Minggu, 22 November 2009

Bolehkah Anak Kecil Menjadi Mahram Dalam Safar (Bepergian)?

Tanya: Assalammu'alaikum Warohmatullohi Wabarakatuh. Ustadz, afwan ana punya beberapa pertanyaan mohon bantuan penjelasannya ;
1) Jika kita tidak memiliki mahrom dan ada kepentingan untuk safar keluar negri apakah anak laki-laki yang baru berusia 8 tahun bisa ditetapkan sebagai mahrom ?
2) Mana yang lebih penting, aqidah yang haq atau akhlaq yang bagus ? afwan, karena terkadang yang berilmu akhlak nya tidak mencerminkan aqidah yang dibangga-banggakan, namun ada orang awam yang tidak mengerti tauhid tetapi akhlak nya baik, tidak dengki atas apa yang dimiliki orang lain dll....afwan, apakah yang salah dari semua ini, dimana letak kekurangan nya? Afwan, Jazakalloh khoir. (Di Valentino, Cimanggis)


Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu.
Pertama: Yang rajih dari 2 pendapat ulama bahwa laki-laki yang bisa menjadi mahram bagi wanita adalah yang sudah baligh, karena maksud disyari'atkannya mahram adalah penjagaan dan perlindungan kepada wanita.
Berkata Ibnu Qudamah rahimahullahu:
وَيُشْتَرَطُ فِي الْمَحْرَمِ أَنْ يَكُونَ بَالِغًا عَاقِلًا ، قِيلَ لِأَحْمَدَ : فَيَكُونُ الصَّبِيُّ مَحْرَمًا ؟ قَالَ : لَا ، حَتَّى يَحْتَلِمَ ؛ لِأَنَّهُ لَا يَقُومُ بِنَفْسِهِ ، فَكَيْفَ يَخْرُجُ مَعَ امْرَأَةٍ .وَذَلِكَ لِأَنَّ الْمَقْصُودَ بِالْمَحْرَمِ حِفْظُ الْمَرْأَةِ ، وَلَا يَحْصُلُ إلَّا مِنْ الْبَالِغِ الْعَاقِلِ ، فَاعْتُبِرَ ذَلِكَ .
"Dan disyaratkan bagi mahram orang yang dewasa dan berakal, Imam Ahmad pernah ditanya: Apakah anak kecil bisa menjadi mahram? Beliau menjawab: Tidak, sampai dia dewasa, karena dia belum bisa mandiri maka bagaimana dia keluar bersama wanita, karena tujuan dari adanya mahram adalah menjaga wanita, dan itu tidak terwujud kecuali dari orang yang sudah baligh dan berakal, maka camkanlah" (Al-Mughny 5/34)
Berkata Syeikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullah:
والحكمة في منع المرأة من السفر بدون محرم صونُ المرأة عن الشر والفساد، وحمايتها من أهل الفجور والفسق؛ فإن المرأة قاصرةٌ في عقلها وتفكيرها والدفاع عن نفسها، وهي مطمعُ الرجال، فربما تُخدع أو تُقهر، فكان من الحكمة أن تُمنع من السفر بدون محرم يُحافظ عليها ويصونها؛ ولذلك يُشترط أن يكون المَحرَم بالغاً عاقلاً، فلا يكفي المحرم الصغير أو المعتوه.
"Dan hikmah dilarangnya wanita bepergian tanpa mahram adalah untuk menjaganya dari kejelekan dan kerusakan dan melindunginya dari orang-orang jahat dan nakal, karena wanita itu kurang akalnya, pikirannya, dan juga lemah dalam membela dirinya, dan wanita itu incaran laki-laki, bisa saja dia ditipu atau dipaksa, maka termasuk sesuatu yang bijak apabila wanita dilarang bepergian tanpa mahram yang bisa melindungi dan menjaganya, oleh karena itu disyaratkan mahram tersebut sudah baligh dan berakal, maka tidak cukup mahram anak kecil atau orang yang kurang akalnya" (Majmu' Fatawa wa Rasa'il Syeikh 'Utsaimin 24/258)
Datang dalam Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah:
يشترط في المحرم الذي يكون مع المرأة أن يكون بالغا عاقلا؛ لأن الصغير وغير العاقل لا يحصل بهما المقصود في المحرمية من حماية المرأة والقيام بشأنها.
"Disyaratkan hendaknya mahram wanita sudah baligh dan berakal, karena anak kecil dan orang yang tidak berakal tidak bisa menjalankan maksud dari kemahraman yaitu melindungi wanita dan mengerjakan urusannya" (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah 17/305)
Syeikh Abdul Muhsin bin Badr Al-'Abbaad hafidzahullah juga pernah ditanya tentang masalah ini, maka beliau menjawab bahwasanya tidak boleh anak kecil menjadi mahram karena anak kecil masih butuh penjagaan maka bagaimana dia bisa menjaga orang lain. (Syarh Sunan Ibnu Majah Kitabul Hajj tahun 1430 di Masjid Nabawy)

Kedua: Aqidah yang haq dan akhlaq yang baik keduanya merupakan bagian dari iman. Dan aqidah memiliki kedudukan lebih tinggi daripada akhlaq. Karena iman menurut ahlussunnah adalah keyakinan dalam hati, pengucapan dengan lisan, dan pengamalan dengan anggota badan. Keyakinan (aqidah) adalah ushul iman (pokok keimanan) yang mencakup di dalamnya enam rukun iman, yang tidak beriman seseorang sehingga dia beriman dengan semua rukun iman tersebut. Adapun akhlaq maka ada yang termasuk kesempurnaan iman yang wajib yang berdosa apabila tidak dilakukan seperti kejujuran (lawan kebohongan), menjaga amanat (lawan khianat). Dan ada akhlaq yang merupakan kesempurnaan iman yang mustahab, mendapat pahala apabila dikerjakan, dan tidak berdosa apabila tidak dikerjakan seperti memberi hadiah kepada saudara seislam, bershadaqah yang mustahab.
Hubungan antara iman dan akhlaq sebenarnya sangat erat, semakin kuat iman dan keyakinan seseorang kepada Allah dan hari akhir maka akan semakin baik akhlaqnya, karena dia yakin Allah Maha Mengetahui, Maha Melihat, dan Maha Mendengar, dan yakin bahwa disana akan ada hari pembalasan, sehingga tidak keluar dari dirinya kecuali ucapan dan perbuatan yang baik. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا
"Orang beriman yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaqnya" (HR.Abu Dawud dan At-Tirmidzy, berkata Syeikh Al-Albany: Hasan Shahih)
Namun terkadang seseorang yang beraqidah dengan aqidah yang benar memiliki akhlaq yang jelek, hal ini mungkin disebabkan ilmu yang dia ketahui tidak diamalkan atau karena salah dalam memahami ilmu sehingga salah dalam pengamalan. Apabila seseorang berakhlaq jelek padahal dia mengetahuinya maka ini adalah sebuah dosa, mengurangi keimanan, bertentangan dengan kesempurnaan iman yang wajib, akan tetapi hal ini tidak mengeluarkan seseorang dari keislaman.
Adapun orang yang tidak mengenal tauhid akan tetapi baik akhlaqnya maka akhlaq yang dia miliki terkadang merupakan tabi'at atau watak asli, atau terkadang juga kebaikan akhlaqnya hanya berdasarkan kepentingan dunia semata. Wallahu a'lam.

2 komentar: