Sabtu, 27 Maret 2010

Wanita Yang Junub Kemudian Datang Haidh, Wajibkah Mandi Janabah?

Tanya: Assalamualaikum. Ustadz-barokallohu fik, apabila seorang wanita bersenggama kemudian ketika akan mandi janabah dia terkena haidh. Apakah masih wajib baginya mandi janabah? (Abu Harun)

Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu. Wa fiikum baarakallah.
Alhamdulillah, wa shallallahu 'ala muhammadin wa aalihii wa sallam.
Apabila seorang wanita mengalami junub kemudian sebelum mandi datang haidh maka dia tidak berkewajiban mandi janabah, dan boleh mengakhirkannya sampai berhenti dari haidhnya, karena wanita haidh tidak mengerjakan shalat sehingga tidak wajib baginya segera bersuci dari hadats besar.
Berkata Imam Asy-Syafi'iy rahimahullahu ta'aalaa:
إذا أصابت المرأة جنابة ثم حاضت قبل أن تغتسل من الجنابة لم يكن عليها غسل الجنابة وهي حائض، لأنها إنما تغتسل فتطهر بالغسل وهي لا تطهر بالغسل من الجنابة وهي حائض، فإذا ذهب الحيض عنها أجزأها غسل واحد، وكذلك لو احتلمت وهي حائض أجزأها غسل واحد، لذلك كله ولم يكن عليها غسل، وإن كثر احتلامها حتى تطهر من الحيض فتغتسل غسلاً واحداً
"Apabila seorang wanita mengalami junub kemudian datang haidh sebelum mandi janabah maka dia tidak wajib mandi janabah sedangkan dia dalam keadaan haidh, karena dia mandi tujuannya adalah supaya suci, sedangkan wanita yang sedang haidh tidak akan suci dengan mandi karena junub. Maka apabila haidh sudah pergi cukup baginya mandi sekali. Demikian pula apabila mimpi basah sedangkan dia dalam keadaan haidh, cukup baginya mandi sekali untuk semuanya, tidak wajib atasnya mandi meskipun banyak mimpi basah sampai dia suci dari haidh kemudian mandi sekali"(Al-Umm 2/95)
Ibnu Qudamah Al-Hanbaly rahimahullahu ta'aalaa juga berkata :
إذَا كَانَ عَلَى الْحَائِضِ جَنَابَةٌ ، فَلَيْسَ عَلَيْهَا أَنْ تَغْتَسِلَ حَتَّى يَنْقَطِعَ حَيْضُهَا، نَصَّ عَلَيْهِ أَحْمَدُ ، وَهُوَ قَوْلُ إِسْحَاقَ ؛ وَذَلِكَ لِأَنَّ الْغُسْلَ لَا يُفِيدُ شَيْئًا مِنْ الْأَحْكَامِ ، فَإِنْ اغْتَسَلَتْ لِلْجَنَابَةِ فِي زَمَنِ حَيْضِهَا ، صَحَّ غُسْلُهَا ، وَزَالَ حُكْمُ الْجَنَابَةِ، نَصَّ عَلَيْهِ أَحْمَدُ ، وَقَالَ : تَزُولُ الْجَنَابَةَ ، وَالْحَيْضُ لَا يَزُولُ حَتَّى يَنْقَطِعَ الدَّمُ
"Apabila seorang wanita yang sedang haidh mengalami junub maka dia tidak wajib mandi sampai terhenti haidhnya, ini adalah nash Ahmad dan perkataan Ishaq, yang demikian karena mandinya tidak berfaidah (berpengaruh) dalam hukum, apabila dia mandi karena junub ketika haidh maka sah mandinya dan terangkatlah junubnya, ini yang dinashkan oleh Ahmad, beliau berkata: Terangkat junubnya, adapun haidh maka tidak terangkat sehingga terhenti darahnya " (Al-Mughny 1/278)
Berkata Burhanuddin bin Maazah Al-Hanafy (wafat tahun 616 H) rahimahullahu:
وإذا أجنبت المرأة ثم أدركها الحيض فهي بالخيار إن شاءت اغتسلت؛ لأن فيه زيادة تنظيف وإزالة أحد الحدثين، وإن شاءت أخرت الاغتسال حتى تطهر؛ لأن الاغتسال للتطهير حتى تتمكن من أداء الصلاة، ألا ترى أن الجنب إذا أخر الاغتسال إلى وقت الصلاة لا يأثم، دل أن المقصود من الطهارة الصلاة، ومن لا يتمكن من الصلاة، فكان لها أن لا تغتسل.
"Dan apabila seorang wanita mengalami junub kemudian datang haidh maka dia diberi pilihan, bila dia mau silakan mandi, karena itu lebih bersih dan menghilangkan salah satu hadats, dan kalau mau maka silakan mengakhirkan mandi sampai suci dari haidh, karena mandi adalah bersuci untuk menunaikan ibadah shalat. Bukankan orang yang junub tidak berdosa apabila mengakhirkan mandi sampai masuk waktu shalat, ini menunjukkan bahwa maksud dari bersuci adalah untuk shalat. Dengan demikian barangsiapa yang belum bisa mengerjakan shalat maka boleh baginya untuk tidak mandi " (Al-Muhiith Al-Burhany 1/79)

Apabila dia ingin membaca Al-Quran maka wajib atasnya mandi untuk menghilangkan junubnya karena orang yang junub dilarang membaca Al-Quran. Lihat pembahasan masalah hukum wanita haidh membaca Al-Quran disini.
Read More......

Kamis, 25 Maret 2010

Berdoa Dengan Doa Dari Al-Quran Ketika Sujud

Tanya : Saya ibu rumah tangga dari Yogyakarta, tolong jelaskan maksud hadits Nabi shallallahu 'aklaihi wa sallam sebagai berikut: "Aku dilarang membaca Al Quran ketika rukuk dan sujud",sementara dalam sujud kita diperintahkan memperbanyak doa, karena saat itu adalah saat manusia/hamba paling dekat dengan Rabbnya, padahal doa-doa yang kita baca kan semua berasal dari Al-Qur'an. Demikian pertanyaan saya, terima kasih (Bq Anie Martiana, Yogyakarta)


Jawab: Alhamdulillah wahdah, washshalaatu wassalaamu 'alaa rasuulillah wa aalihi wa shahbihii ajma'iin.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
وإني نهيت أن أقرأ القرآن راكعا أو ساجدا فأما الركوع فعظموا فيه الرب عز و جل وأما السجود فاجتهدوا في الدعاء فقمن أن يستجاب لكم
"Dan aku dilarang membaca Al-Quran ketika ruku' dan sujud. Adapun ketika ruku' maka hendaklah kalian mengagungkan Rabb 'azza wa jalla, dan ketika sujud maka hendaklah kalian bersungguh-sungguh dalam berdoa karena yang demikian lebih berhak/pantas dikabulkan doa kalian" (HR. Muslim, dari Ibnu 'Abbaas radhiyallahu 'anhuma)
Jumhur ulama berpendapat bahwa larangan disini bersifat makruh (Lihat Al-Mughny 2/181, dan Al-Majmu' 3/411)
Berkata Az-Zaila'iy Al-Hanafy:
ويكره قراءة القرآن في الركوع والسجود والتشهد بإجماع الأئمة الأربعة
"Dan makruh membaca Al-Quran ketika ruku', sujud, dan tasyahhud dengan kesepakatan imam yang empat " (Tabyiinul Haqaiq Syarh Kanzi Ad-Daqaa'iq 1/115)
Dengan demikian, hukum seseorang membaca doa dari Al-Quran dalam sujud adalah kembali kepada niatnya, apabila dia membacanya dengan niat membaca Al-Quran maka hukumnya makruh dan apabila niatnya adalah berdoa saja maka diperbolehkan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرء ما نوى
"Sesungguhnya amalan-amalan itu dengan niat, dan bagi seseorang apa yang dia niatkan" (Muttafaqun 'alaihi)
Berkata Az-Zarkasyi rahimahullahu:
وَمَحَلُّ كَرَاهَتِهَا إذَا قَصَدَ بِهَا الْقِرَاءَةَ ، فَإِنْ قَصَدَ بِهَا الدُّعَاءَ ، وَالثَّنَاءَ فَيَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ كَمَا لَوْ قَنَتَ بِآيَةٍ مِنْ الْقُرْآنِ .
"Dan kemakruhan membaca Al-Quran ketika sujud adalah apabila dia bermaksud membaca Al-Quran, adapun apabila maksudnya adalah berdoa dan pujian maka itu seperti orang yang qunut ketika shalat dengan membaca sebuah ayat dari Al-Quran" (Asnaa Al-Mathaalib fii Syarhi Raudhi Ath-Thalib-Zakariya Al-Anshary 1/157 )
Komite Tetap untuk Fatwa dan Riset Ilmiyyah Saudi Arabia pernah ditanya tentang pertanyaan semakna dan mengatakan:
لا بأس بذلك إذا أتى بها على وجه الدعاء لا على وجه التلاوة للقرآن
"Tidak mengapa yang demikian (berdoa dengan doa dari Al-Quran ketika sujud) apabila membacanya dengan niat berdoa, bukan karena membaca Al-Quran" (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah 6/441 , ditandatangani oleh Syeikh Abdul 'Aziz bin Baz, Syeikh Abdurrazzaq 'Afifi, Syeikh Abdullah bin Qu'ud, dan Syeikh Abdullah bin Ghudayyaan)
Perlu diketahui oleh penanya bahwa tidak semua doa yang kita baca berasal dari Al-Quran.
Wallahu ta'aalaa a'lam.
Read More......