Rabu, 31 Agustus 2011

Jenazah Laki-laki Kepalanya Di Sebelah Selatan Ketika Dishalatkan

Tanya: Saya pernah mendengar ada seorang kyai yang mengatakan bahwa shalat jenazah apabila dia laki-laki, maka meletakkan kepalanya di sebelah selatan, jika mayat itu perempuan maka meletakkan kepalanya di sebelah utara, sementara banyak dikalangan kita tidak seperti itu.
Pertanyaannya adalah apakah ada nash yang qoth'i yang memang benar-benar dapat dijadikan rujukan untuk kasus tersebut. Mohon penjelasannya.(Ahwazi Aboofatih)

Jawab:
Sebatas pengetahuan kami bahwa yang sunnah ketika menyolatkan jenazah adalah seorang imam berdiri di sisi kepala mayit jika mayitnya laki-laki, dan berdiri di tengah jika mayitnya wanita. Hal ini berdasarkan hadits:
Dari Abu Ghalib al-Hayyath, dia berkata: Aku pernah melihat Anas bin Malik menyolatkan mayit laki-laki, maka beliau berdiri di sisi kepalanya. Setelah selesai di datangkan lagi padanya mayit wanita dari suku Quraisy atau anshor, maka beliau berdiri di sisi tengah mayyit. Alaa bin Ziyad al-Adawi bertanya kepada Anas: “Wahai Abu Hamzah apakah demikian Rasululloh berdiri shalat jenazah sebagaimana yang engkau perbuat? Anas menjawab: Ya. Kemudian Alaa menoleh ke arah kita seraya berkata: “Ingat-ingatlah hal ini” . (HR.Abu Dawud: 2/66, Tirmidzi: 2/146 dll. Hadits shahih, lihat Ahkam al-Janaiz hal.109)
Dan kami tidak mengetahui ada ketentuan arah meletakkan kepala mayit jika akan disholati sebagaimana soal di atas. Allohu A’lam.


Syahrul Fatwa
Read More......

Minggu, 21 Agustus 2011

Mahluk Yang Pertama Allah Ciptakan

Tanya: Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuhu.
Dengan hormat, saya ingin penjelasan tentang apa yang pertama kali diciptakan oleh Allah. Terima kasih. (Iwan)

Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu. Bismillahi washshalatu wassalamu 'alaa rasulillah wa 'alaa aalihi washahbihi ajma'in.
Ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa mahluk pertama adalah Al-Qalam (pena yang menulis taqdir di Al-Lauhil Mahfuzh), mereka berdalil dengan hadist 'Ubadah bin Ash-Shamit radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihiwasallam bersabda:
إن أوَّلَ ما خلق اللهُ تعالى القلمُ فقال له: اكتب! فقال: رب وماذا أكتب ؟ قال: اكتب مقادير كل شىء حتى تقوم الساعة
Artinya: "Sesungguhnya mahluk yang pertama kali Allah ciptakan adalah Al-Qalam, kemudian Allah berfirman kepadanya: Tulislah! Kemudian Al-Qalam berkata:Wahai Rabbku, apa yang aku tulis? Allah berfirman: Tulislah taqdir segala sesuatu sampai datang hari kiamat" (HR.Abu Dawud dan dishahihkan Syeikh Al-Albany).
Namun disana ada hadist lain yang menunjukkan bahwa ketika pena menulis ternyata Al-'Arsy dan air telah diciptakan, sebagaimana dalam hadist Abdullah bin 'Amr bin Al-'Ash radhiyallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihiwasallam bersabda:
كتب الله مقادير الخلائق قبل أن يخلق السماوات والأرض بخمسين ألف سنة قال وعرشه على الماء
Artinya: "Allah telah menulis taqdir semua mahluk 50 ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi, dan Arsy Allah berada di atas air." (HR. Muslim).
Oleh karena sebagian ulama berpendapat bahwa al-'Arsy dan air lebih dahulu dicipta daripada Al-Qalam, mereka menfathah kata القلم dalam hadist 'Ubadah bin Ash-Shamit sehingga artinya menjadi: "Sesungguhnya ketika diawal Allah menciptakan Al-Qalam Allah berfirman kepadanya: …."
Berkata Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu:
فهذا القلم خلقه لما أمره بالتقدير المكتوب قبل خلق السموات والأرض بخمسين ألف سنة وكان مخلوقا قبل خلق السموات والأرض وهو أول ما خلق من هذا العالم وخلقه بعد العرش كما دلت عليه النصوص وهو قول جمهور السلف
"Al-Qalam ini Allah ciptakan ketika Allah memerintahkannya menulis taqdir semenjak 50 ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi, jadi Al-Qalam tersebut diciptakan sebelum langit dan bumi, dan dia adalah mahluk pertama yang pertama dicipta sebelum alam semesta, dan penciptaannya setelah Al-'Arsy , sebagaimana ditunjukkan oleh dalil-dalil dan inilah pendapat jumhur salaf" (Majmu' Al-Fatawa 18/213).
Berkata Ibnu Abil Izz rahimahullah:

فهذا صريح أن التقدير وقع بعد خلق العرش والتقدير وقع عند أول خلق القلم بحديث عبادة هذا ولا يخلو قوله : [ أول ما خلق الله القلم ] إلخ - إما أن يكون جملة أو جملتين فإن كان جملة وهو الصحيح كان معناه : أنه عند أول خلقه قال له : اكتب [ كما في اللفظ : [ أول ما خلق الله القلم قال له : اكتب ] ] بنصب أول و القلم وإن كان جملتين وهو مروي برفع أول و القلم فيتعين حمله على أنه أول المخلوقات من هذا العالم فيتفق الحديثان
"Hadist ini jelas menunjukkan bahwa taqdir terjadi setelah penciptan Al-Arsy, dan taqdir terjadi di awal penciptaan Al-Qalam sebagaimana dalam hadist'Ubadah ini, dan sabda beliau shallallahu 'alaihiwasallam: أول ما خلق الله القلم …sampai akhir ,tidak keluar dari 2 kemungkinan; pertama: hadist ini terdiri dari dari satu kalimat, kedua: hadist ini terdiri dari 2 kalimat.
Apabila hadist ini terdiri dari satu kalimat –dan ini yang shahih- maka maknanya: Sesungguhnya di awal penciptaan Al-Qalam, Allah berkata kepadanya: Tulislah !....sebagaimana dalam sebuah lafadz: "Di awal Allah menciptakan Al-Qalam, Allah berkata kepadanya: Tulislah", dengan menashab kata: أول dan القلم
Apabila hadist ini terdiri dari 2 kalimat , yang diriwayatkan dengan merafa' أول dan قلم maka maknanya harus dibawa kepada mahluk yang pertama di alam semesta ini.
Dengan demikian sepakatlah dua hadist ini " (Syarh Al-Aqidah Ath-Thahawiyyah 2/345)
Berkata Ibnu Hajar Al-'Asqalani rahimahullahu:
فيجمع بينه وبين ما قبله بأن أولية القلم بالنسبة إلى ما عدا الماء والعرش أو بالنسبة إلى ما منه صدر من الكتابة أي أنه قيل له اكتب أول ما خلق
"Maka cara menjamak antara kedua hadist bahwa maksud pertamanya Al-Qalam adalah dibandingkan segala sesuatu selain air dan arsy, atau pertama dibandingkan dengan apa yang dia tulis" (Fathul Bary 6/289).
Berkata Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin :
ظاهر كلام المؤلف : الميل إلى أن القلم أول مخلوقات الله ، ولكن الصحيح خلافه ، وأن القلم ليس أول مخلوقات الله ، لأنه ثبت في " صحيح البخاري " : " كان الله ولم يكن شيء قبله ، وكان عرشه على الماء ، ثم خلق السماوات والأرض وكتب في الذكر مقادير كل شيء " ، وهذا واضح في الترتيب ، ولهذا كان الصواب بلا شك أن خلق القلم بعد خلق العرش ، وسبق لنا تخريج الروايتين ، وأنه على الرواية التي ظاهرها أن القلم أول ما خلق تحمل على أنه أول ما خلق بالنسبة لما يتعلق بهذا العالم المشاهد ، فهو قبل خلق السماوات والأرض ، فتكون أوليته نسبية .
" Yang nampak dari ucapan penulis (Syeikh Muhammad bin Abdulwahhab) bahwa beliau condong kepada pendapat yang mengatakan bahwa Al-Qalam adalah mahluk Allah yang pertama, akan tetapi yang shahih justru sebaliknya, bahwasanya Al-Qalam bukanlah mahluk Allah yang pertama, karena telah datang riwayat di dalam Shahih Al-Bukhary : "Allah ada dan tidak ada sesuatupun sebelumNya, dan ArsyNya di atas air, kemudian Allah menciptakan langit dan bumi, dan menulis di Adz-Dzikr (Al-Lauhil Mahfuzh) taqdir segala sesuatu"
Hadist ini jelas urutannya, oleh karena itu yang benar dan tidak diragukan lagi bahwa penciptaan Al-Qalam setelah penciptan Al-Arsy, dan telah berlalu takhrij dua riwayat hadist ini, dan riwayat yang nampaknya menunjukkan bahwa Al-Qalam adalah mahluk yang pertama dibawa kepada makna lain, yaitu bahwa dia adalah mahluk yang lebih awal dibandingkan segala yang berkaitan dengan alam semesta yang terlihat ini, maka penciptaan Al-Qalam adalah sebelum penciptaan langit dan bumi, jadi pertamanya Al-Qalam dalam hadist ini nisbi (relatif)" (Al-Qaulul Mufid 3/195)

Kesimpulan yang bisa kita ambil dari hadist-hadist dan ucapan para ulama di atas bahwa Al-Arsy dan air lebih dahulu diciptakan daripada Al-Qalam, namun bukan berarti maknanya Al-Arsy adalah mahluk yang pertama kali Allah ciptakan secara mutlak, karena yang demikian butuh dalil yang jelas dan shahih. (Lihat lebih jelasnya perkataan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu' Al-Fatawa 18/217).
Wallahu a'lam.


Abdullah Roy

Read More......

Sabtu, 20 Agustus 2011

Apakah Boleh Mandi Bersamaan Ketika Jenazah Dimandikan?

Tanya: Assalamualaikum. Ibu mertua saya berpulang, pada saat jenazah sedang dimandikan, anak saya mandi juga dirumah saya bukan di rumah mertua saya karena anak saya tidak tahu, anak saya berumur 9 tahun. Jenazah belum selesai dimandikan tapi anak saya sudah selesai memakai baju dan saya kaget, katanya tidak boleh mandi bersamaan dengan jenazah.Saya mohon penjelasannya, apa yang harus saya lakukan?(Indun)

Jawab:
Wa'alaikumsalam. Ketahuilah bahwa manfaat dan mudharrat ada di tangan Allah semata, tidak boleh kita meyakini sesuatu memberi manfaat atau mudharrat kecuali dengan kabar dari Allah dan RasulNya. Dan kami tidak mengetahui ada dalil yang melarang mandi jika waktunya bersamaan dengan proses pemandian jenazah, bahkan dikhawatirkan ini termasuk bentuk tasya’um (merasa sial terhadap sesuatu) yang dilarang Nabi shallallahu 'alaihiwasallam, jika ada orang yang mandi bersamaan dengan waktu proses pemandian jenazah di rumah yang sama maka orang yang mandi tersebut bisa terkena bahaya atau bahkan bisa ikut mati, jelas ini bentuk tasya’um yang dilarang.Allohu A’lam.


Syahrul Fatwa
Read More......

Sabtu, 13 Agustus 2011

Hukum Mengangkat Tangan Ketika Takbir Pada Shalat Hari Raya

Tanya: Afwan Ustadz, ada beberapa hal yg ingin ana tanyakan sbb:
1.Menurut pendapat yg rajih, takbir pada sholat jenazah dan sholat hari raya (selain takbiratul ihram) apakah dengan mengangkat tangan atau tidak?
2. Apakah yang dibaca diantara takbir pada sholat hari raya menurut pendapat yang rajih? Untuk sementara itu dulu pertanyaan nya Ustadz. (Tony, Pontianak)

Jawab:
Alhamdulillah, washsholaatu wassalaamu 'alaa rosulillah.
1.Sepengetahuan saya tidak ada hadits yang jelas tentang mengangkat tangan pada shalat hari raya. Tetapi saya berpendapat sunnahnya mengangkat tangan ini berdasarkan keumuman hadits;
عَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ الْحَضْرَمِىِّ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَرْفَعُ يَدَيْهِ مَعَ التَّكْبِيرِ.
Dari Wail bin Hujr Al-Hadhromy beliau berkata: Saya melihat Rasululloh shollallohu 'alaihi wasallam mengangkat tangannya bersamaan dengan takbir. (HR.Ahmad, dan dihasankan Syeikh Al-Albany dalam Irwaaul Gholiil no.641)
Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata: “Saya berpendapat bahwa hadits ini meliputi juga takbir pada shalat hari raya”. (Al-Mughni 3/273)
Al-Firyabi meriwayatkan dalam Ahkaamul ‘Idain (2/136) dengan sanad shahih dari Walid bin Muslim, dia berkata: “Saya bertanya kepada Imam Malik bin Anas tentangnya (mengangkat tangan pada takbir tambahan), maka beliau menjawab: “Ya, angkat tanganmu pada setiap takbir dan saya tidak mendengar (satu hadistpun) tentangnya”.
Ibnu Qudamah menguatkan pendapat ini seraya mengatakan: “Inilah pendapat 'Atha’, al-Auza’I, Abu Hanifah, dan Syafi’I”. (Al-Mughni 3/272)
Imam Ibnul Qoyyim rahimahullahu berkata: “Dan adalah Ibnu Umar salah seorang sahabat yang sangat bersemangat mengikuti sunnah mengangkat tangannya pada setiap takbir”. (Zaadul Ma’ad 1/443)
Pendapat mengangkat tangan ini juga dipilih oleh Syaikh Ibnu Baz dan para ulama lainnya. (Lihat Fataawa Al-Lajnah Ad-Daimah 8/32)
Demikian pula halnya untuk shalat jenazah, tidak ada hadits yang jelas tentang mengangkat tangan pada setiap takbir. Maka penjelasan hukumnya sama seperti untuk shalat hari raya. (Lihat Ahkam al-Janaaiz hal.115-116, dan Shohih Fiqhis Sunnah 1/655-656)
Imam an-Nawawi rahimahullahu ketika menjelaskan tata cara shalat jenazah beliau berkata: “Dan disunnahkan untuk mengangkat tangan pada setiap takbir”. (Minhajut Tholibiin hal.152)

2.Tidak ada dalil khusus dari Nabi shollallohu 'alaihi wasallam tentang bacaan di sela-sela takbir. Namun, telah shahih dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu 'anhu bahwa bacaannya adalah pujian kepada Alloh dan shalawat kepada nabi serta do’a. dan ini dibenarkan oleh sahabat Hudzaifah dan Abu Musa al-Asy’ari. (Diriwayatkan Al-Baihaqy (3/291), dan dishahihkan Syeikh Al-Albany dalam tahqiq beliau terhadap kitab Fadhlush sholat 'alaa An-Naby karangan Ismail bin Ishaq Al-Maliky hal. 75).
Imam Baihaqi setelah meriwayatkan atsar ini berkata: "Ucapan Ibnu Mas’ud ini hanya terhenti padanya, dan kami mengikutinya tentang dzikir antara dua takbir, sebab tidak ada pengingkaran dari sahabat lainnya".
Inilah pendapat Imam Ahmad bin Hanbal dan Syafi’I. (Lihat al-Mughni 3/274).
Allohu A’lam.


Syahrul Fatwa Read More......

Minggu, 07 Agustus 2011

Hadist: "Setiap orang yang berbicara dengan bahasa arab maka dia araby (orang arab)"

Tanya: Saya mau tanya, apa benar ada hadist yang berbunyi seperti ini : " Sesungguhnya orang arab adalah yang berbicara bahasa arab ". Mohon bantuannya. syukron.

Jawab: Alhamdulillah, washshalatu wassalamu 'alaa rasulillah wa 'alaa 'aalihi washahbihi ajmain.
Memang disana ada hadist yang maknanya seperti yang antum sebutkan, lafadznya:
يا أيها الناس إن الرب واحد والأب واحد وليست العربية بأحدكم من أب ولا أم وإنما هي اللسان فمن تكلم بالعربية فهو عربي
Artinya: Wahai manusia, sesungguhnya Rabb kita adalah satu, bapak kita adalah satu, bukanlah (kebangsaan) arab itu karena bapak atau ibu (keturunan), tapi dia adalah sebuah bahasa, barangsiapa yang berbicara dengan bahasa arab maka dia adalah araby (orang arab).
Hadist ini diriwayatkan oleh Ibnu 'Asaakir dalam Taarikh Dimasyq (24/225), kemudian beliau berkata:
هذا حديث مرسل وهو مع إرساله غريب تفرد به أبو بكر سلمى بن عبد الله الهذلي البصري ولم يروه عنه إلا قرة
"Ini adalah hadist mursal, selain itu hadist ini gharib, karena Abu Bakr Sulma bin Abdillah Al-Hudzaly Al-Bashry telah menyendiri dalam meriwayatkannya, dan tidak meriwayatkan darinya kecuali Qurrah"

Syeikh al-Albany berkata: "Hadist ini lemah sekali, Abu Bakr Al-Hudzaly matruk (ditinggalkan), sebagaimana dikatakan oleh Ad-Daruquthny dan An-Nasa'iy dan selainnya, dan didustakan oleh Gundar" (Silsilah Al-Ahaadiits Adh-Dha'iifah 2/325)

Meskipun demikian tapi makna hadist ini tidak jauh dari kebenaran, dia benar dalam beberapa segi, sebagaimana dikatakan Syeikhul Islam dalam Iqtidha Ash-Shirathil Mustaqiim (hal:169)
Wallahu a'lam.


Abdullah Roy Read More......

Apakah Orang Yang Bunuh Diri Dishalatkan?

Tanya: Saya mau bertanya, apakah orang yang meninggal karena bunuh diri wajib disolatkan? Karena Nabi shallallahu 'alaihiwasallam kan pernah tidak bersedia menyolatkan sahabatnya yang meninggal karena masih punya hutang dan baru bersedia menyolatkan jenazah tersebut setelah hutang tersebut dibayar oleh sahabat yang lain.
(P.G Budi)

Jawab:
Alhamdulillah, washshalaatu wassalaamu 'alaa rasulillah.
Tidak kita ragukan lagi bahwa bunuh diri termasuk dosa besar. Alloh ta'aalaa berfirman:
وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا (29) [النساء/29]
Artinya: Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS.an-Nisaa: 29).
Rasululloh shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
وَمَنْ تَحَسَّى سَمًّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ ، فَسَمُّهُ فِى يَدِهِ ، يَتَحَسَّاهُ فِى نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا
Artinya: Barangsiapa minum racun lalu mati, maka racunnya akan berada di tangannya, dia akan meneguknya pada hari kiamat di neraka jahannam dan dia kekal selama-lamanya. (HR.Bukhari: 5778, Muslim: 109)

Apakah orang yang bunuh diri boleh dishalatkan?
Para ulama berselisih pendapat dalam masalah ini hingga terpolar menjadi tiga pendapat;
Pertama: Tidak disholatkan
Berdasarkan hadits Jabir bin Samuroh bahwasanya Rasululloh didatangkan seorang jenazah laki-laki yang bunuh diri dengan anak panah, maka Rasululloh tidak menyolatinya. (HR.Muslim: 978)
Inilah pendapat yang dipilih oleh Umar bin Abdil Aziz dan al-Auza’i. (Lihat Syarah Shohih Muslim 7/47)
Kedua: Disholatkan
Inilah pendapat yang dipilih oleh al-Hasan, an-Nakho’I, Qotadah, Malik, Abu Hanifah, Syafi’I dan mayoritas ulama. Mereka menjawab tentang hadits Jabir diatas bahwa apa yang dilakukan Rasululloh shallallahu 'alaihi wa sallam hanya sebagai peringatan untuk manusia agar tidak meniru perbuatan orang yang bunuh diri tersebut, bukan karena haram dishalatkan, oleh karenanya para sahabat pun menyolatkannya.
Hal ini persis dengan kasus orang yang punya hutang yang tidak disholati Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, sebagai peringatan bagi manusia agar jangan menganggap ringan masalah hutang piutang dan tidak meremehkan dalam melunasinya.
Al-Qodhi 'Iyaadh mengatakan: “Pendapat mayoritas ulama adalah menyolati setiap muslim, baik yang mati karena sebab hukuman pidana, dirajam, bunuh diri atau anak zina”. (Syarah Shohih Muslim 7/47)
Ketiga: Hendaknya orang yang terpandang dari kalangan ahli ilmu dan kebaikan tidak menyolatinya
Ini adalah pendapat Malik dalam salah satu riwayat dan selainnya. (Lihat Syarah Shohih Muslim 7/47)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah condong mengikuti pendapat ini dan berkata: “Boleh bagi manusia umum untuk menyolatinya, adapun para pemuka agama yang menjadi panutan, seandainya mereka tidak menyolatinya sebagai peringatan dan pelajaran bagi yang lain sebagaimana yang dilakukan Nabi maka ini adalah benar, Allohu A’lam( Majmu’ Fatawa 24/289)
Pendapat ini dikuatkan juga oleh Syaikh al-Albani dalam Ahkam al-Janaaiz hal.83-84. Allohu A’lam. (Lihat Shohih Fiqhis Sunnah 1/646-647)


Syahrul Fatwa Read More......