن فإنه يأتي يوم القيامة شفيعا لأصحابه
"Bacalah Al-Quran maka sesungguhnya dia datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa'at untuk orang-orang yang membacanya" (HR. Muslim)
Dan juga sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
وما اجتمع قوم في بيت من بيوت الله يتلون كتاب الله ويتدارسونه بينهم إلا نزلت عليهم السكينة وغشيتهم الرحمة وحفتهم الملائكة وذكرهم الله فيمن عنده
"Dan tidaklah sebuah kaum berkumpul di rumah diantara rumah-rumah Allah membaca kitab Allah, dan mempelajarinya kecuali akan turun kepada mereka ketenangan, dan mereka akan diliputi rahmat, dan akan menaungi mereka para malaikat, dan Allah akan menyebut mereka di depan para malaikatNya" (HR. Muslim).
Dan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
إن الشيطان ينفر من البيت الذي تقرأ فيه سورة البقرة
"Sesungguhnya syetan lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya surat Al-Baqarah" (HR. Muslim)
Demikianlah cara mengambil berkah dari Al-Quran, yaitu dengan cara mengimaninya, membacanya, merenungi ayat-ayatnya, mengamalkannya, dan berobat dengannya dengan cara yang sudah disyari'atkan. bukan meletakkannya atau menggantungkannya di tempat tertentu dan menggunakannya sebagai jimat.
Berkata Ibnul 'Araby rahimahullahu:
وإنما السنة فيه الذكر دون التعليق
"Dan sesungguhnya yang sunnah adalah dengan dzikir dengan Al-Quran , bukan dengan menggantungnya" ('Aridhatul Ahwadzy 8/222).
4. Dibolehkannya menggantungkan Al-Quran membuka pintu untuk menggantungkan selain Al-Quran dan menjadikan mereka bertawakkal kepada selain Allah (Lihat Fathul Majid, hal: 138)
Berkata Syeikh Hafidz Al-Hakamy: "Tidak diragukan lagi bahwa larangan menggantungkan Al-Quran untuk tabarruk adalah lebih mencegah dari terjerumusnya seseorang kepada keyakinan yang terlarang, khususnya di zaman sekarang. Apabila sebagian besar sahabat dan tabi'in yang hidup di zaman yang mulia dan iman mereka lebih besar dari gunung, mereka saja membencinya maka di zaman kita sekarang-zaman fitnah dan cobaan- hal ini lebih dibenci. Bahkan sekarang mereka sudah sampai derajat murni keharaman untuk tujuan yang haram, diantaranya mereka menulis ayat, atau surat, atau basmalah, atau yang semacamnya kemudian meletakkan mantra-mantra syetan di bawahnya, yang tidak mengetahuinya kecuali orang yang membaca kitab-kitab mereka (Ma'arijul Qabul 1/638-639).
Dan ini adalah pendapat Abdullah bin Mas'ud (Lihat Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 8/15 no:23811), dan Ibrahim An-Nakha'I (Lihat Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 8/15 no: 23814), Imam Ahmad di dalam sebuah riwayat, dan ini yang dipilih oleh kebanyakan Hanabilah. (Lihat Ath-Thibb An-Nabawy, Adz-Dzahaby hal:281, dan Taisirul 'Azizil Hamid, Syeikh Sulaiman bin Abdullah, hal:130)
Dengan demikian tidak boleh bagi seseorang meletakkan Al-Quran atau sebagian ayat-ayat Al-Quran di suatu tempat dengan tujuan agar tempat tersebut menjadi berbarakah, mendapatkan kebaikan atau keberuntungan, atau dijauhkan dari bencana dan malapetaka, seperti menaruhnya di tempat usaha, mobil, pesawat.dll. Apabila meyakini itu sebagai sebab maka termasuk syirik kecil.
Wallahu a'lam.
Read More......

Selasa, 06 Oktober 2009

Mengikuti Imam Dalam Masalah Ijtihadiyyah

Tanya: Assalaamu'alaikum warahmatulloohi wabarakaatuh, Ustadz, saya sekarang ada di Nigeria. Ketika kami sholat berjama'ah di kantor, yang menjadi imam sering berganti-ganti dan gerakan mereka dalam sholat bermacam-macam misal: kadang mereka i'tidal setelah rukuk bersedekap kadang tidak, atau mereka tidak menggerakkan jari telunjuk ketika tasyahut kadang menggerakkan, atau meraka tidak duduk tawarruk ketika tahiyat akhir. Pertanyaan: Apa yang harus saya lakukan dalam mengamalkan hadits Nabi shallalloohu'alahi wa sallam yang kurang lebih artinya "Imam itu dijadikan untuk diikuti." Demikian juga perbuatan Abdullah bin Mas'ud radhialloohu'anhu ketika beliau mengingkari perbuatan Utsman bin Affan radhialloohu'anhu dengan melaksanakan sholat 4 rakaat ketika di Mina tetapi ketika Abdullah bin Mas'ud radhialloohu'anhu berjama'ah Utsman bin Affan radhialloohu'anhu ternyata beliau mengikuti sholat 4 raka'at, dan setelah ditanya mengapa engkau mengikuti sholat raka'at. Abdullah bin Mas'ud radhialloohu'anhu menjawab "Perselisihan itu buruk." Dalam hal seperti yang saya alami di sini apakaah saya harus mengikuti gerakan imam secara keseluruhan ataukah saya hanya mengikuti gerakan imam yang saya ketahui bahwa itu ada dalilnya? Jazaakallooh khair. (Abu Asyraf Mochammad Nur Cholis)

Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi waarakatuhu.
Ma'mum mengikuti imam dalam perkataan dan perbuatan yang dhahir (terlihat atau terdengar dengan mudah oleh setiap makmum). Contoh perkataan: takbiratul ihram, takbir intiqal (perpindahan), salam. Contoh perbuatan: berdiri, ruku', sujud, I'tidal, duduk diantara dua sujud. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إنما جعل الإمام ليؤتم به فإذا كبر فكبروا وإذا ركع فاركعوا وإذا سجد فاسجدوا وإن صلى قائما فصلوا قياما
"Sesungguhnya imam itu diangkat untuk diikuti, apabila dia takbir maka bertakbirlah, apabila dia ruku' maka ruku'lah, apabila dia sujud maka sujudlah, dan apabila shalat berdiri maka hendaklah kalian shalat berdiri" (HR. Al-Bukhary dan Muslim dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu)
Dalam hadist ini Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam hanya menyebutkan diantara perkataan dan perbuatan dhahir (nampak) yang dilakukan imam, dan diperintahkan ma'mum mengikutinya.
Berkata An-Nawawy rahimahullahu:
وَأَمَّا قَوْله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَام لِيُؤْتَمّ بِهِ (فَمَعْنَاهُ عِنْد الشَّافِعِيّ وَطَائِفَة فِي الْأَفْعَال الظَّاهِرَة
"Adapun sabda beliau shallallahu 'alaihi wa sallam: (Sesungguhnya imam diangkat untuk diikuti) maka maknanya menurut Syafi'iy dan sebagian ulama adalah di dalam perbuatan-perbuatan yang dhahir " (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim Bin Al-Hajjaj 4/134).
Dan apabila terjadi perbedaan pendapat dalam masalah ijtihadiyyah antara imam dan makmum maka apabila perbedaannya di dalam perbuatan yang dhahir (mudah terlihat dan diikuti oleh makmum) maka hendaknya makmum mengikuti imam.
Imam Abu Dawud menyebutkan sebuah atsar dimana 'Utsman radhiyallahu 'anhu shalat di Mina 4 rakaat dengan ijtihad beliau, maka Abdullah bin Mas'ud berkata: "Aku shalat bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam (di Mina) 2 rakaat, dan bersama Abu Bakar 2 rakaat, dan bersama Umar 2 rakaat " yaitu dengan mengqashar shalat 4 rakaat.
Akan tetapi ketika beliau shalat di belakang 'Utsman beliau shalat 4 rakaat , maka beliau ditanya, kenapa melakukan demikian? Maka beliau menjawab: Perbedaan itu jelek " (Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam Sunannya 1/602 no: 1960)
Berkata Syeikhul Islam rahimahullahu:
ولهذا ينبغي للمأموم أن يتبع إمامه فيما يسوغ فيه الاجتهاد فإذا قنت قنت معه وإن ترك القنوت لم يقنت فإن النبي صلى الله عليه و سلم قال : ) إنما جعل الإمام ليؤتم به (
"Oleh karena itu seyogyanya bagi seorang makmum mengikuti imam di dalam perkara yang boleh di dalamnya berijtihad, kalau imam qunut maka dia qunut, kalau imam meninggalkan qunut maka dia tidak qunut, karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: (Sesungguhnya imam diangkat untuk diikuti) "(Majmu Al-Fatawa 23/115)
Adapun perkara-perkara yang tidak nampak atau tidak terdengar oleh semua makmum seperti niat , tata cara I'tidal (sedekap atau tidak), tata cara bertasyahhud (menggerakkan jari atau tidak) maka tidak wajib mengikutinya, dan kita beramal sesuai dengan pendapat yang kita kuatkan.
Wallahu a'lam.
Pertanyaan terkait:
Apakah Makmum Mengangkat Tangan Dan Mengamini Imam Yang Qunut Shubuh?
Read More......

Tanya Jawab Agama Islam Aktif Kembali

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.
Alhamdulillah, dengan rahmat Allah ta'ala dan pertolonganNya saya bisa menyelesaikan risalah (tesis) majister dan telah diserahkan pada hari Ahad, tanggal 8 Syawwal 1430 H/27 September 2009 M . Semoga Allah ta'ala memberikan keikhlasan dan manfaat, serta memberikan kemudahan dalam tahapan selanjutnya.
Tak lupa saya mengucapkan Taqabbalallahu Minnaa wa Minkum, semoga Allah menerima amal ibadah kita semuanya.
Dan insya Allah mulai hari ini, Selasa 6 Oktober 2009 M, blog akan diaktifkan kembali. Semoga Allah ta'ala memberikan taufiq kepada kita semua.

Abdullah Roy Read More......

Jumat, 21 Agustus 2009

Pengumuman

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.
Para pengunjung blog TANYA JAWAB AGAMA ISLAM yang saya hormati,
1. Alhamdulillah dengan rahmat Allah blog ini sudah berjalan kurang lebih 4 bulan sejak akhir Mei 2009, dan banyak manfaat yang saya ambil dari pertanyaan-pertanyaan antum. Kalau memang baik bagi agama saya, saya berharap semoga Allah memberikan istiqamah dalam meneruskan dakwah lewat blog ini.
2. Pertanyaan-pertanyaan yang sudah masuk akan menjadi perhatian saya, meski terlambat menjawabnya. Dan sebab keterlambatan banyak, diantaranya adalah keterbatasan ilmu, kesibukan menulis risalah, dll. Semoga bisa dimaklumi.
3. Mohon maaf bulan ini mungkin banyak pertanyaan yang tidak terjawab dikarenakan awal bulan syawwal (sekitar 5 pekan lagi) saya harus menyerahkan risalah majister. Insya Allah setelah menyerahkan bisa lebih konsentrasi untuk menjawab pertanyaan yang sudah masuk.
4. Karena pertanyaan untuk bulan September 2009 sudah memenuhi target maka pertanyaan yang masuk setelah pengumuman ini ditulis akan dimasukkan ke dalam dalam daftar pertanyaan yang akan dijawab pada bulan Oktober 2009.
Demikian, dan jazakumullahu khairan atas perhatian antum semua. Read More......

Kamis, 20 Agustus 2009

Hukum Menikahi Wanita Yang Pernah Berzina

Tanya: Assalamualaikum, saya mau bertanya seputar pernikahan, saya mempunyai calon istri tapi masa lalu istri saya buruk sekali dia pernah berzinah dengan 3 orang pria tapi dia sudah terbuka dan jujur kepada saya dan ingin bertobat, beda umur saya dengan dia sekitar 2 tahun,yang jadi pertanyaan saya bolehkah saya menikahi dia, dan dampak buruk apa saya menikahi wanita yang pernah berzinah dengan pria lain, mohon jawabannya dan terimakasih sebelumnya (Hamba Allah)



Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
Seorang muslim pada asalnya dianjurkan untuk mencari pasangan yang shalih dan shalihah, yang menjaga kehormatannya, dan bisa mendidik anak-anaknya dengan baik..
Adapun menikahi wanita yang pernah berzina maka pendapat yang kuat: boleh menikahi wanita yang pernah berzina apabila terpenuhi dua syarat:
Pertama: Taubat yang nasuha
Yaitu taubat yang terpenuhi syarat-syaratnya: penyesalan yang mendalam, meninggalkan perbuatan zina tersebut, dan berniat tidak akan mengulangi perbuatan tersebut di masa yang akan datang.
Alasannya apabila dia belum bertaubat maka statusnya adalah pezina, dan kita dilarang untuk menikahi wanita pezina sebagaimana dalam firman Allah:
)الزَّانِي لا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ) (النور:3)
Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina, atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mu'min. (QS. 24:3))
Berkata Ibnu Katsir:
ومن هاهنا ذهب الإمام أحمد بن حنبل، رحمه الله، إلى أنه لا يصح العقد من الرجل العفيف على المرأة البغي ما دامت كذلك حتى تستتاب، فإن تابت صح العقد عليها وإلا فلا وكذلك لا يصح تزويج المرأة الحرة العفيفة بالرجل الفاجر المسافح، حتى يتوب توبة صحيحة
"Dari sini Imam Ahmad bin Hambal berpendapat bahwa tidak sah akad antara laki yang menjaga kehormatan dengan wanita yang pezina selama wanita tersebut belum diminta bertaubat, apabila bertaubat maka sah, jika tidak maka tidak sah. Demikian pula tidak sah menikahkan wanita yang menjaga kehormatannya dengan laki-laki yang pezina sampai laki-laki tersebut bertaubat dengan taubat yang benar " (Tafsir Ibnu Katsir 10/165-166, Muassasah Qurthubah)
Adapun setelah taubat maka statusnya bukan pezina, seperti orang kafir apabila bertaubat maka tidak dinamakan kafir lagi, orang musyrik apabila bertaubat maka tidak dinamakan musyrik lagi. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: التَّائِبُ مِنْ الذَّنْبِ كَمَنْ لَا ذَنْبَ لَهُ
"Orang yang bertaubat dari sebuah dosa maka dia seperti orang yang tidak punya dosa" (HR.Ibnu Majah, dan dihasankan Syeikh Al-Albany )
Berkata Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah:
نكاح الزانية حرام حتى تتوب، سواء كان زنى بها هو أو غيره، هذا هو الصواب بلا ريب، وهو مذهب طائفة من السلف والخلف منهم أحمد بن حنبل وغيره، وذهب كثير من السلف إلى جوازه، وهو قول الثلاثة.
"Menikahi wanita pezina adalah haram sampai dia bertaubat, sama saja apakah yang menzinahi dia atau yang lain, ini yang benar tanpa ada keraguan, dan ini adalah pendapat sebagian salaf dan khalaf, diantaranya Ahmad bin hambal dan yang lainnya, dan sebagian besar dari salaf membolehkan (meski tidak bertaubat), dan ini adalah pendapat 3 imam (Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi'i). (Majmu' Fatawa 32/109-110).
Berkata Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin:
فإن المرأة الزانية لا يحل نكاحها إلا بعد التوبة، وكذلك الزاني لا يصح أن تتزوجه إلا بعد التوبة
"Maka sesungguhnya wanita pezina tidak halal dinikahi sampai dia bertaubat, demikian pula lelaki pezina tidak boleh seorang wanita menikah dengannya kecuali setelah dia (lela bertaubat" (Liqa'at Al-Bab Al-Maftuh)


Kedua: Istibra (meyakinkan bersihnya kandungan)
Kalau dia hamil maka sampai dia melahirkan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لايحل لامرىء يؤمن بالله واليوم الآخر أن يسقي ماءه زرع غيره يعني إتيان الحبالى
"Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya di tanaman orang lain" yaitu mendatangi wanita-wanita hamil" (HR. Abu Dawud, dan dihasankan Syeikh Al-Albany)
Adapun kalau tidak hamil maka 'iddahnya satu kali haidh. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang tawanan-tawanan Authas
لا توطأ حامل حتى تضع، ولا غير ذات حمل حتى تحيض حيضة
(Budak)wanita yang hamil tidak boleh disetubuhi sampai dia melahirkan, dan (budak) wanita yang tidak hamil tidak boleh disetubuhi sampai haidh sekali (HR. Abu Dawud, dari Abu Said Al-Khudry dan dishahihkan Syeikh Al-Albany)
Berkata Syeikhul Islam:
والصحيح أنه لا يجب إلا الاستبراء فقط فإن هذه ليست زوجة يجب عليها عدة وليست أعظم من المستبرأة التي يلحق ولدها سيدها وتلك لا يجب عليها إلا الاستبراء فهذه أولى
"Yang benar bahwasanya yang wajib bagi wanita (yang berzina) tersebut hanya istibra' saja, karena dia bukan seorang istri yang wajib baginya 'iddah, dan tidaklah keadaan wanita tersebut lebih besar daripada budak wanita yang diharuskan bersih kandungannya yang dinasabkan anaknya kepada majikannya. Kalau dia (budak wanita) tersebut tidak wajib kecuali istibra' saja maka wanita yang berzina lebih berhak" (Majmu' Fatawa 32/110)


Apabila terkumpul dua syarat di atas maka boleh menikahi wanita tersebut baik yang menikahi adalah laki-laki yang menzinahi atau yang lain. Dan hendaknya laki-laki tersebut mengarahkannya kepada kebaikan, mendekatkannya kepada agama, dan mencarikan teman-teman yang shalihah. Semoga Allah memberi barakah padanya.
Kemudian perlu saya ingatkan bahwa wanita tersebut sebelum akad nikah adalah wanita asing, oleh karenanya haram atas antum apa yang diharamkan bagi laki-laki yang bukan mahram, seperti berduaan dengannya, bepergian dengannya dll.
Dan hendaknya antum dan juga wanita tersebut menutupi aibnya sebisa mungkin, dan jangan membuka apa yang sudah Allah tutupi.
Wallahu a'lam.
Read More......

Jumat, 14 Agustus 2009

Mungulang Isti'adzah Setiap Rakaat Dalam Shalat

Tanya: Assalamu'alaikum. Ustadz bacaan ta'awwudz dibaca setiap rakaat atau cukup satu kali saja mana yang rajih? (085885507746)


Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh
Jumhur ulama berpendapat bahwa membaca isti'adzah adalah sunnah (dianjurkan) dan tidak wajib (Lihat Al-Mughny 2/145)
Berkata Al-Lajnah Ad-Daimah:
الاستعاذة سنة فلا يضر تركها في الصلاة عمداً أو نسيانياً
"Isti'adzah hukumnya sunnah, maka tidak memudharati apabila ditinggalkan (tidak dibaca) ketika shalat baik sengaja atau lupa" (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah 6/381)

Pendapat yang rajih –wallahu a'lam- bahwa ta'awwudz atau isti'adzah dianjurkan dibaca di rakaat yang pertama karena hadist Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu beliau berkata:
كان رسول الله صلى الله عليه و سلم إذا نهض من الركعة الثانية استفتح القراءة بـ الحمد لله رب العالمين ولم يسكت
"Dahulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila bangkit dari rakaat kedua beliau memulai bacaan dengan "Alhamdulillah rabbil 'alamin" dan beliau tidak diam" (HR.Muslim)
Dalam hadist ini Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak diam sebelum membaca Al-Fatihah, menunjukkan bahwa beliau tidak membaca ta'awwudz dan tidak membaca istiftah (Al-Mughny 2/216)
Demikian pula diantara rakaat hanya diselangi dengan dzikrullah (tasbih, tahmid, shalawat dll) dan dzikrullah tidak memutus bacaan Al-Quran, oleh karena itu cukup dengan isti'adzah di awal raka'at. (Lihat Zadul Ma'ad, Ibnul Qayyim 1/242)
Berkata Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin:
الذي يظهر لي: أن قراءة الصلاة واحدة، فتكون الاستعاذة في أول ركعة، إلا إذا حدث ما يوجب الاستعاذة، كما لو انفتح عليه باب الوساوس
"Yang nampak bagi saya bahwa bacaan Al-Quran dalam shalat adalah satu, maka isti'adzah dilakukan hanya di rakaat pertama, kecuali kalau terjadi sesuatu yang mewajibkan isti'adzah, seperti terbukanya pintu was-was" (Majmu' Fatawa wa Rasail Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin 13/110)
Wallahu a'lam.



Read More......

Musafir Singgah Di Sebuah Tempat Lebih Dari Empat Hari

Tanya: Assalamualaykum. Insya Alloh ana akan mengadakan safar ke Jakarta (dari Balikpapan) untuk waktu sekitar 2 minggu dengan niat silaturrahim. Bagaimana sholat yang harus ana kerjakan? Sebelumnya ana melakukan sholat dengan jama' dan qoshor (safar yang lalu). Namun ada sumber lain (afwan ana ga tau pasti dari siapa)mengatakan sholat yang ana harus kerjakan yaitu tidak di jama' namun tetap diqoshor. Bagaimana ustadz penjelasan yang rojihnya?
agar ana bisa yakin bagaimana seharusnya ana sholat saat di Jakarta nanti. Baarokallahu fiik. Jazzakallahu khoiron katsiron (Ummu Aufa)



Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu. Wa fiikum barakallahu
Seorang musafir yang berniat singgah di sebuah tempat lebih dari 21 shalat (4 hari) dan dia mengetahui kapan selesai hajatnya atau sudah menentukan berapa lama tinggal disana. maka hukumnya seperti orang yang muqim. Hendaknya menyempurnakan shalat (tanpa diqashar) dan mengerjakan setiap shalat pada waktunya (tanpa dijamak) kecuali ada sebab seperti sakit dll.

Dan ini adalah pendapat jumhur ulama,Imam Malik, Imam Asy-Syafi'i, dan Imam Ahmad (lihat Al-Mughny 3/147-148)
Mereka berdalil dengan apa yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika haji wada', dimana beliau tinggal di Mekah selama 4 hari sebelum pergi ke Mina, mengqashar shalat. Oleh karena barangsiapa yang tinggal lebih dari 4 hari maka menyempurnakan shalatnya.
Berkata Al-Lajnah Ad-Daimah:
وهذا المسافر إذا نوى الإقامة ببلد أكثر من أربعة أيام فإنه لا يترخص برخص السفر ، وإذا نوى الإقامة أربعة أيام فما دونها فإنه يترخص برخص السفر . والمسافر الذي يقيم ببلد
ولكنه لا يدري متى تنقضي حاجته ولم يحدد زمناً معيناً للإقامة فإنه يترخص برخص السفر ولو طالت المدة ، ولا فرق بين السفر في البر والبحر
"Dan musafir apabila berniat tinggal di sebuah daerah lebih dari 4 hari maka dia tidak mengambil keringanan orang yang safar. Dan jika berniat tinggal 4 hari atau kurang maka mengambil keringanan-keringanan safar. Dan seorang musafir yang tinggal di sebuah tempat dan dia tidak tahu kapan selesai hajatnya dan tidak menentukan berapa lama tinggal disana maka dia boleh mengambil keringanan safar, meski lama waktunya. Dan tidak ada bedanya bepergian lewat darat atau laut" (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah 8/99-100, Lihat juga Majmu' Fatawa Syeikh Bin Baz 12/273)
Wallahu a'lam.
Read More......

Kamis, 13 Agustus 2009

Orang Yang Adzan Akan Tetapi Tidak Datang Jama'ah, Apakah Mendapatkan Pahala Shalat Berjama'ah?

Tanya: Bismillah, Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu,
Kepada ustadz Abdullah Roy hafidzahullahu Ta’ala, ana ada beberapa pertanyaan terkait dengan suatu kondisi / masalah di mana ada sebuah lingkungan perumahan telah didirikan sebuah mushollah, akan tetapi di setiap waktu adzan dikumandangkan sampai sholat selesai didirikan tidak ada seorangpun jama’ah yang datang kecuali sang adzan tadi. Yang ana tanyakan adalah, sbb :
1. Bagaimana pahala orang yang sholat tsb, apakah hanya mendapatkan pahala seperti orang yang sholat sendirian, meskipun dia telah mengajak orang di sekitarnya lewat adzan yang dia kumandangkan?
2. Manakah yang lebih baik, orang tsb sholat di mushollah yang sendirian atau sholat berjama’ah di masjid jami’?
3. Bagaimana hukumnya bila mushollah itu ditinggalkan dan tidak ditegakkan sholat di dalamnya?
Demikian ya ustadz , dan jazakallahu khairan katsiran atas jawabannya. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.(Sahril)


Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu.
Kalau sebab mereka tidak datang adalah sebab yang tidak dibenarkan secara syar'I seperti malas shalat di mushalla maka hendaknya dia tetap istiqamah menghidupkan sunnah di mushalla tersebut dengan mengumandangkan adzan, dan berusaha menegakkan shalat berjamaah, sambil mengajak dan mendorong kaum muslimin di sekitar masjid untuk menghidupkan masjid tersebut.. Dan jangan meninggalkan mushalla tersebut karena kita masih berharap ada orang yang mendapat hidayah dan mau shalat berjama'ah di mushalla tersebut.
Allah ta'ala berfirman:
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آَمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآَتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ (18) [التوبة/18]
Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan sholat, menuaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. 9:18)
Syeikh Abdurrahman As-Sa'dy mengatakan bahwa memakmurkan masjid ada 2 jenis, pertama: memakmurkan bangunannya dan memeliharanya, kedua adalah memakmurkannya dengan menyebut nama Allah di dalamnya dengan shalat dan yang lainnya. (Lihat Tafsir As-Sa'dy An-Nur: 63)
Dan apabila orang yang sudah berusaha mengajak orang melalui adzan maka insya Allah akan mendapat pahala jama'ah meskipun dia shalat sendiri..
Berkata Syeikhul Islam:
مَنْ كَانَ عَازِمًا عَلَى الْفِعْلِ عَزْمًا جَازِمًا وَفَعَلَ مَا يَقْدِرُ عَلَيْهِ مِنْهُ كَانَ بِمَنْزِلَةِ الْفَاعِلِ
"Barangsiapa yang berazam untuk melakukan suatu perbuatan dengan azam yang kuat dan melakukan apa yang dia mampu maka dia seperti orang yang melakukannya" (Majmu' Al-Fatawa 23/236)
Kemudian beliau menyebutkan beberapa dalil diantaranya hadist Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
من توضأ فأحسن وضوءه ثم راح فوجد الناس قد صلوا أعطاه الله جل وعز مثل أجر من صلاها وحضرها لا ينقص ذلك منن أجرهم شيئا
"Barangsiapa yang berwudhu dan memperbagus wudhunya kemudian pergi ke masjid, dan mendapati manusia sudah shalat maka Allah akan memberinya pahala orang yang shalat dan menghadiri jama'ah, tidak dikurangi sedikitpun dari pahala mereka" (HR. Abu Dawud, dan An-Nasa'I , dan dishahihkan Syeikh Al-Albany ).
Dan Allah telah menyediakan pahala yang besar bagi orang yang pergi ke masjid untuk menunaikan shalat.
Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
من غدا إلى المسجد أو راح أعد الله له في الجنة نزلا كلما غدا أو راح
"Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: Barangsiapa yang pergi ke masjid maka Allah akan menyediakan baginya jamuan di surga setiap kali dia pergi " (Muttafaqun 'alaihi,dari Abu Hurairah)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:
من تطهر في بيته ثم مشى إلى بيت من بيوت الله ليقضي فريضة من فرائض الله كانت خطوتاه إحداهما تحط خطيئة والأخرى ترفع درجة
" Barangsiapa yang bersuci di rumahnya kemudian berjalan menuju rumah diantara rumah-rumah Allah untuk menunaikan sebuah kewajiban diantara kewajiban-kewajiban yang Allah tetapkan maka salah satu dari kedua langkahnya menghapus dosa dan yang lainnya mengangkat derajat" (HR.Muslim, dari Abu Hurairah)
Wallahu a'lam.
Read More......

Tidak Bisa Mengqadha Puasa Karena Hamil

Tanya: Assalamu'alaikum. Ustadz,saya mau tanya, ramadhan tahun lalu saya menyusui anak saya sehingga tidak bisa penuh menunaikan puasa. Setelah saya sapih saya membayar hutang puasa saya hingga tersisa lima. Qadarullah sekarang saya hamil lagi 2 bulan. Kondisi saya buruk, pusing, mual,bahkan sampai muntah. Saya pernah mencoba untuk tidak makan, ternyata afwan saya malah drop dan terus muntah. Saya bingung dengan hutang puasa saya bagaimana dengan ramadhan yang sudah semakin dekat. Mohon jawaban ustadz. Jazakumullahu khairan katsiran. (Yuyun, Ponorogo)


Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu.
Apabila keadaan demikian sampai datang ramadhan maka kewajiban anti hanya mengqadhanya nanti ketika sudah sehat. (Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-daimah 10/157-158).
Read More......

Zakat Barang Dagangan Dengan Uang

Tanya: Ustadz, bolehkan seorang pedagang men-zakati barang dagangannya dari barang tersebut... bukan dengan uang... mohon sertakan dalilnya... terima kasih....(Az-Zahra)


Jawab:
Pendapat yang kuat bahwa tidak boleh seorang pedagang menzakati barang dagangannya dari barang tersebut karena nishab barang dagangan dihitung dengan harga (uang) maka zakatnya juga dikeluarkan dengan harga (uang). (Lihat Al-Mughny 4/250)
Pendapat inilah yang dikuatkan oleh Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin (Lihat Asy-Syarh Al-Mumti' 6/141)
Wallahu a'lam.
Read More......

Minggu, 09 Agustus 2009

Hadist: Abdurrahman Bin Auf Masuk Surga Dengan Merangkak

Tanya: Ustadz,bagaimana kedudukan hadits ini:
"Pada suatu hari, saat kota Madinah sunyi senyap, debu yang sangat tebal mulai mendekat dari berbagai penjuru kota hingga nyaris menutupi ufuk. Debu kekuning-kuningan itu mulai mendekati pintu-pintu kota Madinah. Orang-orang menyangka itu badai, tetapi setelah itu mereka tahu bahwa itu adalah kafilah dagang yang sangat besar. Jumlahnya 700 unta penuh muatan yang memadati jalanan Madinah. Orang-orang segera keluar untuk melihat pemandangan yang menakjubkan itu, dan mereka bergembira dengan apa yang dibawa oleh kafilah itu berupa kebaikan dan rizki. Ketika Ummul Mukminin Aisyah Radhiallahu 'Anha mendengar suara gaduh kafilah, maka dia bertanya, "Apa yang sedang terjadi di Madinah?" Ada yang menjawab, "Ini kafilah milik Abdurrahman bin Auf Radhiallahu 'Anhu yang baru datang dari Syam membawa barang dagangan miliknya." Aisyah bertanya, "Kafilah membuat kegaduhan seperti ini?" Mereka menjawab, "Ya, wahai Ummul Mukminin, kafilah ini berjumlah 700 unta. " Ummul Mukminin menggeleng-gelengkan kepalanya, kemudian berkata, "Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Aku bermimpi melihat Abdurrahman bin Auf masuk surga dengan merangkak" (al-Kanz, no. 33500)
Ana masih bimbang,soalnya hadits ini ana pikir menyangkut aib sahabat.Jazakallahu khair. (Abu Nabilah)


Jawab: Hadist ini dikeluarkan oleh Imam Ahmad di dalam Al-Musnad (1/115), Ath-Thabrany di dalam Al-Mu'jam Al-Kabir (1/129) dari jalan 'Imarah bin Zaadzaan dari Tsabit Al-Bunany, dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu.
Hadist ini sanadnya lemah dan matannya munkar.
Di dalamnya ada 'Imarah bin Zaadzaan, berkata Ahmad: Dia telah meriwayatkan hadist-hadist mungkar dari Anas (Al-Jarh wat Ta'dil, Ibnu Abi Hatim 6/366)
Berkata Ad-Daruquthny: "ضعيف لا يعتبر به
"Lemah, tidak dianggap riwayatnya" (Su'aalaat Al-Barqaany lid Daruquthny no:375)
Dan dari segi matan maka hadist ini berisi keterangan bahwa harta itu mencegah seseorang untuk menjadi orang terdepan dalam kebaikan, padahal sebenarnya mengumpulkan harta adalah boleh. Yang tercela adalah apabila mengumpulkan harta dengan cara yang haram dan tidak menunaikan kewajiban di dalamnya. Sedangkan Abdurrahman bin 'Auf terbebas dari dua keadaan ini. (Lihat Al-Maudhu'at, Ibnul Jauzy 2/13-14)
Sebagian ulama yang berusaha mengumpulkan hadist-hadist yang dha'if dan palsu telah mencantumkan hadist ini dalam buku mereka seperti Ibnul Jauzy dalam Al-Maudhu'aat (2/13) , Ibnul Qayyim dalam Al-Manar Al-Munif (no: 306 ), dan Asy-Syaukany dalam Al-Fawaid Al-Majmu'ah (no: 1184).
Wallahu a'lam.
Read More......

Jumat, 07 Agustus 2009

Shalat Qabliyyah Isya

Tanya: Mau tanya ustadz, apa hukumnya sholat qobliyah isya'? Adakah dalil khusus yang menerangkannya? Berapa rekaat sunnahnya? Syukron. (Azzahra)


Jawab:
Saya tidak mengetahui dalil khusus tentang disyari'atkannya shalat sunnah sebelum isya, dan yang saya ketahui dianjurkan bagi kita untuk shalat sunnah sebelum isya, karena keumuman sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:
بين كل أذانين صلاة قالها ثلاثا قال في الثالثة لمن شاء
"Setiap diantara 2 adzan (yaitu adzan dan iqamah) ada shalat, -beliau ucapkan 3 kali-, kemudian beliau bersabda pada kali yang ketiga: Bagi siapa yang menghendaki" (HR.Al-Bukhary dan Muslim).
Jumlah rakaatnya boleh 2 atau 4 atau lebih karena kata shalat di dalam hadist tersebut nakirah (belum jelas) sehingga mencakup semua bilangan shalat sunnah yang diniatkan baik dua rakaat, atau empat, atau lebih , sebagaimana perkataan Ibnu Hajar Al-'Asqalany di dalam Fathul Bary (2/107 )
Namun perlu diketahui bahwa sunnah qabliyyah Isya' ini meski dianjurkan, tapi dia tidak termasuk rawatib yang tercantum dalam hadist Ummu Habibah:
ما من عبد مسلم يصلي لله كل يوم ثنتي عشرة ركعة تطوعا غير فريضة إلا بني الله له بيتا في الجنة أو إلا بني له بيت في الجنة
"Tidaklah seorang hamba muslim shalat sunnah selain fardhu 12 rakaat setiap harinya untuk Allah, kecuali Allah akan membangun baginya surga atau kecuali akan dibangun baginya rumah di dalam surga" (HR. Muslim).
Kemudian diterangkan perinciannya di dalam riwayat At-Tirmidzy:
من صلى في يوم وليلة ثنتي عشرة ركعة بني له بيت في الجنة أربعا قبل الظهر وركعتين بعدها وركعتين بعد المغرب وركعتين بعد العشاء وركعتين قبل صلاة الفجر
"Barangsiapa shalat 12 rakaat dalam sehari semalam maka akan dibangun baginya rumah di dalam surga: 4 rakaat sebelum dhuhur, 2 rakaat setelahnya, 2 rakaat setelah maghrib, 2 rakaat setelah isya, dan 2 rakaat sebelum subuh" (HR. At-Tirmidzy dan dishahihkan Syeikh Al-Albany).
Wallahu a'lam.
Read More......

Hukum Menggunakan Gigi Palsu/Buatan

Tanya: Assalamu'alaykum warrahmatullahi wabarakatuh.
Ya ustadz, ana ingin bertanya tentang hukum menggunakan gigi palsu. Yaitu mengganti gigi yang telah dicabut karena busuk/berlobang dengan gigi palsu yang mirip. Apakah boleh? Ataukah harus diganti dengan gigi terbuat dari emas saja? Terima kasih atas tanggapannya. (Aisyah)


Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu.
Bagi wanita diperbolehkan menggunakan gigi palsu dari bahan yang diperbolehkan secara syar'I , baik dari emas atau yang lain, baik untuk berhias atau berobat, karena keumuman hadist yang membolehkan wanita berhias dengan emas dan juga keumuman perintah untuk berobat, sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
تداووا فإن الله تعالى لم يضع داء إلا وضع له دواء غير داء واحد الهرم
"Berobatlah kalian, sesungguhnya Allah tidak meletakkan penyakit kecuali meletakkan pula obatnya, kecuali satu penyakit, yaitu kematian" (HR.Abu Dawud, At-tirmidzy, dan Ibnu Majah, dan dishahihkan Syeikh Al-Albany)

Adapun lelaki diperbolehkan menggunakan gigi palsu dari emas kalau memang diperlukan/dharurat (seperti berobat) bukan untuk berhias, apabila tidak ditemukan bahan lain yang tahan karat seperti emas. (Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah 24/71-72, dan 25/15)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menyuruh seorang sahabat untuk menggunakan hidung buatan dari emas ketika terpotong hidungnya pada sebuah peperangan. (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzy, An-Nasa'I dan dihasankan Syeikh Al-Albany)
Berkata Al-Khaththaby ketika mensyarh hadist ini:
فِيهِ اِسْتِبَاحَة اِسْتِعْمَال الْيَسِير مِنْ الذَّهَب لِلرِّجَالِ عِنْد الضَّرُورَة كَرَبْطِ الْأَسْنَان وَمَا جَرَى مَجْرَاهُ مِمَّا لَا يَجْرِي غَيْره فِيهِ مَجْرَاهُ
"Di dalam hadist ini bolehnya menggunakan emas sedikit bagi laki-laki ketika dharurat, seperti mengikat gigi dan yang semisalnya, dari perkara-perkara yang tidak mungkin diganti dengan selain emas" (Ma'alimus Sunan 4/215)
Berkata Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin:
يجب أن نعلم أن السن الذهب لا يجوز أن يركب إلا عند الحاجة إليه، فلا يجوز أن يركبه أحد للزينة، اللهم إلا النساء إذا جرت عادتهن التزين بتحلية الأسنان بالذهب فلا بأس، أما الرجال فلا يجوز أبداً إلا لحاجة
"Wajib kita ketahui bahwa gigi emas tidak boleh dipasang kecuali ketika memang diperlukan, maka tidak boleh digunakan untuk berhias kecuali bagi wanita, apabila kebiasaan mereka berhias dengan gigi emas maka tidak mengapa, adapun lelaki maka tidak diperbolehkan kecuali karena keperluan" (Majmu Fatawa Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin 17/88).
Wallahu 'alam.
Read More......

Rabu, 05 Agustus 2009

Barang Kreditan Menjadi Jaminan

Tanya: Assalaamu'alaikum. Ustadz, ada sebuah kasus: A meminjam uang kepada B. A menjadikan barangnya sebagai jaminan, sedangkan barang tersebut dibeli oleh A secara kredit dan belum lunas pembayarannya.Apakah hal tersebut diperbolehkan?
Jazaakumullohu khoiron (Ummu Saif)


Jawab: Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuhu.
Barang tersebut sudah menjadi miliknya dan menjadi tanggungannya, baik sudah lunas pembayarannya atau belum. Dengan demikian boleh baginya menjadikannya barang jaminan. Wallahu a'lam.
Read More......

Senin, 03 Agustus 2009

Shalat Di Masjid Di Arah Kiblat Ada Kuburan

Tanya: Di Indonesia ada daerah yg tidak ditemukan masjid kecuali ada kuburannya (di arah kiblat hanya dibatasi oleh dinding). Apakah boleh kita meninggalkan sholat berjama'ah di masjid tersebut dan melaksanakannya di rumah (sendiri/jama'ah)? (Zain)


Jawab:
Apabila kuburan ada di luar masjid maka tidak mengapa shalat di dalamnya meskipun kuburan ada di arah kiblat dan hanya dibatasi oleh dinding. Karena larangan shalat menghadap kuburan adalah apabila tanpa dinding pembatas. Dengan demikian keadaan masjid yang antum sebutkan tidak mencegah kita untuk tetap shalat berjamaah di masjid tersebut.
Berkata Syeikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullahu:
أما إذا كان القبر خارج المسجد عن يمينه أو شماله أو أمامه وراء حائط من الأمام فلا يضر ذلك
Adapun apabila kuburan ada di luar masjid, di sebelah kanan, kiri, atau depan di belakang dinding maka tidak memudharrati (Lihat fatwa beliau di http://www.binbaz.org.sa/mat/4828)
Syeikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi'iy rahimahullahu juga berkata:
فالصلاة في المسجد الذي أمامه مقبرة خارج جدار المسجد صحيحة، لأنّ النهي عن الصلاة في المسجد الذي فيه مقبرة، ... وحديث: أنّ النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم قال: ((لا تصلّوا إلى القبور، ولا تجلسوا عليها)). فهذا إذا كانت الصلاة إليها بدون حائط أو جدار. أما إذا وجد الجدار أو الحائط وهي خارج المسجد، فالصلاة صحيحة إن شاء الله.
"Shalat di dalam masjid yang di depannya ada kuburan di luar dinding masjid adalah sah, karena yang dilarang adalah shalat di dalam masjid yang ada kuburannya…dan hadist Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :"Janganlah kalian shalat menghadap kuburan dan janganlah duduk di atasnya" maka maksudnya adalah shalat menghadap kuburan tanpa pagar atau dinding, adapun jika ada dinding atau pagar dan kuburan berada di luar masjid maka shalatnya sah insya Allah" (Tuhfatul Mujib hal: 83-84).

Adapun jika kuburan di dalam masjid dan kuburan lebih dulu daripada masjid maka haram shalat di dalamnya.
Allah ta'ala berfirman:
)لا تَقُمْ فِيهِ أَبَداً لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ) (التوبة:108)
Janganlah kamu shalat dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu shalat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih. (QS. 9:108)
Segi pendalilan: Allah melarang kita shalat di dalam masjid yang dibangun bukan atas dasar taqwa, termasuk diantaranya adalah masjid yang dibangun di atas kuburan.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لعنة الله على اليهود والنصارى اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد
"Laknat Allah atas orang yahudi dan nashrani, mereka telah menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid" (Muttafaqun 'alaihi)
Segi pendalilan: Hadist ini menunjukkan haramnya membangun masjid di atas kuburan, terlebih-lebih shalat di dalamnya, karena pada dasarnya larangan membangun masjid di atas kuburan adalah supaya tidak digunakan untuk shalat di dalamnya, yang bisa membawa kerusakan aqidah.
Berkata Syeikhul Islam rahimahullahu:
فالمسجد الذي على القبر لا يصلى فيه فرض ولا نفل ، فإنه منهي عنه
"Maka masjid yang dibangun di atas kuburan tidak boleh shalat fardhu atau sunnah di dalamnya, karena itu dilarang" (Majmu' Fatawa 22/195)
Berkata Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin:
إذا كان هذا المسجد مبنياً على القبر فإن الصلاة فيه محرمة
"Apabila masjid dibangun di atas kuburan maka shalat di dalamnya adalah haram" (Majmu' Fatawa Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin 15/433)
Wallahu a'lam.
Read More......

Mengqadha Dzikir Pagi Dan Petang

Tanya: Assalamu'alaikum pak ustadz. Saya mau tanya, jika kita kesiangan bangun, lalu setelah kita shalat shubuh yang kesiangan itu, masihkah disyariatkan membaca dzikir pagi dan petang ? Terima kasih sebelumnya, semoga Allah selalu memberikan barokah pada pak ustadz. (Wawan)


Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu. Wa fiika barakallhu.
Allah ta'ala berfirman:
) وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الْغُرُوبِ)(قّ: من الآية39)
Dan bertasbihlah sambil memuji Rabbmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam(nya). (QS. 50:39)
Berdasarkan ayat di atas Ibnul Qayyim telah merajihkan bahwasanya waktu membaca dzikir pagi adalah setelah subuh sampai terbit matahari dan waktu membaca dzikir petang adalah habis shalat ashar sampai tenggelam matahari..
Beliau berkata:
في ذكر طرفي النهار وهما ما بين الصبح وطلوع الشمس وما بين العصر والغروب
"Dzikir di kedua ujung hari, dan keduanya adalah antara subuh sampai terbit matahari dan antara ashar sampai tenggelam matahari" (Lihat Al-Wabil Ash-Shayyib 239-240, Dar 'Alamil Fawaid)
Berkata Syeikh Bakr Abu Zaid:
بين الله سبحانه في القرآن الكريم طرفي النهار محل أذكار الصباح والمساء في آيات منها: ) وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الْغُرُوبِ)(قّ: من الآية39)، فمحل ورد الصباح في الإبكار وهو الغدو بعد صلاة الصبح وقبل طلوع الشمس، ومحل ورد المساء في العشي وهو الآصال بعد صلاة العصر قبل الغروب، والأمر فيهما واسع كمن عرض له شغل، والحمد لله.
"Allah subhanahu telah menjelaskan di dalam Al-Quran Al-Karim bahwa kedua ujung siang adalah waktu dzikir pagi dan petang dalam beberapa ayat, diantaranya firman Allah yang artinya: Dan bertasbihlah sambil memuji Rabbmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam(nya). (QS. 50:39). Maka waktu dzikir pagi adalah ketika Ibkar dan Ghuduw yaitu setelah shalat subuh dan sebelum terbit matahari, dan waktu dzikir petang adalah ketika 'Asyiyy dan Al-Aashal yaitu setelah shalat ashar sebelum tenggelam matahari. Dan perkaranya luas, seperti orang yang memiliki kesibukan, walhamdulilllah" (Tashhihud Du'a' hal:337)
Yang ana pahami dari perkataan beliau boleh bagi kita mengqadha dzikir tersebut apabila kita tersibukkan dengan sesuatu atau ketiduran.
Berkata An-Nawawy ketika mensyarh hadist:
وكان إذا غلبه نوم أو وجع عن قيام الليل صلى من النهار ثنتي عشرة ركعة
"Dan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam apabila ketiduran atau sakit sehingga tidak bisa shalat malam, beliau shalat di siang hari 12 rakaat" (HR.Muslim)
Beliau berkata:
هذا دليل على استحباب المحافظة على الأوراد وأنها إذا فاتت تقضي
"Ini dalil dianjurkannya menjaga dzikir-dzikir dan bahwasanya kalau dia luput maka diqadha" (Syarh Shahih Muslim, An-Nawawy 6/27)
Wallahu a'lam.
Read More......

Sabtu, 01 Agustus 2009

Pengumuman

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu
Para pengunjung yang saya hormati.
1. Ada 14 pertanyaan untuk bulan juli yang masih dalam proses
2. Pertanyaan yang masuk mulai hari ini insya Allah akan dimasukkan ke dalam daftar pertanyaan bulan September 2009.
Demikian harap maklum.
Wa shallallahu 'ala nabiyyina Muhammad wa sallam tasliman katsiran. Read More......

Rabu, 29 Juli 2009

Cara Menjaga Dan Menambah Hafalan Al-Quran

Tanya: Asalamu'alaikum ustadz, ana mau nanya bagaimana cara kita untuk menjaga dan menambah hafalan? Karena sulit sekali bagi ana dikarenakan tinggal di daerah perkotaan. sukron JAZAKALLAH KHOIRON. (Ibnu Abdillah, Pontianak)


Jawab:
Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu.
Diantara perkara yang bisa membantu menjaga dan menambah hafalan kita:
1. Berdoa kepada Allah dengan ikhlash dan sungguh-sungguh supaya diberi pertolongan dalam menghafal ayat-ayatNya
2. Hendaknya niat kita ingin mengamalkan apa yang kita hafal
3. Menyisihkan waktu tertentu setiap hari untuk mengulang dan menambah hafalan
4. Hendaknya memiliki guru yang mumpuni untuk setoran hafalan dan muraja'ah
5. Sebisa mungkin menggunakan satu cetakan mushhaf
6. Mengulang-ulang apa yang sudah dihafal sebanyak mungkin
7. Membaca apa yang sudah dihafal di dalam shalat kita
8. Membaca dan memahami tafsir ayat yang sudah kita hafal
9. Menjauhi kemaksiatan
10. Sedikit-sedikit dalam menghafal tetapi rutin.
Wallahu a'lam.
Read More......

Selasa, 28 Juli 2009

Fiqh Shalat (1): Menggerakkan Telunjuk Ketika Tasyahhud

Tanya: Bismillaah, Assalamu'alaikum warahmatullahi wa barakaatuh,
Kaifa haaluk ya Ustadz ? Ana ada pertanyaan seputar masalah fiqh dalam sholat, mohon penjelasannya :
1. Penjelasan tentang menggerakkan jari telunjuk ketika tasyahud.
2. Turun untuk sujud, apakah lutut dulu atau tangan
3. Dan bangkit setelah sujud, apakah harus duduk istirahat dulu.
Mohon penjelasan & beserta pendapat yang rajih.
Semoga bisa menambah khazanah/ referensi seputar permasalahan fiqih.
Wassalamu'alaikum.Jazaakallaahu khairan katsiro. (Abu 'Abdillah)


Jawab:
Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu. Alhamdulillah khair.
Disunnahkan menggerakkan jari telunjuk ketika tasyahhud pada saat berdoa, karena datang di dalam hadits Wa'il bin Hujr radhiyallahu 'anhu:
أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَفَعَ أُصْبُعَهُ فَرَأَيْته يُحَرِّكُهَا يَدْعُو بِهَا
"Bahwasanya beliau shallallahu 'alaihi wa sallam mengangkat jari beliau, maka aku melihat beliau menggerakkannya, seraya berdoa dengannya (HR. Abu Dawud, An-Nasa'I, Ahmad dan dishahihkan Syeikh Al-Albany dalam Al-Irwa' no: 367)).
Ini menunjukkan bahwasanya beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menggerakkan jari telunjuk beliau ketika berdoa saja bukan dari awal tasyahhud, dan gerakan yang dimaksud disini adalah gerakan yang ringan.
Berkata Syeikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullahu:
السنة للمصلي حال التشهد أن يقبض أصابعه كلها أعني أصابع اليمنى ويشير بالسبابة ويحركها عند الدعاء تحريكا خفيفا إشارة للتوحيد وإن شاء قبض الخنصر والبنصر وحلق الإبهام مع الوسطى وأشار بالسبابة كلتا الصفتين صحتا عن النبي صلى الله عليه وسلم
"Yang sesuai dengan sunnah bagi orang yang shalat ketika tasyahhud adalah menggenggam semua jari kanannya dan memberi isyarat dengan jari telunjuknya dan menggerakkannya ketika berdoa dengan gerakan yang ringan sebagai isyarat kepada tauhid, dan kalau dia mau maka bisa menggenggamkan jari kecil dan jari manis kemudian membuat lingkaran antara jempol dengan jari tengah, dan memberi isyarat dengan jari telunjuk, kedua cara ini telah shahih dari nabi shallallahu 'alaihi wa sallam" (Maj'mu Fatawa Syeikh Bin Baz 11/185)
Berkata Syeikh Abdul Muhsin Al-Abbad:
لا أعلم شيئاً يدل على أن الإنسان يحركها باستمرار، وإنما يحركها ويدعو بها، أي: عندما يأتي الدعاء: اللهم.. اللهم.. يحركها.
"Saya tidak tahu dalil yang menunjukkan bahwa seseorang menggerakkan jari telunjuk secara terus menerus, akan tetapi menggerakannya dan berdoa dengannya, yaitu: ketika melewati doa (Allahumma…Allahumma) menggerakkannya" (Jawaban dari pertanyaan yang diajukan kepada beliau ketika mensyarh Sunan Abi Dawud, setelah Bab fil Hadab dari Kitab Al-Libas)


Adapun isyarat dengan jari dan mengangkatnya serta mengarahkannya ke arah qiblat, maka pendapat yang kuat ini dilakukan dari awal tasyahhud karena dhahir hadist-hadist menunjukkan demikian.
Diantara hadist yang menunjukkan disyari'atkannya isyarat dari awal tasyahhud adalah hadist Abdullah bin Az-Zubair radhiyallahu 'anhuma:
... وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى رُكْبَتِهِ الْيُسْرَى وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ
"Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam meletakkan tangan kiri di atas lutut kiri dan tangan kanan di atas paha kanan, dan memberi isyarat dengan jari telunjuknya" (HR. Muslim)
Dari Nafi' beliau berkata:
كَانَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ إِذَا جَلَسَ فِى الصَّلاَةِ وَضَعَ يَدَيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ وَأَتْبَعَهَا بَصَرَهُ ثُمَّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لَهِىَ أَشَدُّ عَلَى الشَّيْطَانِ مِنَ الْحَدِيدِ ». يَعْنِى السَّبَّابَةَ
Abdullah bin 'Umar apabila duduk di dalam shalat meletakkan kedua tangannya di atas kedua lututnya dan memberi isyarat dengan jarinya, dan menjadikan pandangannya mengikuti jari tersebut, kemudian beliau berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Ini lebih keras bagi syetan dari pada besi, yaitu jari telunjuk" (HR ِAhmad, dan dihasankan Syeikh Al-Albany)
Dan dalam hadist yang lain:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّهُ رَأَى رَجُلًا يُحَرِّكُ الْحَصَى بِيَدِهِ وَهُوَ فِي الصَّلَاةِ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ لَهُ عَبْدُ اللَّهِ لَا تُحَرِّكْ الْحَصَى وَأَنْتَ فِي الصَّلَاةِ فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَلَكِنْ اصْنَعْ كَمَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُ قَالَ وَكَيْفَ كَانَ يَصْنَعُ قَالَ فَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَأَشَارَ بِأُصْبُعِهِ الَّتِي تَلِي الْإِبْهَامَ فِي الْقِبْلَةِ وَرَمَى بِبَصَرِهِ إِلَيْهَا أَوْ نَحْوِهَا ثُمَّ قَالَ هَكَذَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُ
Dari Abdullah bin Umar bahwasanya beliau melihat seorang laki-laki menggerakan kerikil ketika shalat, ketika dia selesai shalat maka Abdullah berkata: Jangan engkau menggerakkan kerikil sedangakan engkau shalat, karena itu dari syetan. Akan tetapi lakukan sebagaimana yang telah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lakukan. Maka beliau meletakkan tangan kanannya di atas pahanya dan mengisyaratkan dengan jari disamping jempol (yaitu jari telunjuk) ke arah qiblat, kemudian memandangnya, seraya berkata: Demikianlah aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan. (HR. An-Nasa'I dan dishahihkan Syeikh Al-Albany)
Berkata Al-Mubarakfury:
ظَاهِرُ الْأَحَادِيثِ يَدُلُّ عَلَى الْإِشَارَةِ مِنْ اِبْتِدَاءِ الْجُلُوسِ
"Dhahir hadist-hadist menunjukkan bahwa isyarat dilakukan semenjak awal duduk" (Tuhfatul Ahwadzy 2/185, Darul Fikr).
Wallahu a'lam.
Read More......

Fiqh Shalat (3): Disyari'atkannya Duduk Istirahat

Tanya: Bismillaah, Assalamu'alaikum warahmatullahi wa barakaatuh,
Kaifa haaluk ya Ustadz ? Ana ada pertanyaan seputar masalah fiqh dalam sholat, mohon penjelasannya :
1. Penjelasan tentang menggerakkan jari telunjuk ketika tasyahud.
2. Turun untuk sujud, apakah lutut dulu atau tangan
3. Dan bangkit setelah sujud, apakah harus duduk istirahat dulu.
Mohon penjelasan & beserta pendapat yang rajih.
Semoga bisa menambah khazanah/ referensi seputar permasalahan fiqih.
Wassalamu'alaikum.Jazaakallaahu khairan katsiro. (Abu 'Abdillah)


Jawab:
Pendapat yang kuat –wallahu a'lam- adalah dianjurkan untuk melakukan duduk istirahat ketika bangkit dari sujud kedua, untuk memasuki rekaat kedua dan keempat.
Diantara dalilnya adalah hadist Malik bin Al-Huwairits:
أنه رأى النبي صلى الله عليه و سلم يصلي فإذا كان في وتر من صلاته لم ينهض حتى يستوي قاعدا
"Bahwasanya beliau melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam shalat, apabila beliau selesai dari rakaat ganjil (satu dan tiga) maka beliau tidak bangkit sampai duduk dengan tenang" (HR. Al-Bukhary)
Berkata Asy-Syaukany:
الحديث فيه مشروعية جلسة الاستراحة وهي بعد الفراغ من السجدة الثانية وقبل النهوض إلى الركعة الثانية والرابعة .
"Di dalam hadist ini ada dalil disyari'atkannya duduk istirahat , yaitu duduk setelah sujud kedua sebelum bangkit ke rakaat kedua dan keempat" (Nailul Authar 2/48 , Dar Al-Kalim Ath-Thayyib )

Dan tidak kita katakan bahwasanya beliau shallallahu 'alaihi wa sallam melakukannya karena sudah tua atau sakit, karena jika demikian halnya berarti para sahabat tidak bisa membedakan mana yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam karena ibadah atau karena keperluan. (Tamamul Minnah hal:212 )
Adapun hadist-hadist lain yang menyebutkan sifat shalat nabi akan tetapi tidak menyebutkan duduk istirahat, seperti hadist orang yang jelek shalatnya, maka ini menunjukkan bahwa duduk istirahat ini tidak wajib.
Dan ini adalah pendapat masyhur madzhab Asy-Syafi'iyyah, sebagian dari ahli hadist, dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad (Lihat Al-Majmu', An-Nawawy 3/421, Maktabatul Irsyad).
Berkata Syeikh Abdul Aziz bin Baz:
جلسة الاستراحة مستحبة للإمام والمأموم والمنفرد , وهي من جنس الجلسة بين السجدتين , وهي جلسة خفيفة لا يشرع فيها ذكر ولا دعاء ومن تركها فلا حرج. والأحاديث فيها ثابتة عن النبي صلى الله عليه وسلم من حديث مالك بن الحويرث ومن حديث أبي حميد الساعدي , وجماعة من الصحابة رضي الله عنهم
"Duduk istirahat adalah mustahab (dianjurkan) bagi imam, ma'mum, maupun yang shalat sendiri. Dan duduknya sejenis dengan duduk diantara dua sujud, duduknya ringan (sebentar) tidak disyari'atkan dzikir dan doa di dalamnya. Barangsiapa meninggalkannya maka tidak mengapa. Hadist-hadistnya telah tetap dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dari hadist Malik bin Al-Huwairits, dan dari Abu Humaid As-Sa'idy, dan beberapa orang sahabat radhiyallahu 'anhum" (Majmu' Fatawa Syeikh Abdul Aziz bin Baz 11/99).
Wallahu a'lam.
Read More......

Senin, 27 Juli 2009

Menunda Haji Karena Istri Belum Mampu

Tanya: Assalamu’alaikum, Barakallahufikum Ustadz. Ana rencana mau berhaji, tetapi uang ana baru cukup untuk ana sendiri, sedangkan istri ana juga ingin ikut, apakah sebaiknya ana menabung dulu menunggu uang ana cukup untuk berdua istri ataukah sekarang aja pergi haji sendiri? Tetapi jika untuk pergi UMROH bisa cukup untuk berdua mohon nasehat mana yang lebih baik? Wassalamualaikum. (Abu Panji)


Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu. Wa fiikum barakallahu.
Menurut pendapat yang kuat bahwa kewajiban haji harus segera ditunaikan bagi yang mampu. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
تَعَجَّلُوا إِلَى الْحَجِّ - يَعْنِي : الْفَرِيضَةَ - فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لاَ يَدْرِي مَا يَعْرِضُ لَهُ
"Bersegeralah kalian berhaji-yaitu haji yang wajib-karena salah seorang diantara kalian tidak tahu apa yang akan menimpanya" (HR.Ahmad, dan dihasankan oleh Syeikh Al-Albany di Al-Irwa' no: 990)
Oleh karenanya kalau antum mampu maka hendaknya segera melakukan ibadah haji dan jangan menunda-nunda. Dan bukan termasuk kewajiban suami membiayai haji atau umrah istri.
Seandainya nanti diberi kemudahan oleh Allah untuk berhaji menemani istri atau istri berhaji bersama mahramnya yang lain maka alhamdulillah. Kalau tidak maka Allah tidak membebani kecuali sesuai dengan kemampuan kita.
Wallahu a'lam.
Read More......