Senin, 24 Mei 2010

Wanita Yang Telah Berhenti Darah Haidhnya Wajib Mandi Sebelum Berhubungan

Tanya: Apakah seorang istri setelah mens selesai harus mandi besar dulu sebelum melakukan hubungan? Bolehkah di ganti dengan membasuh dan berwudhu? Toh setelah berhubungan baik istri dan suami diharuskan mandi besar? Hal ini terkait biasanya istri suka pusing kalau harus membasahi kepala, dan suami sudah agak tidak sabar, dan mandi besar kadang dijadikan alasan tuk menolak "Belum mandi besar, jadi ntar dulu yah !" (TB)


Jawab: Alhamdulillah rabbil 'aalamin, washshalaatu wassalaamu 'alaa rasulillah khairil anbiya walmursaliin. Amma ba'du:
Seorang istri apabila telah berhenti darah haidhnya maka tidak boleh didatangi kecuali setelah dia mandi besar.
Allah ta'aalaa berfirman:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ [البقرة/222]
"Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah, "Haidh itu adalah suatu kotoran." Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka sampai mereka suci (berhenti darah haidhnya). Maka apabila mereka telah bersuci (mandi), maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS. 2:222)
Sebagian salaf seperti Mujahid, 'Ikrimah dan yang lain rahimahumullah memaknai (يطهرن) dengan انقطاع الدم (berhentinya darah) dan memaknai (تطهرن) dengan (اغتسلن) (mandi). (Lihat perkataan mereka di Tafsir Ath-Thabary 3/731-734, tahqiq Abdullah At-Turki )
Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan :
وقد اتفق العلماء على أن المرأة إذا انقطع حيضُها لا تحل حتى تغتسل بالماء أو تتيمم، إن تعذر ذلك عليها بشرطه، إلا يحيى بن بكير من المالكية وهو أحد شيوخ البخاري، فإنه ذهب إلى إباحة وطء المرأة بمجرد انقطاع دم الحيض
"Dan sungguh para ulama telah bersepakat bahwa seorang wanita apabila telah terputus haidhnya maka tidak halal sampai dia mandi dengan air atau tayammum -jika tidak memungkinkan mandi dengan syarat yang sudah ditentukan dalam tayammum- kecuali Yahya bin Bukair dari ulama madzhab Maliki, salah satu guru Al-Bukhary, beliau berpendapat bolehnya mendatangi wanita hanya dengan berhentinya darah haidh" (Tafsir Ibnu Katsir 2/304, Mu'assasah Qurthubah)
Datang dalam Fataawaa Al-Lajnah Ad-Daaimah:
فلم يأذن سبحانه في وطء الحائض حتى ينقطع دم حيضها وتتطهر أي تغتسل، ومن وطئها قبل الغسل أثم وعليه الكفارة
"Maka Allah subhanahu tidak memberi izin untuk mendatangi wanita yang haidh sehingga berhenti darah haidhnya dan mandi, barangsiapa yang mendatanginya sebelum mandi maka dia berdosa dan berkewajiban membayar kaffarah" (Fataawaa Al-Lajnah Ad-Daimah 5/399)
Wallahu ta'aalaa a'lam.
Read More......

Sabtu, 22 Mei 2010

Orang Kafir Yang Sudah Dikhitan, Wajibkah Khitan Kembali Ketika Masuk Islam?

Tanya: Assalamu'alaikum, mohon penjelasan berkaitan dengan khitan, apakah seorang pria yang baru menjadi muslim harus di khitan ulang saat menjadi muslim, sebelumnya saat masih belum menjadi muslim telah dikhitan. Terimakasih. (Dimas Ari)


Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu.
Alhamdulillah, washshalaatu wassalaamu 'alaa rasuulillah. Ammaa ba'du:
Diantara hikmah disyari'atkannya khitan bagi laki-laki adalah menghilangkan najis yang menempel di kulit yang menutupi ujung kemaluan. Apabila orang kafir sudah dikhitan dengan sempurna ketika dia masih kafir maka dia tidak perlu dikhitan kembali ketika masuk islam karena sebabnya sudah tidak ada.
Oleh karenanya tidak semua shahabat radhiyallahu 'anhum ketika masuk islam diperintah untuk khitan, bahkan banyak diantara mereka yang tidak diperintah karena sudah khitan sebelum islam, seperti para sahabat yang berasal dari bangsa Arab, yang mereka adalah keturunan Nabi Ibrahim 'alaihissalam, masih tersisa beberapa ajaran beliau yang terjaga dan belum luntur, dan masih dikerjakan orang-orang musyrik jahiliyyah, diantaranya adalah khitan.

Wallahu a'lam.
Read More......

Selasa, 04 Mei 2010

ASI Di Gelas, Apakah Menjadikan Anak Yang Meminumnya Anak Susuan?

Tanya: Assalamu'alaikum. Ustadz, ana mau tanya : Kalo ASI yang disimpan di gelas, lalu diberikan/diminumkan kepada seorang anak di bawah 2 tahun, sebanyak lima kali atau lebih dan sampai kenyang, apakah memenuhi syarat menjadi saudara sepersusuan? Jazakallahu khairan. Baarakallaahu fikum. Wassalamu'alaikum. (Abu Mujahid)

Jawab: Wa'alaikumsalaamwarahmatullaahi wabarakaatuhu. Wa fiikum barakallaahu.
Alhamdulillaah washshalaatu wassalaamu 'alaa rasuulillah, wa ba'du.
Jumhur ulama mengatakan bahwa semua cara menyusui menjadikan anak tersebut anak susuan, apabila terpenuhi semua syarat-syarat (anak di bawah 2 tahun, lima kali atau lebih menyusu), mereka tidak membedakan apakah anak tersebut menyusu langsung, atau tidak langsung (dari gelas misalnya). (Lihat Badai'ush Shanai' 4/9, Al-Mudawwanah 2/299, Al-Umm 6/76, Al-Majmu' 18/220, dan Al-Mughny 11/313)
Diantara dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
لا رضاع إلا ما شد العظم وأنبت اللحم
"Tidak termasuk menyusui kecuali susu yang membentuk tulang dan menumbuhkan daging" (HR. Abu Dawud, dan dishahihkan Syeikh Al-Albany)
Segi pendalilannya bahwa ASI yang diminum dengan memakai gelas juga bisa membentuk tulang dan menumbuhkan daging, dengan demikian hukumnya sama dengan ASI yang diminum langsung dari payudara ibunya.
Demikian pula kisah Sahlah binti Suhail (istri Abu Hudzaifah) radhiyallahu 'anhaa ketika Salim bin Ma'qil (bekas budak Sahlah yang diambil anak oleh Abu Hudzaifah) sudah dewasa dan sering masuk ke rumah mereka, kemudian mereka merasa tidak enak dengan keberadaan Salim, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh Sahlah untuk menyusui Salim supaya menjadi anak susuannya (dan ini adalah kekhususan Sahlah ketika menyusui Salim) seraya bersabda
أرضعيه تحرمي عليه
"Susuilah dia maka dia menjadi haram atasmu (menjadi mahram)" (HR. Muslim)
Hadist ini menunjukkan bahwa Salim radhiyallahu 'anhu tidak langsung menyusu dari Sahlah karena saat itu dia bukan mahram Sahlah, ini menunjukkan bahwa meminum ASI secara tidak langsung hukumnya sama dengan meminum langsung.
Berkata Al-Qadhy 'Iyadh rahimahullah:
ولعله هكذا كان رضاع سالم، يصبه في حلقه دون مسه ببعض أعضائه ثدي امرأة أجنبية
"Mungkin demikian yang terjadi ketika menyusui Salim, susu sampai ke tenggorokannya tanpa menyentuh payudara wanita asing dengan sebagian anggota badannya " (Ikmaalul Mu'lim 4/641)
Berkata An-Nawawy rahimahullahu:
وهذا الذي قاله القاضي حسن
"Dan apa yang dikatakan Al-Qadhy ini baik" (Syarh Shahih Muslim 10/31).
Wallahu a'lam.
Read More......