Rabu, 29 Juli 2009

Cara Menjaga Dan Menambah Hafalan Al-Quran

Tanya: Asalamu'alaikum ustadz, ana mau nanya bagaimana cara kita untuk menjaga dan menambah hafalan? Karena sulit sekali bagi ana dikarenakan tinggal di daerah perkotaan. sukron JAZAKALLAH KHOIRON. (Ibnu Abdillah, Pontianak)


Jawab:
Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu.
Diantara perkara yang bisa membantu menjaga dan menambah hafalan kita:
1. Berdoa kepada Allah dengan ikhlash dan sungguh-sungguh supaya diberi pertolongan dalam menghafal ayat-ayatNya
2. Hendaknya niat kita ingin mengamalkan apa yang kita hafal
3. Menyisihkan waktu tertentu setiap hari untuk mengulang dan menambah hafalan
4. Hendaknya memiliki guru yang mumpuni untuk setoran hafalan dan muraja'ah
5. Sebisa mungkin menggunakan satu cetakan mushhaf
6. Mengulang-ulang apa yang sudah dihafal sebanyak mungkin
7. Membaca apa yang sudah dihafal di dalam shalat kita
8. Membaca dan memahami tafsir ayat yang sudah kita hafal
9. Menjauhi kemaksiatan
10. Sedikit-sedikit dalam menghafal tetapi rutin.
Wallahu a'lam.
Read More......

Selasa, 28 Juli 2009

Fiqh Shalat (1): Menggerakkan Telunjuk Ketika Tasyahhud

Tanya: Bismillaah, Assalamu'alaikum warahmatullahi wa barakaatuh,
Kaifa haaluk ya Ustadz ? Ana ada pertanyaan seputar masalah fiqh dalam sholat, mohon penjelasannya :
1. Penjelasan tentang menggerakkan jari telunjuk ketika tasyahud.
2. Turun untuk sujud, apakah lutut dulu atau tangan
3. Dan bangkit setelah sujud, apakah harus duduk istirahat dulu.
Mohon penjelasan & beserta pendapat yang rajih.
Semoga bisa menambah khazanah/ referensi seputar permasalahan fiqih.
Wassalamu'alaikum.Jazaakallaahu khairan katsiro. (Abu 'Abdillah)


Jawab:
Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu. Alhamdulillah khair.
Disunnahkan menggerakkan jari telunjuk ketika tasyahhud pada saat berdoa, karena datang di dalam hadits Wa'il bin Hujr radhiyallahu 'anhu:
أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَفَعَ أُصْبُعَهُ فَرَأَيْته يُحَرِّكُهَا يَدْعُو بِهَا
"Bahwasanya beliau shallallahu 'alaihi wa sallam mengangkat jari beliau, maka aku melihat beliau menggerakkannya, seraya berdoa dengannya (HR. Abu Dawud, An-Nasa'I, Ahmad dan dishahihkan Syeikh Al-Albany dalam Al-Irwa' no: 367)).
Ini menunjukkan bahwasanya beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menggerakkan jari telunjuk beliau ketika berdoa saja bukan dari awal tasyahhud, dan gerakan yang dimaksud disini adalah gerakan yang ringan.
Berkata Syeikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullahu:
السنة للمصلي حال التشهد أن يقبض أصابعه كلها أعني أصابع اليمنى ويشير بالسبابة ويحركها عند الدعاء تحريكا خفيفا إشارة للتوحيد وإن شاء قبض الخنصر والبنصر وحلق الإبهام مع الوسطى وأشار بالسبابة كلتا الصفتين صحتا عن النبي صلى الله عليه وسلم
"Yang sesuai dengan sunnah bagi orang yang shalat ketika tasyahhud adalah menggenggam semua jari kanannya dan memberi isyarat dengan jari telunjuknya dan menggerakkannya ketika berdoa dengan gerakan yang ringan sebagai isyarat kepada tauhid, dan kalau dia mau maka bisa menggenggamkan jari kecil dan jari manis kemudian membuat lingkaran antara jempol dengan jari tengah, dan memberi isyarat dengan jari telunjuk, kedua cara ini telah shahih dari nabi shallallahu 'alaihi wa sallam" (Maj'mu Fatawa Syeikh Bin Baz 11/185)
Berkata Syeikh Abdul Muhsin Al-Abbad:
لا أعلم شيئاً يدل على أن الإنسان يحركها باستمرار، وإنما يحركها ويدعو بها، أي: عندما يأتي الدعاء: اللهم.. اللهم.. يحركها.
"Saya tidak tahu dalil yang menunjukkan bahwa seseorang menggerakkan jari telunjuk secara terus menerus, akan tetapi menggerakannya dan berdoa dengannya, yaitu: ketika melewati doa (Allahumma…Allahumma) menggerakkannya" (Jawaban dari pertanyaan yang diajukan kepada beliau ketika mensyarh Sunan Abi Dawud, setelah Bab fil Hadab dari Kitab Al-Libas)


Adapun isyarat dengan jari dan mengangkatnya serta mengarahkannya ke arah qiblat, maka pendapat yang kuat ini dilakukan dari awal tasyahhud karena dhahir hadist-hadist menunjukkan demikian.
Diantara hadist yang menunjukkan disyari'atkannya isyarat dari awal tasyahhud adalah hadist Abdullah bin Az-Zubair radhiyallahu 'anhuma:
... وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى رُكْبَتِهِ الْيُسْرَى وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ
"Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam meletakkan tangan kiri di atas lutut kiri dan tangan kanan di atas paha kanan, dan memberi isyarat dengan jari telunjuknya" (HR. Muslim)
Dari Nafi' beliau berkata:
كَانَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ إِذَا جَلَسَ فِى الصَّلاَةِ وَضَعَ يَدَيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ وَأَتْبَعَهَا بَصَرَهُ ثُمَّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لَهِىَ أَشَدُّ عَلَى الشَّيْطَانِ مِنَ الْحَدِيدِ ». يَعْنِى السَّبَّابَةَ
Abdullah bin 'Umar apabila duduk di dalam shalat meletakkan kedua tangannya di atas kedua lututnya dan memberi isyarat dengan jarinya, dan menjadikan pandangannya mengikuti jari tersebut, kemudian beliau berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Ini lebih keras bagi syetan dari pada besi, yaitu jari telunjuk" (HR ِAhmad, dan dihasankan Syeikh Al-Albany)
Dan dalam hadist yang lain:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّهُ رَأَى رَجُلًا يُحَرِّكُ الْحَصَى بِيَدِهِ وَهُوَ فِي الصَّلَاةِ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ لَهُ عَبْدُ اللَّهِ لَا تُحَرِّكْ الْحَصَى وَأَنْتَ فِي الصَّلَاةِ فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَلَكِنْ اصْنَعْ كَمَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُ قَالَ وَكَيْفَ كَانَ يَصْنَعُ قَالَ فَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَأَشَارَ بِأُصْبُعِهِ الَّتِي تَلِي الْإِبْهَامَ فِي الْقِبْلَةِ وَرَمَى بِبَصَرِهِ إِلَيْهَا أَوْ نَحْوِهَا ثُمَّ قَالَ هَكَذَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُ
Dari Abdullah bin Umar bahwasanya beliau melihat seorang laki-laki menggerakan kerikil ketika shalat, ketika dia selesai shalat maka Abdullah berkata: Jangan engkau menggerakkan kerikil sedangakan engkau shalat, karena itu dari syetan. Akan tetapi lakukan sebagaimana yang telah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lakukan. Maka beliau meletakkan tangan kanannya di atas pahanya dan mengisyaratkan dengan jari disamping jempol (yaitu jari telunjuk) ke arah qiblat, kemudian memandangnya, seraya berkata: Demikianlah aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan. (HR. An-Nasa'I dan dishahihkan Syeikh Al-Albany)
Berkata Al-Mubarakfury:
ظَاهِرُ الْأَحَادِيثِ يَدُلُّ عَلَى الْإِشَارَةِ مِنْ اِبْتِدَاءِ الْجُلُوسِ
"Dhahir hadist-hadist menunjukkan bahwa isyarat dilakukan semenjak awal duduk" (Tuhfatul Ahwadzy 2/185, Darul Fikr).
Wallahu a'lam.
Read More......

Fiqh Shalat (3): Disyari'atkannya Duduk Istirahat

Tanya: Bismillaah, Assalamu'alaikum warahmatullahi wa barakaatuh,
Kaifa haaluk ya Ustadz ? Ana ada pertanyaan seputar masalah fiqh dalam sholat, mohon penjelasannya :
1. Penjelasan tentang menggerakkan jari telunjuk ketika tasyahud.
2. Turun untuk sujud, apakah lutut dulu atau tangan
3. Dan bangkit setelah sujud, apakah harus duduk istirahat dulu.
Mohon penjelasan & beserta pendapat yang rajih.
Semoga bisa menambah khazanah/ referensi seputar permasalahan fiqih.
Wassalamu'alaikum.Jazaakallaahu khairan katsiro. (Abu 'Abdillah)


Jawab:
Pendapat yang kuat –wallahu a'lam- adalah dianjurkan untuk melakukan duduk istirahat ketika bangkit dari sujud kedua, untuk memasuki rekaat kedua dan keempat.
Diantara dalilnya adalah hadist Malik bin Al-Huwairits:
أنه رأى النبي صلى الله عليه و سلم يصلي فإذا كان في وتر من صلاته لم ينهض حتى يستوي قاعدا
"Bahwasanya beliau melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam shalat, apabila beliau selesai dari rakaat ganjil (satu dan tiga) maka beliau tidak bangkit sampai duduk dengan tenang" (HR. Al-Bukhary)
Berkata Asy-Syaukany:
الحديث فيه مشروعية جلسة الاستراحة وهي بعد الفراغ من السجدة الثانية وقبل النهوض إلى الركعة الثانية والرابعة .
"Di dalam hadist ini ada dalil disyari'atkannya duduk istirahat , yaitu duduk setelah sujud kedua sebelum bangkit ke rakaat kedua dan keempat" (Nailul Authar 2/48 , Dar Al-Kalim Ath-Thayyib )

Dan tidak kita katakan bahwasanya beliau shallallahu 'alaihi wa sallam melakukannya karena sudah tua atau sakit, karena jika demikian halnya berarti para sahabat tidak bisa membedakan mana yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam karena ibadah atau karena keperluan. (Tamamul Minnah hal:212 )
Adapun hadist-hadist lain yang menyebutkan sifat shalat nabi akan tetapi tidak menyebutkan duduk istirahat, seperti hadist orang yang jelek shalatnya, maka ini menunjukkan bahwa duduk istirahat ini tidak wajib.
Dan ini adalah pendapat masyhur madzhab Asy-Syafi'iyyah, sebagian dari ahli hadist, dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad (Lihat Al-Majmu', An-Nawawy 3/421, Maktabatul Irsyad).
Berkata Syeikh Abdul Aziz bin Baz:
جلسة الاستراحة مستحبة للإمام والمأموم والمنفرد , وهي من جنس الجلسة بين السجدتين , وهي جلسة خفيفة لا يشرع فيها ذكر ولا دعاء ومن تركها فلا حرج. والأحاديث فيها ثابتة عن النبي صلى الله عليه وسلم من حديث مالك بن الحويرث ومن حديث أبي حميد الساعدي , وجماعة من الصحابة رضي الله عنهم
"Duduk istirahat adalah mustahab (dianjurkan) bagi imam, ma'mum, maupun yang shalat sendiri. Dan duduknya sejenis dengan duduk diantara dua sujud, duduknya ringan (sebentar) tidak disyari'atkan dzikir dan doa di dalamnya. Barangsiapa meninggalkannya maka tidak mengapa. Hadist-hadistnya telah tetap dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dari hadist Malik bin Al-Huwairits, dan dari Abu Humaid As-Sa'idy, dan beberapa orang sahabat radhiyallahu 'anhum" (Majmu' Fatawa Syeikh Abdul Aziz bin Baz 11/99).
Wallahu a'lam.
Read More......

Senin, 27 Juli 2009

Menunda Haji Karena Istri Belum Mampu

Tanya: Assalamu’alaikum, Barakallahufikum Ustadz. Ana rencana mau berhaji, tetapi uang ana baru cukup untuk ana sendiri, sedangkan istri ana juga ingin ikut, apakah sebaiknya ana menabung dulu menunggu uang ana cukup untuk berdua istri ataukah sekarang aja pergi haji sendiri? Tetapi jika untuk pergi UMROH bisa cukup untuk berdua mohon nasehat mana yang lebih baik? Wassalamualaikum. (Abu Panji)


Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu. Wa fiikum barakallahu.
Menurut pendapat yang kuat bahwa kewajiban haji harus segera ditunaikan bagi yang mampu. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
تَعَجَّلُوا إِلَى الْحَجِّ - يَعْنِي : الْفَرِيضَةَ - فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لاَ يَدْرِي مَا يَعْرِضُ لَهُ
"Bersegeralah kalian berhaji-yaitu haji yang wajib-karena salah seorang diantara kalian tidak tahu apa yang akan menimpanya" (HR.Ahmad, dan dihasankan oleh Syeikh Al-Albany di Al-Irwa' no: 990)
Oleh karenanya kalau antum mampu maka hendaknya segera melakukan ibadah haji dan jangan menunda-nunda. Dan bukan termasuk kewajiban suami membiayai haji atau umrah istri.
Seandainya nanti diberi kemudahan oleh Allah untuk berhaji menemani istri atau istri berhaji bersama mahramnya yang lain maka alhamdulillah. Kalau tidak maka Allah tidak membebani kecuali sesuai dengan kemampuan kita.
Wallahu a'lam.
Read More......

Menyimpan Al-Quran Di Dalam Handphone (HP)

Tanya: Assalamualaikum,moga dalam baik,langsung saja, ustadz bagaimana hukumnya al quran yang ada di HP?(Baik itu berupa gambar,tulisan maupun suara)?jazakumullähu khairan (Bapa)


Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wa barakatuhu. Saya tidak mengetahui dalil atau alasan yang melarang menyimpan Al-Quran di dalam handphone. Menurut saya sama hukumnya dengan menyimpannya di dalam komputer.
Dan yang saya simpulkan dari fatwa Syeikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan adalah membolehkan menyimpan mushhaf Al-Quran di dalam HP dan membaca darinya.(Fatwa beliau bisa di dengar disini: http://www.alfawzan.ws/AlFawzan/FatawaSearch/tabid/70/Default.aspx?PageID=5321 )
Hanya yang perlu diperhatikan, jangan menggunakan Al-Quran sebagai nada dering karena Al-Quran tidak diturunkan untuk yang demikian, dan ini bukan termasuk memuliakan syiar-syiar Allah.
Berkata Syeikh Shalih bin Fauzan:
لا يجوز استعمال الأذكار ولا سيما القرآن الكريم في الجوالات بدلاً عن المنبِّه الذي يتحرّك عند المكالمة ، فيضع منبّهًا ليس فيه نغمة موسيقى ، وإنما هو منبِّه عادي ، كمنبِّه الساعة مثلاً ، أو الجرس الخفيف ، وأما وضع الأذكار والقرآن والأذان محلّ ذلك ، فهذا مِن التنطّع ، ومِن الاستهانة بالقرآن وبهذه الأذكار
"Tidak boleh menggunakan dzikir-dzikir, khususnya Al-Quran Al-Karim di dalam handphone sebagai ganti dari nada dering yang muncul ketika ada yang mau berbicara. Hendaknya memasang nada dering biasa, yang tidak ada musiknya, seperti nada dering jam, atau suara lonceng yang ringan. Adapun menggunakan dzikir , Al-Quran, dan adzan maka ini termasuk berlebih-lebihan dan termasuk penghinaan terhadap Al-Quran dan dzikir-dzikir tersebut. (Fatwa beliau bisa di dengar disini: http://www.alfawzan.ws/AlFawzan/sounds/00057-03.ra)
Demikian pula ketika memasuki kamar kecil /WC hendaknya program mushhaf Al-Qurannya dimatikan baik suara maupun tulisan.
Berkata Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ketika ditanya tentang membawa kaset murattal ke dalam kamar kecil:
لا بأس أن يدخل الحمام ومعه شريط سجل عليه شيء من القرآن؛ وذلك لأن الحروف لا تظهر على هذا الشريط، ولا يبين إلا الصوت إذا مر الشريط على الجهاز الذي يظهر به الصوت، فلا حرج أن يكون مع الإنسان أشرطة فيها قرآن، أو حديث، أو غيره؛ ويدخل بها الخلاء. ......
"Tidak mengapa masuk ke dalam kamar kecil dengan membawa kaset yang terekam sebagian Al-Quran di dalamnya, yang demikian karena huruf-hurufnya tidak nampak di kaset, demikian pula suaranya tidak muncul kecuali kalau memakai alat yang memunculkan suara. Maka tidak mengapa seseorang membawa kaset yang di dalamnya ada Al-Quran, atau hadist, atau selainnya, ke dalam kamar kecil" (Liqa' Bab Al-Maftuh )
Wallahu a'lam.
Read More......

Sabtu, 25 Juli 2009

Sa'i Setelah Thawaf Wada'

Tanya: Bismillah, ustadz. apakah dalam tata cara haji tammatu setelah melaksanakan thawaf wada langsung disambung dengan sai ? Dikarenakan ada KBIH ( kelompok bimbingan ibadah haji) di kota saya yang melaksanakan seperti itu. Apakah ada dalilnya ? Jazakallah khairan. (Endang)



Jawab:
Sa'I hanya ada 2 macam: sa'I haji dan sa'I umrah, dan tidak ada yang ketiga. Allah ta'ala berfirman:
)إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْراً فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ) (البقرة:158)
Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sai di antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui. (QS. 2:158)
Berkata Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin:
لا يجوز التطوع بالسعي ، لأن السعي إنما يُشرع في النُّسك ، الحج والعمرة
"Tidak boleh mengamalkan amalan sa'I yang tathawwu' (bersifat dianjurkan) , karena sa'I hanya disyari'atkan ketika haji dan umrah" (Fatawa Arkanil Islam hal:540-541).
Dan orang yang berhaji tamattu' maka dia melakukan kedua jenis sa'I ini.
Dalilnya hadist Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhary di dalam shahihnya secara mu'allaq majzum bihi :
عن ابن عباس رضي الله عنهما أنه سئل عن متعة الحج، فقال: أهل المهاجرون والأنصار وأزواج النبي صلى الله عليه وسلم في حجة الوداع وأهللنا، فلما قدمنا مكة قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: اجعلوا إهلالكم بالحج عمرة إلا من قلد الهدي، فطفنا بالبيت وبالصفا والمروة، وأتينا النساء ولبسنا الثياب وقال: من قلد الهدي، فإنه لا يحل حتى يبلغ الهدى محله، ثم أُمرنا عشية التروية أن نهل بالحج، فإذا فرغنا من المناسك جئنا فطفنا بالبيت وبالصفا والمروة
"Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma bahwasanya beliau ditanya tentang haji tamattu', maka beliau berkata: Orang-orang Muhajirin dan Anshar serta para istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah berniat haji pada waktu haji wada', demikian pula kami. Ketika sampai Mekah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Jadikanlah niat haji kalian niat umrah, kecuali orang yang membawa sembelihan. Maka kami thawaf di ka'bah dan sai di shafa dan marwah kemudian mendatangi istri kami dan memakai pakaian. Kemudian beliau berkata: Barangsiapa yang membawa sembelihan maka tidak boleh tahallul sampai waktu penyembelihan (yaitu tanggal 1o dzulhijjah).Kemudian kami pada hari tarwiyyah (tanggal 8 dzulhijjah) kami diperintah untuk niat haji, dan ketika kami sudah menyelesaikan manasik, kamipun thawaf di ka'bah dan sa'I di shafa dan marwah"
Adapun sa'I khusus setelah thawaf wada' maka ini tidak ada dalilnya.
Berkata Syeikh Abdul Aziz bin Baz:
فإن كان في خارج مكة كأهل جدة وأهل الطائف والمدينة وأشباههم فليس له النفير حتى يودع البيت بطواف سبعة أشواط حول الكعبة فقط ليس فيه سعي ؛ لأن الوداع ليس فيه سعي بل طواف فقط
"Apabila dia berasal dari luar Mekah, seperti penduduk Jeddah, Thaif, Madinah dan yang semisalnya maka mereka tidak boleh pergi kecuali setelah thawaf wada' 7 kali putaran, tanpa sa'I, karena thawaf wada' tidak ada sa'I, akan tetapi hanya thawaf saja" (Majmu' Fatawa Syeikh Abdul Aziz bin Baz 17/398).
Kecuali kalau mereka mengakhirkan thawaf ifadhah sampai mau pulang dan menggabungkannya dengan thawaf wada' kemudian melakukan sa'I haji setelahnya maka tidak mengapa, dan tidak harus thawaf wada' kembali.
Berkata Lajnah Daimah:
إذا لم يطف الحاج طواف الإفاضة إلا عند انصرافه من مكة ، واكتفى به عن طواف الوداع كفاه حتى لو وقع بعده سعي، كما لو كان متمتعا، وإن طاف طوافا ثانيا للوداع فذلك خير وأفضل.
"Apabila orang yang berhaji belum thawaf ifadhah kecuali ketika mau meninggalkan Mekah, dan mencukupkan dengannya tanpa thawaf wada' maka itu sudah cukup meskipun setelah itu melakukan sa'I (haji), seperti orang yang tamattu'. Namun apabila dia thawaf wada' setelah itu maka itu lebih baik dan lebih utama." (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah 11/300-301)
Wallahu a'lam.
Read More......

Jumat, 24 Juli 2009

Fiqh Shalat (2): Meletakkan Telapak Tangan Dahulu Ketika Sujud

Tanya: Bismillaah, Assalamu'alaikum warahmatullahi wa barakaatuh,
Kaifa haaluk ya Ustadz ? Ana ada pertanyaan seputar masalah fiqh dalam sholat, mohon penjelasannya :
1. Penjelasan tentang menggerakkan jari telunjuk ketika tasyahud.
2. Turun untuk sujud, apakah lutut dulu atau tangan
3. Dan bangkit setelah sujud, apakah harus duduk istirahat dulu.
Mohon penjelasan & beserta pendapat yang rajih.
Semoga bisa menambah khazanah/ referensi seputar permasalahan fiqih.
Wassalamu'alaikum.Jazaakallaahu khairan katsiro. (Abu 'Abdillah)


Jawab:
Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu.
Para ulama bersepakat bahwa kedua cara untuk turun sujud, mendahulukan kedua lutut atas kedua telapak tangan atau sebaliknya adalah diperbolehkan. Namun mereka berbeda pendapat dalam masalah afdhaliyyah (mana yang lebih utama).
Berkata Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah:
أما الصلاة بكليهما فجائزة بإتفاق العلماء إن شاء المصلى يضع ركبتيه قبل يديه وإن شاء وضع يديه ثم ركبتيه وصلاته صحيحة فى الحالتين بإتفاق العلماء ولكن تنازعوا فى الأفضل
"Adapun shalat dengan kedua cara tersebut maka diperbolehkan dengan kesepakatan ulama, kalau dia mau maka meletakkan kedua lutut sebelum kedua telapak tangan, dan kalau mau maka meletakkan kedua telapak tangan sebelum kedua lutur, dan shalatnya sah pada kedua keadaan dengan kesepakatan para ulama. Hanya saja mereka berselisih pendapat tentang yang afdhal" (Majmu' Al-Fatawa 22/449).
Dan yang lebih utama wallahu a'lam adalah mendahulukan tangan dari pada lutut. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إذا سجد أحدكم فلا يبرك كما يبرك البعير وليضع يديه قبل ركبتيه
"Apabila salah seorang sujud maka janganlah dia menderum seperti menderumnya unta, dan hendaklah dia meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lututnya" (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzy, dan An-Nasa'I, sanadnya dibaguskan oleh An-Nawawy di Al-Majmu' 3/396, dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albany di Al-Irwa 2/78)
Para ahli bahasa menyebutkan bahwa rukbah ( lutut) unta berada di tangannya, Adapun sendi yang berada belakang itu dinamakan 'urqub (عرقوب). (Lihat Al-Ain 5/362, Lisanul Arab 3/ 1715, Tahdzibullughah 10/216, Al-Muhkam wal Muhith Al-A'dzom 7/15)

Dalam hadist ini Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang kita turun untuk sujud seperti unta yang mau menderum. Yang demikian karena unta menderum dengan bertumpu pada kedua lututnya yang berada di kedua tangannya. Kemudian beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh kita untuk meletakkan kedua telapak tangan dahulu sebelum kedua lutut.
Berkata Ath-Thahawy:
وَذَلِكَ أَنَّ الْبَعِيرَ رُكْبَتَاهُ فِي يَدَيْهِ ، وَكَذَلِكَ كُلُّ ذِي أَرْبَعٍ مِنْ الْحَيَوَانِ وَبَنُو آدَمَ بِخِلَافِ ذَلِكَ ؛ لِأَنَّ رُكَبَهُمْ فِي أَرْجُلِهِمْ لَا فِي أَيْدِيهِمْ فَنَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي هَذَا الْحَدِيثِ الْمُصَلِّيَ أَنْ يَخِرَّ عَلَى رُكْبَتَيْهِ اللَّتَيْنِ فِي رِجْلَيْهِ كَمَا يَخِرُّ الْبَعِيرُ عَلَى رُكْبَتَيْهِ اللَّتَيْنِ فِي يَدَيْهِ ، وَلَكِنْ يَخِرُّ لِسُجُودِهِ عَلَى خِلَافِ ذَلِكَ فَيَخِرُّ عَلَى يَدَيْهِ اللَّتَيْنِ لَيْسَ فِيهِمَا رُكْبَتَاهُ بِخِلَافِ مَا يَخِرُّ الْبَعِيرُ عَلَى يَدَيْهِ اللَّتَيْنِ فِيهِمَا رُكْبَتَاهُ
"Dan yang demikian itu karena kedua lutut unta ada di kedua tangannya (kaki depan), demikian pula semua hewan yang memiliki 4 kaki. Sedangkan anak Adam sebaliknya, lutut-lutut mereka ada di kaki, bukan di tangan. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang orang yang shalat –di dalam hadist ini- dari turun sujud dengan bertumpu pada kedua lutut yang ada di kakinya seperti unta yang mau turun menderum dengan bertumpu pada kedua lutut yang ada di kedua tangannya. Akan tetapi hendaknya turun sujud bukan dengan cara seperti itu, yaitu hendaknya turun sujud dengan bertumpu pada kedua tangan, dimana kedua tangan (manusia) tidak ada lututnya. Ini berbeda dengan unta , dimana dia turun dengan bertumpu pada kedua tangan yang ada lututnya " (Syarh Musykil Al-Atsar 1/169, Mu'assatur Risalah )

Dari Abdullah bin Umar bahwasanya beliau meletakkan kedua telapak tangannya sebelum kedua lututnya, kemudian beliau berkata:
كان النبي صلى الله عليه وسلم يفعل ذلك
"Dahulu nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melakukannya" (Dikeluarkan oleh Ath-Thahawy dalam Syarh Ma'ani Al-Atsar, Ad-Daruquthny, Al-Hakim (beliau menshahihkannya dan disetujui oleh Adz-Dzahaby), dan dishahihkan Syeikh Al-Albany di Al-Irwa' 2/77).
Wallahu a'lam.
Read More......

Kamis, 23 Juli 2009

Apakah Istri Paman Adalah Mahram?

Tanya: Assalamu'alaikum ustadz, ana mau bertanya masalah mahrom. Telah dijelaskan dalam Al Qu'ran siapa saja yg termasuk mahrom. Yang menjadi pertanyaan ana, apakah ana (dalam kasus ini kedudukan sebagai lelaki) memiliki paman (baik dari ayah atau ibu) kemudian paman tersebut menikah (bibi), bibi menjadi mahrom? Berdasarkan Al Qu'ran bibi (dari pernikahan paman) tidak disebutkan sebagai mahrom, berarti bibi dlm kondisi tersebut bukan mahrom? Karena yang disebutkan mahrom yaitu bibi dari saudara ibu atau ayah secara langsung bukan akibat pernikahan dengan paman. Mohon penjelasannya ustadz, biar yakin dan tidak salah. Jazakallahu khoiron (Ummu Aufa)


Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Seorang wanita tidak menjadi mahram bagi kita hanya sekedar dinikahi oleh paman (baik dari ayah atau ibu), karena yang demikian tidak ada dalilnya. Adapun saudara perempuan ayah atau ibu maka termasuk mahram sebagaimana disebutkan di dalam surat An-Nisa: 23.
Berkata Al-Lajnah Ad-Daimah:
زوجة العم وزوجة الخال ليستا محارم لابن الأخ والأخت
"Istri paman dari ayah dan paman dari ibu keduanya bukan termasuk mahram bagi anak laki dari saudara laki-laki maupun saudara wanita" (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah 17/433)
Wallahu a'lam.
Read More......

Senin, 20 Juli 2009

Berwudhu Dan Mandi Dengan Air Hangat

Tanya: Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.
Ustadz, ana mau tanya, bolehkah seseorang berwudhu menggunakan air hangat? Apakah sah wudhunya? Begitu juga karena seseorang itu sakit sehingga harus mandi dengan air hangat/dokter tidak menyarankan dengan air dingin, bolehkah mandi besar menggunakan air hangat? Sahkah mandi besarnya? Berikut dalilnya ya Ustadz. Jazakallahu khairan. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu. (Desri Wardani, Yogyakarta).


Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu.
Boleh bagi seseorang berwudhu atau mandi dengan air yang dihangatkan dan wudhunya sah karena tidak ada dalil shahih yang melarangnya. Bahkan datang atsar-atsar dari para salaf yang menunjukkan bolehnya berwudhu dan mandi dengan air yang dihangatkan.
Dari Aslam Al-Qurasyiy Al-'Adawy, Maula Umar bin Al-Khaththab bahwasanya Umar dahulu mandi dari air yang dihangatkan. (Dikeluarkan oleh Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf 1/174 no: 675, dan sanadnya dishahihkan Ibnu Hajar dalam Fathul Bary 1/299)
Berkata Nafi':
كان ابن عمر يتوضأ بالحميم
"Dahulu Ibnu Umar berwudhu dengan air yang dihangatkan" (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah di Al-Mushannaf 1/47 no: 257, dan Abdurrazzaq di dalam Al-Mushannaf 1/175 no: 676 dan sanadnya dishahihkan Syeikh Al-Albany di Irwaul Ghalil no: 17)
Ibnu Abbas juga berfatwa tidak mengapa berwudhu dan mandi dengan air yang dihangatkan. (Dikeluarkan oleh Abdurrazzaq di dalam Al-Mushannaf 1/175)
Berkata Ibnu Hajar:
وأما مسألة التطهر بالماء المسخن فاتفقوا على جوازه الا ما نقل عن مجاهد
"Adapun masalah bersuci dengan air yang dihangatkan maka mereka (para ulama) bersepakat atas kebolehannya kecuali apa yang dinukil dari Mujahid" (Fathul bary 1/299)
Wallahu a'lam.
Read More......

Wanita Mengantar Jenazah

Tanya: Apakah wanita boleh antar jenazah apa ada dalil hadist yang melarangnya mohon di jawab segera karena mendesak sukron ustadz (Aviv Abdul Wahhab)


Jawab:
Pendapat yang rajih adalah yang mengatakan bahwa mengantar jenazah bagi wanita adalah makruh.
Dalilnya hadist Ummu 'Athiyyah:
نهينا عن اتباع الجنائز ولم يعزم علينا
"Kami dilarang untuk mengantar jenazah dan beliau tidak menguatkannya atas kami" (HR. Al-Bukhary dan Muslim)
Berkata Ibnu Hajar:
قوله ولم يعزم علينا أي ولم يؤكد علينا في المنع كما أكد علينا في غيره من المنهيات فكأنها قالت كره لنا أتباع الجنائز من غير تحريم
"Ucapan beliau (Ummu 'Athiyyah): (dan tidak menguatkan atas kami) maksudnya adalah tidak menegaskan larangan sebagaimana beliau tegaskan pada larangan-larangan yang lain, sepertinya beliau (Ummu 'Athiyyah) berkata: Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam membenci mengantar jenazah bagi wanita tanpa mengharamkan" (Fathul Bary 3/145)
Berkata Abul Abbas Al-Qurthuby:
أي: لم يحرم علينا، ولم يشدد علينا، وظاهر كلامها أنهن نهين عن ذلك نهي تنزيه وكراهة
"Maksudnya: Tidak mengharamkannya atas kami, dan tidak melarang dengan keras, dan dhahir ucapan beliau bahwasanya para wanita dimakruhkan dari yang demikian " (Al-Mufhim 2/591).
Berkata An-Nawawy:
واما النساء فيكره لهن اتباعها ولا يحرم هذا هو الصواب
"Adapun para wanita maka makruh mengantar jenazah dan tidak diharamkan, dan ini yang benar" (Al-Majmu' 5/236).
Namun bukan berarti kita bermudah-mudahan dalam hal ini karena meskipun larangan itu bersifat makruh kita tetap diperintahkan untuk menjauhinya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
ما نهيتكم عنه فاجتنبوه وما أمرتكم به فافعلوا منه ما استطعتم
"Apa yang aku larang maka hendaklah kalian jauhi dan apa yang aku perintahkan maka hendaknya kalian lakukan semampu kalian " (HR. Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu).
Dan membiasakan diri melakukan hal-hal yang dimakruhkan ditakutkan bisa menjadikan seseorang dengan mudah melakukan yang haram.
Wallahu a'lam.
Read More......

Sabtu, 18 Juli 2009

Membaca Al-Fatihah Setelah Shalat Fardhu

Tanya: Assalamu'alaikum warahmatullah Ustadz, ana sangat penasaran mengapa banyak orang setelah selesai shalat, salah satu bacaannya adalah surat Al-Fatihah, demikian pula ketika awal berdoa atau diakhirnya membaca alfatihah, ana mempunyai dugaan kuat bahwa itu tidak ada tuntunannya sama sekali, cuma masih dugaan, apakah memang ada haditsnya (meskipun lemah atau palsu), atau sama sekali tidak ada dasarnya ? mohon penjelasannya ustadz.Barakallahu fiik. (abu yusuf)


Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wa barakatuh. Wa fiika barakallahu.
Al-Fatihah adalah surat yang paling utama di dalam Al-Quran namun tidak boleh kita mengkhususkan membaca surat ini pada waktu tertentu atau maksud tertentu kecuali yang ada dalilnya.
Dan saya tidak mengetahui dalil yang menunjukkan bahwa surat ini disunnahkan dibaca setelah shalat fardhu. Sampai hadist yang lemah atau palsupun saya belum mendapatkan.
Berkata Syeikh Shalih bin Fauzan:
أمَّا قراءتها أدبار الصَّلوات؛ فلا أعلم له دليلاً من سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم، وإنما الذي ورد هو قراءة آية الكرسي ، و { قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ } ، و { قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ } ، و { قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ }؛ وردت الأحاديث بقراءة هذه السُّور بعد الصَّلوات الخمس، وأمَّا الفاتحة؛ فلا أعلم دليلاً على مشروعيَّة قراءتها بعد الصَّلاة .
"Adapun membacanya (yaitu Al-Fatihah) setelah shalat fardhu maka saya tidak mengetahui dalilnya dari sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Yang ada dalilnya adalah ayat kursy, qul huwallahu ahad, dan qul a'udzu birabbil falaq, dan qul a'udzu birabbinnas. Telah datang hadist-hadist yang menunjukkan disyari'atkannya membaca surat-surat ini setelah shalat lima waktu, adapun Al-Fatihah maka saya tidak mengetahui dalil yang menunjukkan disyariatkannya untuk dibaca setelah shalat" (Al-Muntaqa min Fatawa Al-Fauzan no: 133)
Demikian pula membaca Al-Fatihah sebelum dan setelah berdoa saya tidak mengetahui dalilnya.
Yang disunnahkan sebelum berdoa adalah memuji Allah dan membaca shalawat, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إذا صلى أحدكم فليبدأ بتحميد الله والثناء عليه ثم ليصل على النبي صلى الله عليه و سلم ثم ليدع بعد بما يشاء
"Apabila salah seorang dari kalian berdoa maka hendaklah memulai dengan memuji Allah dan memujaNya, kemudian hendaknya membaca shalawat atas nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian berdoa setelah itu dengan apa yang dia inginkan" (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzy, Dari Fadhalah bin Ubaid dan dishahihkan Syeikh Al-Albany)
Berkata Al-Lajnah Ad-Daimah:
لم يثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه كان يقرأ الفاتحة بعد الدعاء فيما نعلم، فقراءتها بعد الدعاء بدعة.
"Tidak datang dari nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya beliau membaca Al-Fatihah setelah berdoa sebatas pengetahuan kami, oleh karena itu membacanya setelah berdoa adalah bid'ah" (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah 2/528).
Wallahu a'lam.
Read More......

Jumat, 17 Juli 2009

Zakat Harta Untuk Pembangunan Masjid Dan Sekolah

Tanya:Apakah boleh mengeluarkan zakat harta untuk keperluan pembangunan masjid dan madrasah? (Zain)


Jawab:
Allah ta'alaa telah menyebutkan bahwa zakat harta hanya untuk 8 golongan , sebagaimana tersebut di dalam ayat:
(إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ) (التوبة:60)
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para Mu'allaf yang dibujuk hatinya,untuk (memerdekaan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. 9:60)
Kata إنما (sesungguhnya hanya saja) adalah untuk pembatasan, dan pembangunan masjid serta sekolah tidak termasuk dalam 8 golongan tersebut.
Dan tidaklah pembangunan masjid dan madrasah masuk dalam firman Allah: وفي سبيل الله karena yang rajih bahwa (في سبيل الله) di dalam ayat di atas maksudnya adalah jihad dalam arti khusus yaitu jihad (memerangi) orang kafir untuk membeli perlengkapan yang diperlukan untuk perang dll, karena seandainya yang dimaksud adalah semua pintu-pintu kebaikan maka masuk di dalamnya semua golongan, dan pembatasan menjadi tidak ada faidahnya.
Berkata Ibnu Zaid ketika menafsirkan وفي سبيل الله:
الغازي في سبيل الله
"Orang yang berperang di jalan Allah" (Dikeluarkan oleh Ath-Thabary dalam Tafsirnya 14/319)
Berkata Ath-Thabary:
وأما قوله:(وفي سبيل الله)، فإنه يعني: وفي النفقة في نصرة دين الله وطريقه وشريعته التي شرعها لعباده، بقتال أعدائه، وذلك هو غزو الكفار.
"Dan adapun firman Allah: :(وفي سبيل الله) maka maksudnya adalah nafkah dalam menolong agama Allah, jalanNya, dan syari'atNya yang telah Allah syari'atkan untuk hamba-hambaNya, dengan memerangi musuh-musuhNya, dan yang demikian itu adalah peperangan dengan orang-orang kafir" (Tafsir Ath-Thabary 14/319)
Berkata Ibnu Hajar Al-Asqalany:
وأما سورة التوبة الآية 60 وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ فالأكثر على أنه يختص بالغازي غنيا كان أو فقيرا
"Adapun surat Taubat ayat 60 (وفي سبيل الله) maka sebagian besar ulama berpendapat bahwa ini khusus untuk orang yang ikut perang, baik orang kaya maupun miskin" (Fathul Bary 3/59)
Berkata Syeikh Abdul Aziz bin Baz:
الصحيح أن المراد بقوله سبحانه : سورة التوبة الآية 60 وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ عند أهل العلم هم الغزاة والجهاد في سبيل الله ، فلا تصرف في المساجد ولا المدارس عند جمهور أهل العلم . وذهب بعض المتأخرين إلى جواز صرفها في المشاريع الخيرية ، ولكنه قول مرجوح ؛ لأنه يخالف ما دلت عليه الأدلة ، ويخالف ما مضى عليه أهل العلم .
"Yang shahih bahwa yang dimaksud dengan (وفي سبيل الله) dalam surat Taubat ayat 60 menurut para ulama adalah orang-orang yang ikut perang dan jihad di jalan Allah, maka tidak boleh dikeluarkan untuk masjid dan madrasah menurut mayoritas ulama, dan sebagian ulama zaman sekarang membolehkan mengeluarkan zakat untuk kegiatan-kegiatan sosial, akan tetapi ini pendapat yang tidak kuat, karena menyelisihi dalil dan menyelisihi apa yang sudah dilakukan para ulama " (Majmu' Fatawa Syeikh Abdul Aziz bin Baz 14/197)
Al-Lajnah Ad-Daimah juga merajihkan pendapat ini dan mengatakan bahwa ini adalah pendapat mayoritas ahli tafsir, ahli hadist, dan ahli fiqh. Dan mereka menambahkan bahwa kalau tidak ditemukan orang yang berhak mendapat zakat dari 8 golongan tersebut maka boleh dipergunakan untuk pembangunan sarana umum seperti masjid dll. (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah 10/47-48).
Wallahu a'lam.
Read More......

Adzan Dan Talqin Mayit Setelah Penguburan

Tanya: Asalamu'alaikum. Ustadz roy, ana melihat umumnya orang mati lalu di kubur sebelum tanah ditimbunkan ada orang yg melantunkan azan dan talqin seolah mengajari mayat untuk menjawab pertanyaan malaikat nanti, apa ini ada dasar hadist yg sahih? Ana minta keterangan dari ustadz. Terimakasih atas jawaban ustad semoga surga balasannya (Aviv Abdul Wahhab)


Jawab:
Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Wa iyyakum.
Yang disyari'atkan ketika menguburkan mayat adalah mengucapkan: Bismillah wa 'ala millati rasulillah atau bismillah wa 'ala sunnati rasulillah (HR Abu Dawud, At-Tirmidzy, dan Ibnu Majah dari Ibnu 'Umar dan dishahihkan Syeikh Al-Albany)
Dan setelah menguburkan mayit adalah mendoakan dengan ampunan dan penetapan dalam menjawab pertanyaan, sebagaimana dalam hadist, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam jika selesai menguburkan orang beliau berdiri dan mengatakan:
استغفِروا لأخيكم واسألوا له التثبيتَ فإنه الآن يُسْأَل
"Mohonkanlah ampun untuk saudara kalian dan mintalah ketetapan untuknya karena sesungguhnya dia sekarang sedang ditanya" (HR.Abu Dawud, dari 'Utsman bin Affan, dan dishahihkan Syeikh Al-Albany)

Adapun adzan ketika menguburkan mayat maka ini menyelisihi sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan tidak boleh diqiyaskan dengan adzan di telinga bayi yang baru lahir karena adzan ketika itu juga tidak ada dasar yang shahih dan seandainya shahihpun tidak boleh diqiyaskan karena qiyas tidak boleh masuk dalam ibadah.
Berkata Ibnu Hajar Al-Haitamy (wafat tahun 974 H, termasuk ulama Syafi'iyyah)pernah ditanya tentang permasalahan ini maka beliau menjawab:
هو بدعة ومن زعم أنه سنة عند نزول القبر قياسا على ندبهما في المولود إلحاقا لخاتمة الأمر بابتدائه فلم يصب وأي جامع بين الأمرين ومجرد أن ذاك في الابتداء وهذا في الانتهاء لا يقتضي لحوقه به
"Ini adalah bid'ah, dan barangsiapa yang menyangka bahwa ini sunnah ketika selesai menguburkan, dengan mengqiyaskan adzan ketika dia lahir, dan menghubungkan akhir hidupnya dengan awalnya, maka dia telah terjatuh dalam kesalahan, apa yang mengumpulkan kedua perkara ini? kalau hanya karena ini di awal kehidupan dan itu di akhir kehidupan maka ini tidak mengharuskan ini disamakan dengan itu" (Fatawa Al-Fiqhiyyah Al-Kubra 2/24).
Syeikh Al-Albany mengategorikan amalan ini di dalam bid'ah jenazah (lihat Ahkamul Janaiz hal: 217 , maktabatul ma'arif), demikian pula Syeikh bin Baz (lihat Majmu' dan Rasail beliau 10/361). Lihat juga Fatawa Al-lajnah Ad-daimah 9/72.
Pendapat yang ana kuatkan bahwa talqin tidak disyari'atkan kecuali bagi orang yang mau meninggal, adapun setelah meninggal maka tidak disyari'atkan karena tidak ada dalil yang shahih yang menunjukkan tentangnya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لقنوا موتاكم لا إله إلا الله
"Talqinlah (tuntunlah) orang yang mau meninggal (untuk mengucapkan) Laa ilaaha illallah" (HR. Muslim, dari Abu Sa'id Al-Khudry)
Berkata An-Nawawy:
مَعْنَاهُ مَنْ حَضَرَهُ الْمَوْت ، وَالْمُرَاد ذَكِّرُوهُ لَا إِلَه إِلَّا اللَّه لِتَكُونَ آخِر كلامه
"Maknanya: Orang yang sedang didatangi kematian, maksudnya: Ingatkan dia laa ilaaha illallah supaya itu menjadi akhir ucapannya" (Syarh Muslim 6/219)
Beliau shallalllahu 'alaihi wa sallam juga bersabda :
من كان آخر كلامه لا إله إلا الله دخل الجنة
"Barangsiapa yang ucapan terakhirnya "laa ilaaha illallah" maka akan masuk surga " (HR. Abu Dawud, dari Mua'dz bin Jabal, dan dishahihkan Syeikh Al-Albany).
Ketika paman beliau Abu Thalib mau meninggal Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjenguk beliau dan menalqinnya seraya mengatakan:
أي عَمِّ، قل لا إله إلا الله، كلمةً أُحَاجُّ لك بها عند الله
"Wahai pamanku, katakanlah laa ilaaha illallahu, sebuah kalimat yang aku akan berhujjah dengannya untukmu disisi Allah" (Muttafaqun 'alaihi).
Berkata Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin:
تلقين الميت بعد الدفن لم يصح الحديث فيه فيكون من البدع.
"Mentalqin mayit setelah dikubur tidak ada hadist shahih di dalamnya, maka amalan ini termasuk bid'ah" (Asy-Syarh Al-Mumti' 5/364).
Berkata Syeikh Shalih bin Fauzan:
أما بعد خروج الروح فإن الميت لا يلقن لا قبل الدفن ولا بعد الدفن، ولم يرد بذلك سنة صحيحة عن النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ فيما نعلم، وإنما استحب تلقين الميت بعد دفنه جماعة من العلماء، وليس لهم دليل ثابت عن النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ لأن الحديث الوارد في ذلك مطعون في سنده، فعلى هذا يكون التلقين بعد الدفن لا أصل له من سنة الرسول صلى الله عليه وسلم، وإنما قال به بعض العلماء اعتمادًا على حديث غير ثابت .
فالتلقين بعد الدفن لا أصل له في السنة، وإنما التلقين المشروع هو عند الاحتضار، لأنه هو الذي ينفع المحتضر ويعقله المحتضر لأنه مازال على قيد الحياة ويستطيع النطق بهذه الكلمة وهو لا يزال في دار العمل، أما بعد الموت فقد انتهى العمل .
"Adapun setelah keluarnya nyawa maka mayit tidak ditalqin, apakah sebelum dikuburkan atau setelahnya, dan setahu kami tidak ada hadist yang shahih dari nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam permasalahan ini. Hanya saja sebagian ulama menganjurkannya setelah mayit dikubur , namun mereka tidak memiliki dalil yang tetap dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, karena hadist yang mereka jadikan dalil ada pembicaraan dalam sanadnya, oleh karena itu talqin setelah mayit dikuburkan adalah tidak ada asalnya dari sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, hanya sebagian ulama menganjurkan karena berpegang pada hadist yang tidak tetap.
Jadi talqin setelah penguburan tidak ada asalnya di dalam sunnah, dan talqin yang disyariatkan adalah ketika mau meninggal, karena itulah yang bermanfaat bagi orang yang mau meninggal dan bisa dia pahami sebab dia masih hidup dan mampu mengucapkan kalimat ini, dan dia masih di negeri amal, adapun setelah mati maka amal sudah selesai (Al-Muntaqa min Fatawa Al-fauzan no: 131).
Wallahu a'lam.
Read More......

Kamis, 16 Juli 2009

Hadist: Memperbanyak Shalawat Mengikis Kemiskinan

Tanya: Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh. Ustadz ana Abu Muwahid. dari Pontianak. Ustadz ana mau tanya, hadist dari Samurah radhiyallahu anhu berkata bahwa kami pernah berada di sisi Rasulullah bahwa beliau bersabda:"Banyak berdzikir dan bersholawat kepadaku bisa mengikis kemiskinan (Dikeluarkan Abu Nuaim) apakah hadits ini shahih, jika shohih tolong jelaskan maksud hadits ini. Jazakallahu khairan. (Abu Muwahid, Pontianak)


Jawab:
Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu.
Hadits ini telah dikeluarkan Abu Nu'aim di dalam kitab beliau Ma'rifatush Shahabah 3/1413 no: 3572, Darul Wathan, dari Samurah bin Junadah bin Jundub radhiyallahu 'anhu beliau berkata:
كنا عند النبي صلى الله عليه وسلم إذ جاءه رجل فقال : يا رسول الله ، ما أقرب الأعمال إلى الله ؟ قال : « صدق الحديث ، وأداء الأمانة » ، قلت : يا رسول الله ، زدنا قال : « صلاة الليل ، وصوم الهواجر » قلت : يا رسول الله ، زدنا قال : « كثرة الذكر لي والصلاة علي تنفي الفقر » قلت : يا رسول الله ، زدنا قال : « من أم قوما فليخفف ، فإن فيهم الكبير ، والعليل ، والضعيف ، وذا الحاجة »
"Kami sedang di sisi nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika tiba-tiba datang seorang laki-laki seraya berkata: Wahai Rasulullah, apakah amal yang paling mendekatkan kepada Allah? Beliau bersabda: Jujur dalam perkataan dan menunaikan amanat. Aku berkata: Wahai Rasulullah, tambahlah (amalan apa lagi)? Beliau berkata: Shalat malam, dan puasa ketika sedang musim panas. Aku berkata: Wahai Rasulullah, tambahlah (amalan apa lagi)? Beliau berkata: Memperbanyak ingat kepadaku dan shalawat atasku akan menghilangkan/menghindarkan kefakiran. Aku berkata: Wahai Rasulullah, tambahlah (amalan apa lagi)? Beliau berkata: Barangsiapa yang mengimami sebuah kaum maka hendaknya meringankan, karena diantara mereka ada orang tua, orang sakit, orang lemah, dan orang yang sedang ada keperluan"
Sanad hadist ini dhaif karena 2 hal:
1. Ada rawi bernama Muhammad bin Al-Hasan bin Sama'ah, berkata Ad-Daruquthny: Laisa hadza bil qawiyy, dha'if (Orang ini tidak kuat, lemah). Lihat Su'alaat Hamzah bin Yusuf As-Sahmy lid Daruquthny wa ghairihi minal masyayikh no: 93, Maktabatul Ma'arif).
2. Sanad hadist terputus antara Fithr bin Khalifah (wafat tahun 155 H) dan Jabir bin Samurah (wafat tahun 73 H).

Seandainya hadist ini shahih maka maksudnya bahwa diantara keutamaan memperbanyak shalawat adalah menghilangkan kefakiran atau menghindarkan dari kefakiran sebagaimana judul yang ditulis Ibnul Qayyim dalam Jalaul Afham hal: 498, Dar 'Alamil Fawaid:
من مواطن الصلاة عليه عند المام الفقر أو خوف وقوعه
"Diantara tempat-tempat bershalawat kepada beliau adalah ketika menghadapi kefakiran atau takut terjadi kefakiran"
Wallahu a'lam.
Read More......

Lafadz, Cara, dan Waktu Bershalawat

Tanya: Assalamu'alaikum Ustad, Semoga Allah swt. memberkahimu.
Bagaimana lafazh, cara dan waktu bershalawat yang sesuai dengan sunnah, dikarenakan banyak sekali shalawat-shalawat diucapkan sampai-sampai dinyanyikan dengan irama? Jazakallahu Khair. (Abu Hanun)


Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Wa fiikum barakallahu.
Kita diperintah untuk memperbanyak shalawat kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana firman Allah:
(إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً) (الأحزاب:56)
"Sesungguhnya Allah dan malaikatnya bershalawat kepada nabi, wahai orang-orang yang beriman bershalawatlah kalian kepadanya dan juga ucapkanlah salam"
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
((أولَى الناسِ بِيْ يوم القيامة أكثرُهم عليَّ صلاةً))
"Orang yang paling dekat dariku pada hari kiamat adalah yang paling banyak bershalawat kepadaku" (HR. At-Tirmidzy, dan dihasankan Syeikh Al-Albany)
Maka hendaknya seorang muslim memperbanyak shalawat atas beliau. Dan disana ada waktu khusus yang disyariatkan bershalawat seperti ketika hari jum'at, ketika disebutkan nama beliau, ketika tasyahhud akhir, setelah takbir kedua pada shalat jenazah, ketika mau berdoa, ketika masuk masjid, ketika keluar masjid, setelah menjawab muadzdzin, dll.
Sebaik-baik lafadz shalawat adalah shalawat Ibrahimiyyah (di dalamnya ada penyebutan nabi Ibrahim).
Dari Ibnu Abi Laila beliau berkata: Aku bertemu dengan Ka'b bin 'Ujrah kemudian beliau berkata: Maukah kamu aku berikan hadiah yang aku dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam? Aku berkata: Iya, hadiahkanlah itu kepadaku. Maka beliau berkata:
سألْنا رسول الله فقلنا: يا رسول الله كيف الصلاةُ عليكم أهلَ البيت، فإن الله قد عَلَّمنا كيف نسلِّم؟ قال: قولوا اللَّهُّم صلِّ على محمدٍ وعلى آل محمد كما صلَّيْتَ على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد، اللَّهُّم بارِكْ على محمدٍ وعلى آل محمد كما باركتَ على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميدٌ مجيد
"Kami bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: Wahai Rasulullah, bagaimana cara bershalawat kepada antum, wahai ahlul bait? Karena Allah sudah mengajari kami bagaimana cara mengucapkan salam? Maka beliau bersabda: Katakanlah:
اللَّهُّم صلِّ على محمدٍ وعلى آل محمد كما صلَّيْتَ على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد، اللَّهُّم بارِكْ على محمدٍ وعلى آل محمد كما باركتَ على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميدٌ مجيد
"Ya Allah, bershalawatlah kepada Muhammad dan keluarganya sebagaimana engkau telah bershalawat kepada Ibrahim dan keluarganya, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Luas, Ya Allah, berkahilah Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau telah memberkahi ibrahim dan keluarganya, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Luas" (Muttafaqun 'alaihi).
Berkata As-Sakhawy (wafat tahun 902 H ):
استدل بتعليمه صلى الله عليه وسلم لأصحابه كيفية الصلاة عليه بعد سؤالهم عنها أنها أفضل الكيفيات؛ لأنه لا يختار لنفسه إلا الأشرف والأفضل
"Pengajaran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kepada para sahabatnya tentang cara bershalawat kepada beliau setelah ditanya menunjukkan bahwa shalawat tersebut adalah shalawat yang palaing afdhal caranya, karena beliau tidak memilih untuk diri beliau kecuali yang paling mulia dan yang paling afdhal" (Al-Qaulul Badi' fish shalah 'alal Habib Asy-Syafi', As-Sakhawy hal: 47)
Ibnul Qayyim juga berkata:
وأكمل ما يصلى عليه به ويصل إليه هي الصلاة الإبراهيمية كما علمه أمته أن يصلوا عليه فلا صلاة عليه أكمل منها وإن تحذلق المتحذلقون
"Dan shalawat yang paling sempurna, yang samapai kepada beliau adalah shalawat Ibrahimiyyah, sebagaimana yang beliau ajarkan kepada ummatnya, maka tidak ada shalawat yang lebih sempurna darinya, meski sebagian orang merasa lebih pintar (untuk membuat lafadz shalawat) (Zadul Ma'ad 2/356).
Berkata Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin:
وخير صيغة يقولها الإنسان في الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم ما اختاره النبي صلى الله عليه وسلم للصلاة عليه بها
"Dan sebaik-baik lafadz bershalawat kepada nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah apa yang beliau pilih" (Majmu' Fatawa wa rasail Syeikh Muhammad Al-Utsaimin 13/230).

Meskipun demikian boleh mengucapkan shalawat dengan lafadz yang lain jika lafadznya fasih, seperti mengucapkan: صلى الله عليه وسلم, atau الصلاة والسلام على رسول الله
Dan hendaknya menjauhi lafadz-lafadz terlarang seperti ghuluw (berlebih-lebihan dalam memuji beliau) sebagaimana ini ada pada kebanyakan shalawat-shalawat buatan manusia.
Demikian pula menjauhi cara bershalawat yang tidak ada dalilnya seperti bershalawat dengan dinyanyikan, karena ini tidak pernah dicontohkan oleh para pendahulu kita dari kalangan sahabat, tabi'in, dan tabi'it tabi'in.
Wallahu a'lam.
Read More......

Rabu, 15 Juli 2009

Pengumuman

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.
1. Karena satu dan lain hal -qadarullah- hari ini tidak ada forum tanya jawab lewat YM, insya Allah forum tanya jawab pekan ini akan diadakan besok hari kamis jam 5-6 pagi waktu Madinah.
2. Pertanyaan yang masuk hingga hari ini dan belum terjawab insya Allah akan diterbitkan jawabannya maksimal akhir bulan Juli 2009, adapun pertanyaan yang datang setelah pengumuman ini ditulis insya Allah akan diterbitkan bulan Agustus 2009.
3. Pertanyaan yang jawabannya mendesak dan belum terjawab sebaiknya ditanyakan ke ustadz lain.
Demikian harap maklum.
Wa shallallahu 'alaa nabiyyina muhammad wa sallama tasliman katsiran. Read More......

Selasa, 14 Juli 2009

Asuransi Jiwa Syari'ah

Tanya: Assalamu'alaikum, ustadz..Barokallohu Fiik..
Bagaimana hukumnya Asuransi Jiwa Syari'ah menurut Islam?(Abu Abdillah)


Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Wa fiika barakallahu.
Asuransi Konvensional dengan segala macamnya baik asuransi jiwa, asuransi barang dagangan dll adalah diharamkan karena mengandung hal-hal yang diharamkan dalam syariat seperti gharar (penipuan), riba, mengambil harta orang tanpa hak dll.
Adapun asuransi kerjasama/tolong menolong (ta'min ta'awuny), dimana sebuah kaum mengumpulkan uang kemudian jika ada yang mendapat musibah maka dibantu dengan uang tersebut maka ini diperbolehkan karena niatnya adalah murni kerjasama dalam kebaikan dan membantu orang yang membutuhkan, bukan mencari keuntungan dari apa yang dia bayarkan. (Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah 15/266 ).
Asuransi jiwa syari'ah yang dipraktekkan di Indonesia ada yang berusaha untuk mengembalikan sebagian dana nasabah ketika dalam kurun waktu tertentu tidak terjadi musibah, namun ini masih belum bisa keluar dari unsur gharar, perjudian, dan riba (apabila mengembalikan sama atau lebih dari yang dibayar nasabah). Demikian pula niat dari nasabah kebanyakan bukan karena shadaqah seperti dalam ta'min ta'awuni, akan tetapi karena ingin mengambil keuntungan.
Wallahu a'lam.
Read More......

Senin, 13 Juli 2009

Penjelasan Hadist: "Akan keluar dari arah timur..."

Tanya: Ustadz, ana mau bertanya mengenai hadist, "Akan keluar dari arah timur segolongan manusia yang membaca Al-Qur'an namun tidak sampai melewati kerongkongan mereka, mereka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya, mereka tidak akan bisa kembali seperti anak panah yang tak akan kembali ketempatnya, tanda-tanda mereka ialah bercukur (Gundul) " (HR Bukhori)
Sebagian orang mengatakan bahwa yang dimaksud dalam hadist tersebut adalah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dan para pengikutnya. Mereka berkata bahwa pengikut beliau diperintahkan untuk digundul rambutnya dan itu belum pernah terjadi pada masa sebelum beliau. Mohon penjelasannya.
Atas perhatian ustadz, kami ucapkan jazakallahu khairan. (Taufiq)



Jawab:
Para ulama menjelaskan bahwa hadist ini bercerita tentang akan munculnya kelompok khawarij, oleh karena Imam Abu Dawud (wafat tahun 275 H) memasukkan hadist ini di dalam : bab Fii Qitalil Khawarij (bab tentang memerangi khawarij).
Orang-orang khawarij telah menjadikan syiar mereka tahliq (gundul).
Berkata Ibnu Hajar (wafat tahun 852 H):
...أَنَّ الْخَوَارِج سِيمَاهُمْ التَّحْلِيق ، وَكَانَ السَّلَف يُوَفِّرُونَ شُعُورهمْ لَا يَحْلِقُونَهَا ، وَكَانَتْ طَرِيقَة الْخَوَارِج حَلْق جَمِيع رُءُوسِهِمْ .
"Sesungguhnya orang-orang khawarij ciri khas mereka adalah gundul, dan dahulu para salaf membiarkan rambut mereka dan tidak menggundulnya, dan cara orang khawarij adalah mencukur habis kepalanya" (Fathul Bary 8/68-69).
Demikian pula arah timur dalam hadist adalah arah timur Madinah yaitu negeri Iraq, tempat keluarnya khawarij. Sedangkan daerah Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah timur Mekah bukan timur Madinah.
Berkata Al-Khaththaby (wafat tahun 388 H):
ومن كان بالمدينة كان نجده بادية العراق ونواحيها، فهي مشرق أهل المدينة، وأصل نجد ما ارتفع من الأرض، وهو خلاف الغور، فإنه ما انخفض منها
"Dan barangsiapa yang ada di Madinah maka nejdnya adalah pegunungan Iraq dan sekitarnya, maka inilah arah timur penduduk Madinah, dan asal kalimat "nejd" adalah bagian tanah yang meninggi (dataran tinggi), lawan kata dari Al-Ghaur yaitu bagian tanah yang merendah ( dataran rendah). (Dinukil oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 13/47)
Kemudian Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan pengikutnya tidaklah memiliki sifat yang tercantum dalam hadist "membaca Al-Quran tidak melewati kerongkongan" seperti orang-orang khawarij yang mereka dahulu dikenal orang-orang yang sangat banyak membaca Al-Quran akan tetapi jauh dari pemahaman yang benar sehingga mengkafirkan sebagian generasi terbaik ummat , para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan memerangi mereka. Justru Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab dikenal telah menampakkan kembali tauhid yang didakwahkan oleh para rasul, dan mengajak manusia meninggalkan kesyirikan, beliau mengajak manusia beramal dengan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan meninggalkan bid'ah, semuanya berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah dengan pemahaman para sahabat, tabi'in, dan tabi'ut tabi'in. Dan bukanlah mereka orang yang mudah dalam mengkafirkan manusia, bahkan termasuk orang yang sangat ekstra hati-hati dalam masalah pengkafiran, sebagaimana tercantum dalam karangan-karangan mereka.
Berkata Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab:
ولا أكفر أحدا من المسلمين بذنب ولا أخرجه عن دائرة الإسلام
"Dan aku tidak mengkafirkan orang islam hanya karena melakukan dosa, dan aku tidak mengeluarkannya dari islam" (Majmu' Muallafat Asy-Syeikh 5/11).
Dan sebuah kedustaan atas nama beliau kalau beliau memerintahkan pengikutnya untuk senantiasa menggundul kepala dan menjadikannya ukuran islam tidaknya seseorang. Yang gundul diantara mereka ada beberapa kemungkinan, diantaranya karena baru masuk islam, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada seorang sahabat yang baru masuk islam
: ألق عنك شعر الكفر
(Tinggalkanlah rambut kekufuran). (HR. Abu Dawud, dan dishahihkan Syeikh Al-Albany).
Atau karena itu kebiasaan sebagian penduduk di daerah beliau, karena menurut pendapat yang kuat diperbolehkan kita menggundul kepala dan yang demikian tidak dibenci, sebagaimana dalam hadist:
عن ابن عمر : أن النبي صلى الله عليه و سلم رأى صبيا قد حلق بعض شعره وترك بعضه فنهاهم عن ذلك فقال " احلقوه كله أو اتركوه كله " .
"Dari Ibnu Umar bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melihat anak kecil telah dicukur sebagian rambutnya dan dibiarkan sebagian yang lain, maka beliau melarangnya seraya bersabda: Cukur semuanya atau biarkan semuanya" (HR. Abu Dawud, dan dishahihkan Syeikh Al-Albany).
Berkata ِAl-Munawy:
وقوله احلقوه كله يدل على جواز الحلق وهو مذهب الجمهور
"Sabda beliau "cukurlah semuanya" menunjukkan bolehnya menggundul, dan ini adalah madzhab mayoritas ulama" (Faidhul Qadir 1/201, Darul Ma'rifah 1391 H)
Tentunya selama tidak meyakini keutamaan tertentu padanya seperti orang-orang khawarij terdahulu dan sebagian shufi, kalau meyakini maka menjadi dosa karena ini termasuk bid'ah di dalam agama.
Wallahu a'lam.
Read More......

Sabtu, 11 Juli 2009

Bagaimana Memperbaiki Ekonomi Rumah Tangga?

Tanya: Assalamualaikum.Saya sudah berkeluarga dan sekarang adalah perkawinan ke2,yg 1 dulu digugat cerai karena faktor ekonomi.dan sekarang kehidupan ekonomi saya juga tidak berubah.sebelum pernikahan ke2,saya coba nanya ke ustadz tentang kehidupan kami,dari ustadz tersebut dengan perhitungan nama kami yang disatukan,menunjukan kehidupan ekonomi kami bakal berat.dan memang sekarang kami rasakan hal itu.Pertanyaan saya: Adakah doa/cara untuk kami memperbaiki kehidupan kami? Sebagai bahan pertimbangan berikut nama kami: Fajar Basuki bin Sumari, Nurjanah bintu M. Usman. Mohon penjelasannya.terimakasih.Wassalamu'alaikum (Fajar Basuki)


Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu. Sebelum saya menjawab pertanyaan antum, perlu antum ketahui bahwa apa yang dilakukan oleh "ustadz" tadi adalah tidak dibenarkan di dalam agama islam, karena itu termasuk meramal yang di dalamnya ada pengakuan ilmu ghaib yang merupakan kekhususan Allah. Dan ini termasuk dalam kategori syirik dalam rububiyyah Allah. Allah ta'ala berfirman:
(عَالِمُ الْغَيْبِ فَلا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَداً) (الجـن:26) (إِلَّا مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَداً) (الجـن:27)
Dia adalah Rabb Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah memperingatkan agar kita jangan mendatangi tukang ramal dan membenarkan ucapannya dengan sabdanya:
من أتى عرافا فسأله عن شيء لم تقبل له صلاة أربعين ليلة
"Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal kemudian menanyakan sesuatu maka tidak terima shalatnya selama 40 malam" (HR. Muslim)
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:
من أتى حائضا أو امرأة في دبرها أو كاهنا فصدقه بما يقول فقد كفر بما أنزل على محمد
"Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haidh atau menyetubuhi dari duburnya atau mendatangi dukun dan membenarkannya maka dia telah mengingkari apa yang telah diturunkan kepada Muhammad " (HR. Ashhabussunan, dan dishahihkan Syeikh Al-Albany)
Allah ta'ala Dialah yang telah mencipta sebab dan musabbab, oleh karena itu seorang muslim tidak boleh mengatakan sesuatu sebagai sebab dari sesuatu kecuali atas dasar dalil atau dari pengalaman yang jelas sebabnya.
(قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْأِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَاناً وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لا تَعْلَمُونَ) (لأعراف:33) Katakanlah:"Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa saja yang tidak kamu ketahui"". (QS. 7:33)
Luas dan sempitnya rezeki adalah hikmah dan cobaan dari Allah, bukan disebabkan oleh perhitungan nama yang disatukan.
Oleh karena itu antum harus buang jauh-jauh ramalan "ustadz" tadi, dan seandainya apa yang diramalkan itu terjadi maka sebenarnya itu bukan dari ramalan dia, akan tetapi itu adalah kabar yang dibawa syetan yang dia curi dari langit yang sampai kepadanya atau takdir Allah semata bukan karena mengotak- atik nama.
Adapun kesempitan ekonomi yang menimpa sebagian kita maka ini termasuk sunnatullah, menjadikan manusia bertingkat-tingkat dalam ekonomi.
(وَاللَّهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ فَمَا الَّذِينَ فُضِّلُوا بِرَادِّي رِزْقِهِمْ عَلَى مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَهُمْ فِيهِ سَوَاءٌ أَفَبِنِعْمَةِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ) (النحل:71)
Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah (QS. 16:71)
Sebagian Allah luaskan rezekinya dan sebagian Allah sempitkan Dan Allah melakukan apa yang Dia inginkan.. Allah meluaskan rezeki untuk sebagian dengan hikmah dan tujuan. Dan Allah sempitkan rezeki bagi yang lain dengan hikmah dan tujuan. Allah Maha Tahu apa yang terbaik untuk kita, Allah Maha Adil tidak akan mendhalimi hamba-hambaNya
Diantaranya hikmahnya adalah supaya manusia bisa saling memenuhi kebutuhan hidupnya. Bayangkan seandainya Allah menjadikan semua orang punya harta banyak maka siapa yang mau kerja menjadi pembantu, menjadi sopir, jualan di pasar, nelayan, kuli, guru dll. Dan kalau semuanya miskin maka siapa yang akan membeli barang dagangan, siapa yang menggaji pegawai dll. Allah berfirman:
(أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَتَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضاً سُخْرِيّاً وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ) (الزخرف:32)
Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Rabbmu Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain.Dan rahmat Rabbmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS. 43:32)
Ketahuilah akhi, sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah kehidupan sementara. Oleh karena itu janganlah bersedih karena Allah telah menyediakan bagi orang-orang yang beriman dan beramal shaleh kenikmatan yang luar biasa yang kekal abadi di akhirat. Allah berfirman:
(اللَّهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ وَفَرِحُوا بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مَتَاعٌ) (الرعد:26)
Allah meluaskan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan didunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit). (QS. 13:26)
Hendaknya kita bersabar atas cobaan ini, sungguh kesabaran kita itu lebih baik bagi kita.
Berbaik sangkalah kepada Allah, Allah mengurangi rezeki untuk kemashlahatan kita, karena Allah tahu bahwa kalau kita diberi maka akan membuat kita lalai .
(وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ) (الشورى:27)
Dan jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran.Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat (QS. 42:27)
Mana yang kita pilih, mendapatkan apa yang kita inginkan tapi kita menjadi jauh dari Allah, atau hidup sederhana tapi dekat kepada Allah?
Koreksilah diri kita, mungkin kita memiliki dosa-dosa yang masih kita kerjakan, entah itu kedhaliman kepada keluarga, durhaka kepada orang tua, dosa terhadap Allah, kurang memperhatikan kewajiban (shalat, puasa dll). Allah berfirman:
(وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ) (الشورى:30)
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (QS. 42:30)
Allah juga berfirman:
)مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ وَأَرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُولاً وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيداً) (النساء:79(
Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi. (QS. 4:79)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لا يرد القضاء إلا الدعاء ، ولا يزيد في العمر إلا البر ، وإن الرجل ليحرم الرزق بالذنب يصيبه
"Tidak menolak ketentuan Allah kecuali doa, dan tidak menambah umur kecuali kebaikan, dan sungguh seseorang tertahan dari rezeki karena dosa yang dia lakukan" (HR. Al-Baghawy dalam Syarhussunnah, hadist hasan, dari tsauban .)
Kalau kita mau bertaubat dan kembali kepada Allah maka bergembiralah dengan kabar dari Allah :
(وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ) (لأعراف:96)
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. 7:96)
Keberkahan dari langit dan bumi. Dan keberkahan tidak harus banyaknya harta namun kebaikan yang banyak dan kecukupan yang dibawa harta tersebut meskipun hanya sedikit.
Allah balas orang yang mau takwa dan takut kepadaNya dengan diberikan jalan keluar terhadap semua masalah, dan diberikan rezeki dari arah yang tidak dia sangka.
( وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجاً)(الطلاق: من الآية2) )وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْراً) (الطلاق:3)
Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. (QS. 65:2) Dan memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (QS. 65:3)
Adapun keluasan rezeki tanpa ada ketakwaan kepada Allah seperti yang dimiliki oleh orang-orang kafir dan orang-orang yang bermaksiat kepada Allah maka itu adalah istidraj (diberi supaya bertambah jauh dari Allah kemudian diadzab dengan adzab yang pedih). Allah berfirman:
)وَلا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لِأَنْفُسِهِمْ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْماً وَلَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ) (آل عمران:178)
Dan janganlah sekali-kali orang kafir menyangka bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan. (QS. 3:178)
Allah juga berfirman:
(وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآياتِنَا سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لا يَعْلَمُونَ) (لأعراف:182)
Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui. (QS. 7:182)

Kemudian untuk memperbaiki kehidupan kita dalam masalah ekonomi maka tidak ada jalan lain kecuali kembali kepada agama Dzat Yang Maha Memberi Rezeki, yang perbendaharaan langit dan bumi menjadi milikNya.
Diantara bentuk kembali kepada agama Allah adalah:
Pertama: Beriman kepada takdir
Seseorang muslim hendaklah meyakini dengan seyakin-yakinnya bahwa rezeki sudah ditulis dan ditentukan oleh Allah, tidak akan bertambah dan tidak akan berkurang.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
كتب الله مقادير الخلائق قبل أن يخلق السماوات والأرض بخمسين ألف سنة
"Allah telah menulis takdir-takdir untuk ciptaanNya 50 ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi" (HR. Muslim, dari Abdullah bin 'Amr bin Al-'Ash.)
Lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi sudah ditulis takdir kita, diantaranya sudah ditulis rezekinya. Si fulan selama hidupnya akan memakan beras berapa ton, meminum air berapa ribu liter, kekayaan sekian semuanya sudah Allah tulis di lauhil Mahfudz.
Kemudian dalam hadist Ibnu Mas'ud: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan bahwa ketika janin dalam perut berumur 120 hari atau 4 bulan kurang lebih:
فينفخ فيه الروح ويؤمر بأربع كلمات بكتب رزقه وأجله وعمله وشقي أو سعيد
"Maka malaikat meniupkan ruh kepada janin tersebut, dan diperintah untuk menulis 4 perkara, rezekinya, ajalnya, amalannya, dia termasuk penduduk neraka yang celaka atau penduduk surga yang bahagia" (HR. Muslim)
Demikianlah seorang bayi sebelum lahir sudah ditulis rezekinya oleh malaikat dengan perintah dari Allah, dan apa yang ditulis malaikat tersebut tidak menyimpang dari apa yang sudah tertuang di Al-lauhil Mahfudz.
Kemudian apa yang tertulis tersebut pasti akan terjadi. Tidak akan ada seorangpun yang bisa merubahnya. Seseorang tidak bisa merebut rezeki orang lain, dan tidak bisa direbut rezekinya. Masing-masing sudah memiliki rezeki yang sudah ditentukan.

Kedua: Mengambil sebab rezeki dengan bekerja dan berusaha
Allah yang telah menulis rezeki kita Dia pulalah yang telah memerintah manusia untuk berusaha dan bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, sebagaimana dalam firmanNya:
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung
Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga memberikan motivasi kepada kita untuk berusaha dan tidak bergantung kepada orang lain, sebagaimana dalam hadist Abu Hurairah  :
( لأن يحتطب أحدكم حزمة على ظهره خير من أن يسأل أحدا فيعطيه أو يمنعه
"Sungguh salah seorang dari kalian mencari kayu bakar dan memikulnya di atas punggungnya itu lebih baik dari pada dia meminta-minta kepada manusia, baik memberi atau tidak memberi" (Muttafaqun 'alaihi)
Dan bukan berarti kalau kita berusaha kemudian kita tergolong orang yang tidak bertawakkal kepada Allah, bahkan ini termasuk kesempurnaan ketawakkalan seorang mukmin kepada Allah .
Dari Umar bin Al-Khaththab  beliau berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لو أنكم كنتم توكلون على الله حق توكله لرزقتم كما يرزق الطير تغدو خماصا وتروح بطانا
"Seandainya kalian benar-benar bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan memberi rezeki kepada kalian sebagaimana Allah memberi rezeki kepada burung-burung, pergi pagi-pagi dalam keadaan lapar dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang" (HR. At-Tirmidzy dan Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albany)
Dalam hadist ini Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengisyaratkan bahwa termasuk tawakkal kepada Allah adalah berusaha, karena burung-burung mereka bertawakkal kepada Allah dan keluar dari sarangnya untuk mencari makan.
Demikian pula ada seorang sahabat  bertanya kepada Rasulullah: Ya Rasulullah, aku ikat unta ini kemudian bertawakkal atau aku lepaskan kemudian aku bertawakkal? Maka beliau menjawab: Ikatlah kemudian bertawakkal (HR. At-Tirmidzy dari Anas bin Malik , dan dihasankan Syeikh Al-Albany)

Dan seorang muslim dalam mencari rezeki hendaknya mengikuti adab-adab berikut:
A. Tujuan kita bekerja adalah untuk menopang ibadah kita
Allah ta'ala tidaklah menciptakan kita kecuali untuk beribadah kepadaNya, Allah beriman :
(وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْأِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ) (الذريات:56)
"Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu"
Dan tidaklah Allah menciptakan alam semesta dan seiisinya kecuali supaya menjadi pendukung kita beribadah untuk mencari kebahagiaan di akhirat. Allah berfirman:
(وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا )(القصص: من الآية77)
"Dan carilah negeri akhirat di dalam apa-apa yang Allah berikan kepadamu, dan janganlah engkau lupakan bagianmu di dunia"
Oleh karena hendaklah kita camkan bahwa niat kita berusaha dan bekerja adalah untuk mendukung ibadah kita kepada Allah. Kita bekerja untuk mendapatkan uang , untuk menutupi aurat kita, bisa kuat beribadah shalat, haji, shadaqah, untuk silaturrahmi ke rumah saudara, membiayai anak yatim, menjaga diri dari meminta-minta dll.
Yang sangat disayangkan adalah menjadikan uang menjadi seakan-akan tujuan kita diciptakan, dan melupakan ibadah.

B. Mencari rezeki yang halal
Rezeki yang haram merupakan sebab seseorang terjerumus ke dalam neraka, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
كل جسد نبت من سحت فالنار أولى به
"Setiap jasad yang tumbuh dari yang haram maka neraka lebih pantas untuknya" (HR. Ath-Thabrany, dan dishahihkan Al-Albany dalam Shahihul Jami 4519)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda sebagaimana dalam hadist Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu yang diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa rezeki yang haram adalah diantara sebab tidak dikabulkannya doa. Siapa yang akan mengabulkan doa selain Allah ?

C.Tidak bertawakkal kepada sebab tersebut
Mengambil sebab adalah disyari'atkan, akan tetapi bertawakkal dan berserah diri kepada sebab dan menganggap bahwa sebab tersebut yang dengan sendirinya memberi manfaat maka ini adalah kesyirikan. Yang seharusnya adalah mengambil sebab dan tetap bertawakkal kepada Allah yang telah menciptakan sebab tersebut. Kalau Allah menghendaki maka kita akan diberi rezeki dengan sebab tersebut, dan kalau Allah menghendaki maka kita tidak diberi rezeki dengan sebab tersebut.
Dalam dzikir setelah shalat disebutkan:
لا إله إلا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير اللهم لا مانع لما أعطيت ولا معطي لما منعت ولا ينفع ذا الجد منك الجد
"Ya Allah tidak ada yang memberi apa yang Engkau tahan, dan tidak ada yang menahan apa yang Engkau beri" (HR. Al-Bukhary dan Muslim dari Al-Mughirah bin Syu'bah .)

D.Merasa cukup dengan pemberian Allah (Qanaah)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
ليس الغنى عن كثرة العرض ولكن الغنى غنى النفس
"Bukanlah kekayaan itu dari banyaknya perhiasan dunia, akan tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan jiwa (merasa cukup dan kaya dengan pemberian Allah)"( HR. Al-Bukhary dan Muslim dari Abu Hurairah)
Orang yang tidak memiliki rasa qanaah maka hidupnya akan senantiasa dirundung rasa tamak dan kurang terus meskipun dia sudah memiliki banyak harta. Tidak pernah merasa puas dan cukup dengan harta yang Allah berikan. Dia tidak akan sadar sampai ajal menjemputnya.

E.Berdoa
Dari Ummu Salamah radhiyallahu 'anha bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam setiap selesai salam dari shalat subuh beliau mengatakan:
اللهم إني اسألك علما نافعا ورزقا طيبا وعملا متقبلا
Ya Allah aku memohon kepadaMu ilmu yang bermanfaat, dan rezeki yang baik, dan amal shaleh yang diterima" (HR. Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albany )
Dan dalam doa keluar masjid:
اللهم إني أسألك من فضلك
"Ya Allah aku memohon diantara rezekiMu"( HR. Muslim)
Sebagian ulama mengatakan: Kita mengucapkan doa ini karena ketika kita keluar masjid maka kita akan disibukkan dengan mencari rezeki.

F. Jangan sampai kesibukkan kita dalam mencari rezeki melalaikan kita dari menuntut ilmu, beribadah , dan berdakwah
Mencari rezeki dan menuntut ilmu bukanlah 2 hal yang bertentangan bagi siapa yang diberi taufiq oleh Allah dan memiliki kesungguhan. Dari Umar bin Khaththab beliau berkata:
عن عمر قال : كنت أنا وجار لي من الأنصار في بني أمية بن زيد وهي من عوالي المدينة وكنا نتناوب النزول على رسول الله صلى الله عليه و سلم ينزل يوما وأنزل يوما فإذا نزلت جئته بخبر ذلك اليوم من الوحي وغيره وإذا نزل فعل مثل ذلك
"Dulu aku dan tetanggaku dari kaum Anshar tinggal di qabilah Umayyah bin Zaid di Awali Al-Madinah, kami bergantian pergi ke tempat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, hari ini aku yang pergi,kemudian besok dia yang pergi. Kalau aku yang pergi maka aku akan kembali kepadanya dengan membawa kabar hari itu baik wahyu maupun yang lain, dan kalau dia yang pergi maka juga melakukan yang demikian" (HR. Al-Bukhary)
Namun ini semua tidak bisa dilakukan kecuali seseorang memiliki qanaah, kalau tidak maka akan terbengkalai ilmu, ibadah, dan dakwahnya.
Wallahu a'lam.
Read More......

Bagaimana Saya Menebus Dosa?

Tanya: Assalamualaikum Ustad, kurang lebih 2 bln lalu saya baru sakit yang menurut dokter tak ada penyakit dalam tubuh saya, sejak saat itu saya baru sadar saya begitu banyak dosa dan mungkin itu adalah cara ALLAH SWT mengingatkan saya bahwa saya harus taubat. dan Alhamdulillah dengan dzikir tiap sholat penyakit itu mulai berangsur sembuh. ALLAH SWT begitu sayang dan memberi kesempatan untuk bertaubat. Ustad yang saya mau tanyakan bagaimana saya menebus dosa-dosa saya yang lalu? (Anna)


Jawab:
Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillah yang telah memberikan hidayah kepada kita semua.Demikianlah Allah memberikan cobaan untuk mengingatkan hambaNya, dan berbahagialah orang-orang yang ingat. Diantara penebus dosa adalah taubat nasuha. Para ulama menyebutkan bahwa taubat nasuha memiliki 4 syarat:
1. Menyesali apa yang telah berlalu
2. Meninggalkan perbuatan tersebut
3. Berniat untuk tidak mengulanginya di masa yang akan datang
4. Mengembalikan hak orang lain kalau dosa tersebut berkaitan dengan hak orang (seperti mencuri dll)
Diantara penebus dosa tersebut adalah tauhid, karena Allah akan mengampuni dosa-dosa kita selama kita tidak berbuat syirik kepadaNya. Gantilah dosa-dosa yang kita lakukan dengan amal-amal kebaikan yang sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan kita jauhi perbuatan bid'ah.
Hendaknya mencari ustadz dan teman-teman yang shalih yang bisa menasehati kita dan membimbing kita kepada jalan istiqamah, dan menjauhi teman-teman yang mengingatkan dan mengajak kita kepada dosa kembali.
Catatan: Dzikir setelah shalat merupakan amalan yang disyari'atkan namun jangan diyakini bahwa kita sembuh sebab mengamalkan dzikir setelah shalat karena yang demikian membutuhkan dalil.
Wallahu a'lam.
Read More......

Jumat, 10 Juli 2009

Puasa Mutlak

Tanya: Assalamu'alaikum, Ustadz kami -semoga Allah senantiasa memberi barokah pada umur dan ilmu ustadz-, ana ingin bertanya : Adakah puasa sunnah mutlak ? Misalnya seseorang bangun pada hari selasa subuh, setelah shalat subuh -dan ia belum makan/minum apapun- tiba-tiba ia terniat akan puasa pada hari itu -tentunya tanpa mengkhususkan hari tsb-. Syukron atas jawabannya. (Abu Yasmin)


Jawab:
Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu. Amin, semoga Allah memberi barakah pada ilmu dan umur kita semua akhi.
Puasa mutlak adalah puasa yang tidak terkait dengan sebab dan waktu. (Lihat Hasyiah Ad-Dasuqy 'Ala Asy-Syarh Al-Kabir 1/542).
Diantara dalilnya:
عن عائشة أم المؤمنين قالت : دخل على النبي صلى الله عليه و سلم ذات يوم فقال هل عندكم شيء ؟ فقلنا لا قال فإنى إذن صائم ثم أتانا يوما آخر فقلنا يا رسول الله أهدي لنا حيس فقال أرينيه فلقد أصبحت صائما فأكل
"Dari 'Aisyah Ummul Mu'minin berkata: Suatu hari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mendatangiku seraya berkata: Apakah kalian mempunyai sesuatu (yaitu makanan)? Maka kami menjawab: Tidak, beliau berkata: Kalau begitu aku berpuasa.
Kemudian beliau mendatangi kami pada hari yang lain, maka kami berkata: Wahai Rasulullah, kita telah diberi hadiah hais (nama sebuah makanan). Beliau berkata: Perlihatkan kepadaku ! Sungguh aku sebenarnya pagi ini puasa. Kemudian beliau memakannya (membatalkan puasa beliau)" (HR. Muslim)
Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin membawa bolehnya niat puasa di siang hari dalam hadist ini kepada puasa mutlak. (Lihat Majmu' Fatawa wa Rasail Syeikh Utsaimin 19/184-185 no: 141)
Berkata Syeikh 'Athiyyah Muhammad Salim rahimahullah:
والنافلة قد تكون مقيدة ومطلقة، فمن المقيد بالزمان نجد صيام ست من شوال، يوم عاشوراء، يوم عرفة، الإثنين والخميس، ثلاثة أيام من كل شهر، ومن الصوم المطلق قوله عليه الصلاة والسلام: ( من صام يوماً في سبيل الله باعد الله وجهه عن النار سبعين خريفاً )، أي يوم كان بدون تحديد.
"Ibadah nafilah (dianjurkan) ada yang muqayyad (terikat) dan ada yang bebas, diantara ibadah yang terikat dengan waktu: puasa 6 hari di bulan syawwal, puasa 'Asyura, puasa Arafah, puasa senin kamis, puasa 3 hari setiap bulan. Dan termasuk puasa mutlak adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Barangsiapa yang berpuasa satu hari di jalan Allah, maka Allah akan menjauhkan wajahnya dari neraka, sejauh tujuh puluh tahun", yaitu hari apa saja tanpa ditentukan. (Syarh Al-Arba'in An-Nawawiyyah, hadist ke 29)
Hadist yang beliau sebutkan diriwayatkan oleh Al-Bukary dan Muslim.
Dilarang mengerjakan puasa mutlak di hari-hari yang haram berpuasa, seperti 2 hari raya dan hari-hari tasyriq, atau di hari-hari yang makruh berpuasa seperti pada hari jumat kecuali diiringi puasa sebelumnya atau sesudahnya.
Wallahu a'lam.
Read More......

Rabu, 08 Juli 2009

Mengucapkan Alhamdulillah Ketika Bersendawa

Tanya: Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu, saya mau nanya, apakah ada hadist, jika seseorang sendawa (glege'en, jawa) mengucapkan Alhamdulillah, apalagi biasanya setelah makan, sekian syukron. (Zaini)


Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
Sebagian ulama menyebutkan bahwa tidak diketahui dalil yang menunjukkan disyari'atkannya mengucapkan alhamdulillah setelah sendawa/gloge'en/ الجشاء padahal sendawa ada di zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, oleh karena itu yang sesuai dengan sunnah justru meninggalkannya
Kalau dilakukan kadang-kadang tanpa meyakini itu disyariatkan maka tidak mengapa, tapi kalau dilakukan terus-menerus maka ini bukan termasuk sunnah..
Berkata Syeikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullah:
وأما الحمد عند التجشؤ فهذا أيضاً ليس بمشروع؛ لأن الجشاء معروف أنه طبيعة بشرية، ولم يقل النبي عليه الصلاة والسلام: إذا تجشأ أحدكم فليحمد الله. أما في العطاس فقد قال: (إذا عطس فليحمد الله) وفي الجشاء لم يقلها. نعم لو فرض أن الإنسان مريض بكونه لا يتجشأ فأحس بأنه قدر على هذا الجشاء فهنا يحمد الله؛ لأنها نعمة متجددة.
"Adapun mengucapkan alhamdulillah ketika sendawa maka ini tidak disyari'atkan, karena sendawa -sebagaimana yang dikenal- adalah tabiat manusia, dan nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah bersabda: Jika salah seorang dari kalian sendawa maka hendaklah memuji Allah. Adapun ketika bersin maka beliau bersabda: Jika salah seorang dari kalian bersin maka hendaklah memuji Allah. Dan beliau tidak mengatakan ini pada sendawa.
Iya, seandainya seseorang sakit karena tidak bisa sendawa, kemudian dia merasa sekarang bisa sendawa maka dalam keadaan seperti ini memuji Allah, karena ini ini adalah kenikmatan baru" (Liqa Al-Babil Maftuh )

Syeikh Abdul Muhsin Al-Abbad hafidhahullahu juga pernah ditanya tentang masalah ini, maka beliau menjawab:
لا يوجد شيء يدل عليه، لكن كون الإنسان يحمد الله على كل حال، وأن هذا الشبع الذي حصل له من نعمة الله عز وجل لا بأس بذلك، لكن كونه يعتقد أن هذا أمر مشروع في هذه المناسبة، فليس هناك شيء يدل عليه فيما أعلم.
"Tidak ada sesuatupun (dalil) yang menunjukkan hal ini, akan tetapi jika seseorang memuji Allah dalam setiap keadaan, dan bahwasanya rasa kenyang yang dia rasakan adalah termasuk nikmat Allah maka tidak mengapa. Akan tetapi kalau dia berkeyakinan bahwa ini disyari'atkan dalam keadaan seperti ini maka setahu saya tidak ada sesuatu (dalil) yang menunjukkannya" (Diantara pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada beliau ketika mensyarh Sunan Abi Dawud, Kitab Al-Hudud, Babul Hukm Fii Man Sabban Nabiyya shallallahu 'alaihi wa sallam )

Berkata Syeikh Bakr Abu Zaid rahimahullah:
الحمد لله :أي : التزامها بعد الجشأ ، ليس سنة .
"Alhamdulillah, kalau diaamalkan terus-menerus setelah sendawa maka bukan termasuk sunnah" (Mu'jam Al-Manahi Al-Lafdhziyyah hal: 237, Darul 'Ashimah).
Wallahu ta'ala a'lam.
Read More......

Selasa, 07 Juli 2009

Kisah Umar Dengan Seseorang Yang Shalat Semalam Suntuk Kemudian Ketiduran Dari Shalat Subuh

Tanya: Sebuah kisah tentang pemuda yang rajin sholat malam, namun dia tidak hadir sholat shubuh berjamaa'ah, lalu Umar bin Khatab mengatakan: Lebih utama untuk shubuh berjama'ah daripada sholat malam semalam suntuk, sahihkan kisah tersebut? (Waldi Pontianak)


Jawab:
Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Malik bin Anas di dalam Al-Muwaththa':
عن ابن شهاب عن أبي بكر بن سليمان بن أبي حثمة :أن عمر بن الخطاب فقد سليمان بن أبي حثمة في صلاة الصبح وأن عمر بن الخطاب غدا إلى السوق ومسكن سليمان بين السوق والمسجد النبوي فمر على الشفاء أم سليمان فقال لها لم أر سليمان في الصبح فقالت إنه بات يصلي فغلبته عيناه فقال عمر لأن أشهد صلاة الصبح في الجماعة أحب إلى من أن أقوم ليلة
"Dari Ibnu Syihab, dari Abu Bakr bin Sulaiman bin Abi Khatsmah, bahwasanya Umar bin Al-Khaththab tidak mendapatkan Sulaiman bin Abi Khatsmah ketika shalat shubuh, kemudian beliau pagi-pagi pergi ke pasar, sementara rumah Sulaiman berada diantara pasar dan Masjid Nabawy, maka beliau melewati Asy-Syifa (Ibu Sulaiman), seraya berkata: Aku tidak melihat Sulaiman pada saat shalat shubuh tadi? (Ibu Sulaiman) berkata: Tadi malam dia shalat malam sehingga ketiduran (dari shalat shubuh). Umar berkata: Sungguh aku menghadiri shalat shubuh secara berjama'ah lebih aku cintai daripada shalat semalam suntuk" (Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Al-Muwaththa', Kitab Ash-Shalah, Bab Maa Jaa'a fil 'Atamah wa Ash-Shubh 1/129 no: 328)

Perawi Atsar ini:
1. Ibnu Syihab, beliau adalah Muhammad bin Muslim bin Syihab Az-Zuhry, meninggal kurang lebih tahun 125 H, berkata Ibnu Hajar:
وثبته الفقيه الحافظ متفق على جلالته و إتقانه (Ahli Fiqh, Al-Hafidz, semua bersepakat atas kebesarannya dan kekuatan hapalannya). Lihat Taqribut Tahdzib (hal: 896, tahqiq: Abul Asybal )
2. Abu Bakr bin Sulaiman bin Abi Khatsmah, beliau adalah guru dari Muhammad bin Muslim Az-Zuhry, berkata Ibnu Hajar: ثقة ، عارف بالنسب (Tsiqah, mumpuni dalam ilmu nasab). Lihat Taqribut Tahdzib (hal:1115 ).
3. Asy-syifa', beliau adalah Asy-Syifa bintu Abdillah bin Abdi Syams , nenek dari Abu Bakr bin Sulaiman, sekaligus guru beliau, seorang sahabat. Lihat Taqribut Tahdzib (hal:1359 )

Derajat Atsar:
Dhahir isnad atsar ini shahih, sebagaimana juga telah dishahihkan oleh Syeikh Al-Albany dalam tahqiq beliau terhadap Misykatul Mashabih 1/338 no: 1080)

Pelajaran Yang Bisa Diambil:
1. Seorang pemimpin hendaknya memperhatikan keadaan orang yang dipimpinnya terutama dalam hal ibadah yang bersifat wajib.
2. Menunaikan kewajiban lebih utama daripada amalan mustahab
3. Amalan mustahab tidak boleh memudharati amalan yang wajib
4. Penamaan Masjid Nabawy
Wallahu a'lam.
Read More......

Senin, 06 Juli 2009

Khasiat Al-Asmaul Husna

Tanya: Assalamualaikum ustadz, saya selalu mengunjungi blog antum dan banyak mendapatkan ilmu dari ustadz,jazakalloh khoiron katsiro.saya mo tanya disalah satu dinding facebook,saya membaca bahwa kalo membaca As Salaam = Yg memberi keselamatan.
Khasiatnya : klo kita membaca "YAA SALAAM" setiap hari sebanyak 136 kali, maka insya allah penyakit yg kita derita dalam tubuh kita dapat sembuh.
Al Maliku = Yg Merajai.
Khasiatnya, apabila kita membaca "YAA MALIIK" setiap pagi atau setelah matahari tergelincir sebanyak 121 kali, maka insya allah pada satu ketika kita akan menjadi kaya dengan izin allah Ta'ala. Namun kitapun harus tetap rajin bekerja dan berusaha mencari rezeki, tidak berarti hanya berdo'a saja tanpa usaha.
apakah ada dalilnya mengamalkan asmaul husna?.bolehkah saya mengutip penjelasan ustadz di facebook saya untuk menyampaikanya ke teman saya? (Abdullah)


Jawab:
Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu.
Seorang muslim tidak boleh menetapkan sesuatu amalan dan fadhilah (keutamaan) kecuali dengan dalil yang shahih dan pemahaman yang benar.
Dan pendapat yang mengatakan bahwa setiap nama dari Asmaul Husna memiliki keutamaan khusus adalah pendapat yang tidak ada dalilnya dan termasuk mengada-ada di dalam agama.Demikian pula mengulang-ulang sebuah nama diantara Asmaul Husna juga tidak ada dalilnya.
Berkata Syeikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr hafidhahullahu berkata ketika menyebutkan beberapa kesalahan yang terjadi dalam pengamalan asmaul husna:
فمن ذلكم نشرة توزع في الآونة الأخيرة درجت بين العوام والجهال، يزعم كاتبها أن أسماء الله الحسنى لكل اسم منها خاصية شفائية لمرض معين، فلأمراض العين اسم، ولأمراض الأذن اسم، ولأمراض العظام اسم، ولأمراض الرأس اسم، وهكذا، وحدد لتلك الأمراض أعدادا معينة من تلك الأسماء.
وهذا من الباطل الذي ما أنزل الله به من سلطان، ولا قامت عليه حجة ولا برهان، بل ليس في الأذكار المشروعة والرقى المأثورة إلا ما هو جملة تامة، وليس فيها تكرار لاسم بهذه الطريفة المزعومة في تلك النشرة، وقد ارتكب بهذا العمل جنايتين:
الأولى: إدخال الناس في هذا العمل المحدث غير المشروع
الثانية: شغل الناس عن الأذكار المأثورة والرقى المشروعة في الكتاب والسنة
"Diantara (kesalahan-kesalahan tersebut) selebaran yang dibagikan akhir-akhir ini diantara orang awam dan orang-orang yang tidak tahu, penulisnya menyangka bahwa setiap nama diantara nama-nama Allah yang husna keutamaan penyembuhan untuk penyakit tertentu, ada nama khusus untuk penyakit-penyakit mata, ada nama khusus untuk penyakit-penyakit telinga, ada nama khusus untuk penyakit-penyakit tulang, ada nama khusus untuk penyakit-penyakit kepala, dan seterusnya, dengan menentukan untuk setiap penyakit beberapa nama-nama Allah.
Ini semua adalah kebathilan yang Allah tidak menurunkan dalil tentangnya, tidak berdasarkan hujjah dan keterangan yang jelas, bahkan yang ada di dalam dzikir-dzikir yang disyariatkan dan ruqyah-ruqyah yang ada dalilnya adalah kalimat yang sempurna, dan tidak ada mengulang-ulang nama, sebagaimana dalam selebaran tersebut.
Penulis tersebut dengan amalan ini telah melanggar 2 perkara:
Pertama : Memasukkan manusia di dalam amalan baru yang tidak disyariatkan ini
Kedua : Memalingkan manusia dari dzikir-dzikir dan ruqyah-ruqyah yang disyari'atkan di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. (Fiqh Al-Asmaul Husna hal: 66-67).
Cara yang benar adalah berdoa kepada Allah dengan Asmaul Husna dan berdoa dengan nama Allah yang sesuai dengan keadaannya. Allah ta'ala berfirman:
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ) (الأعراف:180) )
Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (QS. 7:180)
Misalnya:
Ya Syafi, isyfini (Wahai Yang Maha Penyembuh, sembuhkanlah aku)
Ya Rahman, irhamni (Wahai Yang Maha Penyayang, sayangilah aku)
Ya Razzaq, urzuqni (Wahai Yang Maha Pemberi rezeki, berilah aku rezeki )

Kemudian hendaknya mengambil sebab untuk mewujudkan apa yang dia minta seperti bekerja, berobat dll, dan menyerahkan hasilnya kepada Allah semata.
Wallahu a'lam.
Read More......

Minggu, 05 Juli 2009

Mengqadha Shalat Bagi Orang Yang Meninggal

Tanya : Assalamu'alaikum . Ustadz , seseorang meninggalkan shalat dengan alasan sakit , kemudian meninggal , apakah wajib bagi yang masih hidup untuk mengqadhanya ? (Hamba Allah)

Jawab : Wa'alaikumsalamwarahmatullahi wa barakatuh .
Jumhur ulama mengatakan bahwa orang yang meninggal sementara dia memiliki kewajiban shalat maka tidak disyari'atkan bagi orang lain untuk mengqadhanya, karena yang demikian itu tidak adanya dalil.
Berkata Al-Mawardy:
وَذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ وَسَائِرُ الْعُلَمَاءِ إِلَى أَنَّ النِّيَابَةَ فِي الصَّلَاةِ حكم لَا تَصِحُّ بِحَالٍ مَعَ قُدْرَةٍ وَلَا عَجْزٍ
"Dan jumhur fuqaha dan seluruh ulama berpendapat bahwa mewakili orang lain dalam shalat adalah tidak sah, baik yang diwakili mampu atau tidak mampu" (Al-Hawy Al-Kabir 15/710)
Berkata Syeikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah:
الصلاة عن الميت لا تجوز ، وليس لذلك أصل ، وإنما جاء ذلك في الصيام والحج وقضاء الدين والصدقة والدعاء ، أما الصلاة عنه فلا أصل لها.
"Shalat atas nama orang yang meninggal tidak boleh, dan amalan ini tidak ada asalnya, yang ada dalilnya adalah puasa, haji, membayar hutang, shadaqah, dan doa. Adapun shalat untuk orang yang meninggal maka tidak ada asalnya. (Majmu Fatawa Syeikh Bin Baz 13/280)
Antum bisa melakukan amalan lain yang ada dalilnya seperti mendoakan ampunan baginya, bershadaqah untuknya. Wallahu a'lam.
Read More......

Sabtu, 04 Juli 2009

Apa Yang Dilakukan Ketika Ada Orang Yang Mau Meninggal?

Tanya: Assalamualaikum, Ustadz, ana mau tanya apakah ada amalan yang harus kami lakukan terhadap nenek kami yang sudah berumur 80 tahun dan sekarang sedang kritis, selama seminggu ini cucu2nya menuntun membacakan "Laa illaha illallah" dan membacakan Al-Quran,kami semua sudah ikhlas dan amalan apa lagi yang harus kami perbuat untuk nenek kami? mohon penjelasan.Wassalamualaikum, (Abu Panji)


Jawab:
Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu. Semoga Allah memberikan kita semua husnul khathimah.
Pertama:
Jika memungkinkan hendaknya keluarga menasehati beliau untuk memperbanyak taubat, istighfar, bersabar, menerima takdir, dan berbaik sangka kepada Allah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لا يموتن أحدكم إلا وهو يحسن بالله الظن
"Janganlah salah seorang diantara kalian meninggal kecuali berbaik sangka kepada Allah" (HR.Muslim, dari Jabir bin Abdillah Al-Anshary)

Kedua:
Hendaknya kalau beliau memiliki kewajiban kepada seseorang segera menunaikan kewajiban tersebut (seperti hutang, amanat dll), kalau tidak mungkin maka hendaklah beliau berwasiat.

Ketiga:
Sebisa mungkin ada diantara keluarga yang menjaga beliau, sehingga jika sewaktu-waktu beliau mau meninggal ada yang mentalqin (menyuruh atau meminta membaca laa ilaha illallahu).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لقنوا موتاكم لا إله إلا الله
"Talqinlah (tuntunlah) orang yang mau meninggal (untuk mengucapkan) Laa ilaaha illallah" (HR. Muslim, dari Abu Sa'id Al-Khudry)
Beliau shallalllahu 'alaihi wa sallam juga bersabda :
من كان آخر كلامه لا إله إلا الله دخل الجنة
"Barangsiapa yang ucapan terakhirnya "laa ilaaha illallah" maka akan masuk surga " (HR. Abu Dawud, dari Mua'dz bin Jabal, dan dishahihkan Syeikh Al-Albany).
Keempat:
Banyak mendoakan dengan husnul khathimah khususnya ketika sakaratul maut dan tidak mengucapkan ppada saat itu kecuali ucapan yang baik.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إذا حضرتم المريض أو الميت فقولوا خيرا فإن الملائكة يؤمنون على ما تقولون
"Apabila kalian menghadiri orang yang sakit atau orang yang mau meninggal maka ucapkanlah ucapan yang baik, karena sesungguhnya malaikat mengaminkan apa yang kalian ucapkan" (HR. Muslim, dari Ummu Salamah)
Adapun membaca Al-Quran atau surat Yasin ketika orang mau meninggal maka tidak ada hadist yang shahih tentangnya.
Wallahu a'lam.
Read More......

Surat Yang Dibaca Ketika Shalat Witir

Tanya: Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Pak Ustadz mau tanya,Apakah ada surah-surah pendek tertentu yang harus dibaca pada rakaat-rakaat dalam sholat witir.Trima kasih atas jawabannya.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. (Bu Elly, Pontianak)


Jawab:
Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
Beberapa hadist menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membaca surat-surat tertentu ketika shalat witir, akan tetapi ini hukumnya tidak wajib. Dan kita boleh membaca surat apa saja yang mudah bagi kita.
Diantara surat yang disunnahkan dibaca:
1. Jika shalat witirnya 3 rakaat, membaca surat Al-A'laa pada rakaat pertama, surat Al-Kafirun pada rakaat kedua, surat Al-Ikhlas pada rakaat ketiga.
Dalilnya:
عن أبي بن كعب قال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يوتر بسبح اسم ربك الأعلى وقل يا أيها الكافرون وقل هو الله أحد
"Dari 'Ubay bin Ka'ab beliau berkata: Dahulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam shalat witir dengan membaca (Sabbihismarabbikal a'laa),dan (Qul yaa ayyuhal kafirun), dan (Qul huwallahu ahad)" (HR. An-Nasai'y dan Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albany)
2. Atau Membaca surat Al-A'laa pada rakaat pertama, surat Al-Kafirun pada rakaat kedua, surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas pada rakaat ketiga
Dalilnya:
عن عبد العزيز بن جريج قال: سألنا عائشة بأي شيء كان يوتر رسول الله صلى الله عليه و سلم ؟ قالت كان يقرأ في الركعة الأولى بسبح اسم ربك الأعلى . وفي الثانية قل يا أيها الكافرون . وفي الثالثة قل هو الله أحد والمعوذتين .
"Dari Abdul Aziz bin Juraij beliau berkata: Kami bertanya kepada 'Aisyah: Dengan apakah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam shalat witir? Maka 'Aisyah menjawab: Beliau membaca (sabbihismarabbikal a'la) pada rakaat pertama, dan (qul yaa ayyuhal kafirun) ada rakaat yang kedua, dan (qul huwallahu ahad) serta (al mu'awwidzatain/al-falaq dan An-Naas) pada rakaat yang ketiga."(HR. Abu Dawud, At-Tirmidzy, Ibnu Majah, dan dishahihkan Syeikh Al-Albany)
3. Ketika shalat witir satu rakaat , membaca seratus ayat dari surat An-Nisa
عن أبي مجلز أن أبا موسى كان بين مكة والمدينة فصلى العشاء ركعتين ثم قام فصلى ركعة أوتر بها فقرأ فيها بمائة آية من النساء ثم قال ما ألوت أن أضع قدمي حيث وضع رسول الله صلى الله عليه و سلم قدميه وأنا أقرأ بما قرأ به رسول الله صلى الله عليه و سلم
""Dari Abu Majliz bahwasanya Abu Musa Al-Asy'ary berada diantara Mekah dan Madinah, kemudian beliau shalat isya 2 rakaat, setelah itu shalat witir satu rakaat, membaca 100 ayat dari surat An-nisa, kemudian beliau mengatakan: Aku tidak akan meninggalkan untuk meletakkan kedua kakiku di tempat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam meletakkan kedua kakinya, dan aku membaca apa yang dibaca Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam" (HR. An-nasa'I, dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albany)
Wallahu a'lam.
Read More......

Kamis, 02 Juli 2009

Hikmah Musibah Para Nabi, Penebus Dosa?

Tanya: Bismillaah. Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuhu.
Ustadz, ana ada sebuah pertanyaan.
Dalam QS. Asy Syuraa: 30, Allah Ta'ala berfirman:"Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)."
Dan dalam sebuah hadits disebutkan (yang intinya) bahwa para Nabi adalah orang yang mendapatkan ujian yang paling berat.
Pertanyaannya:
Bagaimana cara memahami keduanya. Jika musibah disebabkan oleh dosa dan maksiat, maka mengapa para Nabi adalah orang yang ujiannya paling berat, sedangkan mereka ma'shum?
Jazakallaahu khayr atas jawabannya. (Abdullah)


Jawab:
Wa'alaikumsalam warahmatullahi wa barakatuh.
Para nabi 'alaihimussalam ma'shum (terjaga) dari dosa besar, adapun dosa kecil maka kadang terjadi pada sebagian mereka, namun dosa kecil tersebut tidak berhubungan dengan penyampaian wahyu, kemudian dengan segera mereka bertaubat dan beristighfar kepada Allah, sebagaimana kisah nabi Adam ketika memakan buah terlarang, nabi Musa ketika memukul orang Mesir, nabi Yunus ketika pergi dari kaumnya, dll. Dan ini adalah pendapat mayoritas ulama.
Berkata Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu:
فإن القول بأن الانبياء معصومون عن الكبائر دون الصغائر هو قول أكثر علماء الاسلام وجميع الطوائف حتى إنه قول اكثر أهل الكلام كما ذكر ابو الحسن الآمدى أن هذا قول اكثر الاشعرية وهو ايضا قول أكثر أهل التفسير والحديث والفقهاء بل هو لم ينقل عن السلف والائمة والصحابة والتابعين وتابعيهم الا ما يواقف هذا القول
"Maka sesungguhnya pendapat bahwa para nabi ma'shum dari dosa besar tanpa dosa kecil adalah pendapat sebagian besar ulama islam dan semua kelompok, sampai sebagian besar ahli kalam, Abul hasan Al-Amidi menyebutkan bahwa ini adalah pendapat sebagian besar Asy-'Ariyyah, dan ini pendapat sebagian besar ahli tafsir, ahli hadist, dan ahli fiqh, bahkan tidak dinukil dari para salaf , para imam, para sahabat, para tabi'in, dan para tabi'ut tabi'in kecuali ucapan yang sesuai dengan pendapat ini " (Majmu' Al-Fatawa 4/319)
Dan perlu diketahui bahwa jumhur ulama berpendapat bahwa hikmah dari musibah yang menimpa orang yang beriman selain menggugurkan dosa adalah mengangkat derajatnya, sebagaimana disebutkan oleh An-Nawawy. (Lihat Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim 16/128)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
ما يصيب المؤمن من شوكة فما فوقها إلا رفعه الله بها درجة أو حط عنه خطيئة
"Tidaklah menimpa seorang mukmin sebuah musibah, duri atau musibah yang lebih besar dari itu kecuali Allah akan mengangkat derajatnya atau menggugurkan dosanya" (HR.Al-Bukhary dan Muslim, dan lafadznya milik Imam Muslim)
Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan ayat:
(وَلِيُمَحِّصَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَمْحَقَ الْكَافِرِينَ) (آل عمران:141) beliau berkata:
يكفر عنهم من ذنوبهم، إن كان لهم ذنوب وإلا رُفعَ لهم في درجاتهم بحسب ما أصيبوا به
"Yaitu Allah menggugurkan sebagian dosa-dosa mereka kalau memiliki dosa, dan kalau tidak (memiliki dosa) maka diangkat derajatnya sesuai dengan musibah yang menimpanya" (Tafsir Al-Quranil 'Adhzim 2/127)
Dengan demikian insya Allah kita bisa memahami hadist Sa'ad bin Abi Waqqash radhiyallahu 'anhu yang antum isyaratkan, ketika beliau bertanya: Wahai Rasulullah, Siapakah manusia yang paling keras ujiannya? Maka beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
الأنبياء ثم الأمثل فالأمثل فيبتلى الرجل على حسب دينه فإن كان دينه صلبا اشتد بلاؤه وإن كان في دينه رقة ابتلى على حسب دينه فما يبرح البلاء بالعبد حتى يتركه يمشى على الأرض ما عليه خطيئة
"(Orang yang paling keras ujiannya adalah) para nabi, kemudian yang semisalnya dan yang semisalnya, diuji seseorang sesuai dengan kadar agamanya, kalau kuat agamanya maka semakin keras ujiannya, kalau lemah agamanya maka diuji sesuai dengan kadar agamanya. Maka senantiasa seorang hamba diuji oleh Allah sehingga dia dibiarkan berjalan di atas permukaan bumi tanpa memiliki dosa" (HR. At-Tirmidzy, Ibnu Majah, berkata Syeikh Al-Albany: Hasan Shahih)
Yaitu bahwasanya musibah yang menimpa mereka adalah untuk mengangkat derajat mereka, menunjukkan kepada ummat tentang kesabaran mereka, dan menjadi teladan bagi manusia dalam menghadapi ujian.
Berkata Syeikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullahu:
الله عز وجل يبتلي عباده بالسراء والضراء وبالشدة والرخاء ، وقد يبتليهم بها لرفع درجاتهم وإعلاء ذكرهم ومضاعفة حسناتهم كما يفعل بالأنبياء والرسل عليهم الصلاة والسلام والصلحاء من عباد الله
"Allah 'azza wa jalla menguji hamba-hambaNya dengan kesenangan dan kesusahan, dan terkadang Allah menguji mereka untuk meninggikan derajat mereka, mengangkat penyebutan mereka, dan melipatgandakan pahala mereka sebagaimana apa yang Allah lakukan terhadap para nabi dan rasul 'alaihimushshalatu wassalam, dan juga hamba-hamba Allah yang shalih" (Majmu Fatawa wa Rasail Syeikh bin Baz 4/370)
Wallahu a'lam.
Read More......