Senin, 23 November 2009

Orang Yang Berqurban Tidak Boleh Memotong Rambut Dan Kuku

Tanya: Assalaamu'alaikum warahmatulloohi wabarakaatuh, Ustadz adakah dalilnya kalau ana berada di Indonesia akan melaksanakan qurban,sejak tanggal 1 Dzulhijah sampai 9 Dzulhijah tidak dibolehkan memotong kuku atau rambut.Dan bolehkah berqurban untuk saudara atau orang tua yang sudah meninggal. Jazaakallooh khair. (Bedjan Santosa)

Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu. Iya orang yang berniat untuk berqurban tidak diperbolehkan memotong kuku dan rambut, dalilnya sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
من أراد أن يضحي فلا يقلم من أظفاره ولا يحلق شيئا من شعره في عشر الأول من ذي الحجة
"Barangsiapa yang akan berqurban maka jangan memotong kukunya dan jangan mencukur rambutnya pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah" (HR. An-Nasaa'I, dan dishahihkan Syeikh Al-Albany).
Dan diperbolehkan berqurban untuk saudara atau orangtua yang sudah meninggal, keterangan lebih jelas bisa di klik disini.
Read More......

Minggu, 22 November 2009

Bolehkah Anak Kecil Menjadi Mahram Dalam Safar (Bepergian)?

Tanya: Assalammu'alaikum Warohmatullohi Wabarakatuh. Ustadz, afwan ana punya beberapa pertanyaan mohon bantuan penjelasannya ;
1) Jika kita tidak memiliki mahrom dan ada kepentingan untuk safar keluar negri apakah anak laki-laki yang baru berusia 8 tahun bisa ditetapkan sebagai mahrom ?
2) Mana yang lebih penting, aqidah yang haq atau akhlaq yang bagus ? afwan, karena terkadang yang berilmu akhlak nya tidak mencerminkan aqidah yang dibangga-banggakan, namun ada orang awam yang tidak mengerti tauhid tetapi akhlak nya baik, tidak dengki atas apa yang dimiliki orang lain dll....afwan, apakah yang salah dari semua ini, dimana letak kekurangan nya? Afwan, Jazakalloh khoir. (Di Valentino, Cimanggis)


Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu.
Pertama: Yang rajih dari 2 pendapat ulama bahwa laki-laki yang bisa menjadi mahram bagi wanita adalah yang sudah baligh, karena maksud disyari'atkannya mahram adalah penjagaan dan perlindungan kepada wanita.
Berkata Ibnu Qudamah rahimahullahu:
وَيُشْتَرَطُ فِي الْمَحْرَمِ أَنْ يَكُونَ بَالِغًا عَاقِلًا ، قِيلَ لِأَحْمَدَ : فَيَكُونُ الصَّبِيُّ مَحْرَمًا ؟ قَالَ : لَا ، حَتَّى يَحْتَلِمَ ؛ لِأَنَّهُ لَا يَقُومُ بِنَفْسِهِ ، فَكَيْفَ يَخْرُجُ مَعَ امْرَأَةٍ .وَذَلِكَ لِأَنَّ الْمَقْصُودَ بِالْمَحْرَمِ حِفْظُ الْمَرْأَةِ ، وَلَا يَحْصُلُ إلَّا مِنْ الْبَالِغِ الْعَاقِلِ ، فَاعْتُبِرَ ذَلِكَ .
"Dan disyaratkan bagi mahram orang yang dewasa dan berakal, Imam Ahmad pernah ditanya: Apakah anak kecil bisa menjadi mahram? Beliau menjawab: Tidak, sampai dia dewasa, karena dia belum bisa mandiri maka bagaimana dia keluar bersama wanita, karena tujuan dari adanya mahram adalah menjaga wanita, dan itu tidak terwujud kecuali dari orang yang sudah baligh dan berakal, maka camkanlah" (Al-Mughny 5/34)
Berkata Syeikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullah:
والحكمة في منع المرأة من السفر بدون محرم صونُ المرأة عن الشر والفساد، وحمايتها من أهل الفجور والفسق؛ فإن المرأة قاصرةٌ في عقلها وتفكيرها والدفاع عن نفسها، وهي مطمعُ الرجال، فربما تُخدع أو تُقهر، فكان من الحكمة أن تُمنع من السفر بدون محرم يُحافظ عليها ويصونها؛ ولذلك يُشترط أن يكون المَحرَم بالغاً عاقلاً، فلا يكفي المحرم الصغير أو المعتوه.
"Dan hikmah dilarangnya wanita bepergian tanpa mahram adalah untuk menjaganya dari kejelekan dan kerusakan dan melindunginya dari orang-orang jahat dan nakal, karena wanita itu kurang akalnya, pikirannya, dan juga lemah dalam membela dirinya, dan wanita itu incaran laki-laki, bisa saja dia ditipu atau dipaksa, maka termasuk sesuatu yang bijak apabila wanita dilarang bepergian tanpa mahram yang bisa melindungi dan menjaganya, oleh karena itu disyaratkan mahram tersebut sudah baligh dan berakal, maka tidak cukup mahram anak kecil atau orang yang kurang akalnya" (Majmu' Fatawa wa Rasa'il Syeikh 'Utsaimin 24/258)
Datang dalam Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah:
يشترط في المحرم الذي يكون مع المرأة أن يكون بالغا عاقلا؛ لأن الصغير وغير العاقل لا يحصل بهما المقصود في المحرمية من حماية المرأة والقيام بشأنها.
"Disyaratkan hendaknya mahram wanita sudah baligh dan berakal, karena anak kecil dan orang yang tidak berakal tidak bisa menjalankan maksud dari kemahraman yaitu melindungi wanita dan mengerjakan urusannya" (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah 17/305)
Syeikh Abdul Muhsin bin Badr Al-'Abbaad hafidzahullah juga pernah ditanya tentang masalah ini, maka beliau menjawab bahwasanya tidak boleh anak kecil menjadi mahram karena anak kecil masih butuh penjagaan maka bagaimana dia bisa menjaga orang lain. (Syarh Sunan Ibnu Majah Kitabul Hajj tahun 1430 di Masjid Nabawy)

Kedua: Aqidah yang haq dan akhlaq yang baik keduanya merupakan bagian dari iman. Dan aqidah memiliki kedudukan lebih tinggi daripada akhlaq. Karena iman menurut ahlussunnah adalah keyakinan dalam hati, pengucapan dengan lisan, dan pengamalan dengan anggota badan. Keyakinan (aqidah) adalah ushul iman (pokok keimanan) yang mencakup di dalamnya enam rukun iman, yang tidak beriman seseorang sehingga dia beriman dengan semua rukun iman tersebut. Adapun akhlaq maka ada yang termasuk kesempurnaan iman yang wajib yang berdosa apabila tidak dilakukan seperti kejujuran (lawan kebohongan), menjaga amanat (lawan khianat). Dan ada akhlaq yang merupakan kesempurnaan iman yang mustahab, mendapat pahala apabila dikerjakan, dan tidak berdosa apabila tidak dikerjakan seperti memberi hadiah kepada saudara seislam, bershadaqah yang mustahab.
Hubungan antara iman dan akhlaq sebenarnya sangat erat, semakin kuat iman dan keyakinan seseorang kepada Allah dan hari akhir maka akan semakin baik akhlaqnya, karena dia yakin Allah Maha Mengetahui, Maha Melihat, dan Maha Mendengar, dan yakin bahwa disana akan ada hari pembalasan, sehingga tidak keluar dari dirinya kecuali ucapan dan perbuatan yang baik. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا
"Orang beriman yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaqnya" (HR.Abu Dawud dan At-Tirmidzy, berkata Syeikh Al-Albany: Hasan Shahih)
Namun terkadang seseorang yang beraqidah dengan aqidah yang benar memiliki akhlaq yang jelek, hal ini mungkin disebabkan ilmu yang dia ketahui tidak diamalkan atau karena salah dalam memahami ilmu sehingga salah dalam pengamalan. Apabila seseorang berakhlaq jelek padahal dia mengetahuinya maka ini adalah sebuah dosa, mengurangi keimanan, bertentangan dengan kesempurnaan iman yang wajib, akan tetapi hal ini tidak mengeluarkan seseorang dari keislaman.
Adapun orang yang tidak mengenal tauhid akan tetapi baik akhlaqnya maka akhlaq yang dia miliki terkadang merupakan tabi'at atau watak asli, atau terkadang juga kebaikan akhlaqnya hanya berdasarkan kepentingan dunia semata. Wallahu a'lam.
Read More......

Rabu, 18 November 2009

Menggabungkan Antara Aqiqah Dan Qurban

Tanya: Ustadz,barakallaahu fiik,bolehkah kita menggabungkan niat antara aqiqah dengan qurban? (Abu Nabilah)


Jawab: Wa fiika baarakallaahu. Pendapat yang rajih –wallahu a'lam- tidak boleh kita menggabungkan antara aqiqah dengan qurban, karena masing-masing dari aqiqah dan qurban memiliki sebab dan maksud tersendiri yang tidak mungkin digabungkan niatnya, maksud aqiqah adalah menebus diri anak, sedangkan qurban adalah menebus diri sendiri. Dan ini adalah pendapat Malikiyyah (Lihat Mawaahibul Jaliil 4/393), Syafi'iyyah (Lihat Al-Fatawa Al-Kubraa Al-Fiqhiyyah 4/256), dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad (Lihat Furu' 6/112).
Masalah ini berbeda dengan masalah dibolehkannya menggabungkan antara shalat tahiyyatul masjid dengan rawatib qabliyyah, karena maksud dari shalat tahiyyatul masjid adalah menghormati masjid dengan melakukan shalat, shalat disini umum baik wajib maupun sunnah, oleh karena itu barangsiapa yang masuk masjid kemudian shalat dengan niat rawatib qabliyyah maka telah melakukan shalat tahiyyatul masjid dengan shalat rawatib tersebut. Jadi maksud dari shalat tahiyyatul masjid sudah terpenuhi dengan dilakukannya shalat rawatib qabliyyah.
Masalah yang semisal adalah menggabungkan antara mandi junub dengan mandi jumat, karena maksud dari mandi jum'at adalah mandi sebelum pergi shalat jum'at, maka barangsiapa yang junub sebelum jumatan kemudian dia mandi dengan niat mandi junub maka mandi tersebut sudah mencukupi dari mandi jum'at.
Demikian pula menggabungkan thawaf ifadhah (thawaf haji) dengan thawaf wada' (thawaf perpisahan ketika meninggalkan Mekkah setelah ibadah haji), karena maksud dari thawaf wada' adalah menjadikan thawaf amalan terakhir sebelum meninggalkan Mekkah, oleh karena itu apabila dia lakukan thawaf ifadhah ketika mau meninggalkan Mekkah maka thawaf tersebut sekaligus menjadi thawaf wada' karena dilakukan terakhir kali sebelum meninggalkan Mekkah.
Wallahu 'alam.
Read More......

Selasa, 17 November 2009

Sahkah Shalat Orang Yang Badan Atau Pakaiannya Terkena Darah Nyamuk?

Tanya: Assalamu'alaikumwarahmatullahi wabarakatuhu. Alhamdulillah kita panjatkan kepada sang Khaliq yg mana kita dapat dipertemukan dalam kontek tanya jawab ini, semoga keimanan kita semakin hari semakin meningkat, Insya Allah. Pak Ustad dalam hal ini saya ingin menanyakan tentang" apakah hukum (syah/tidaknya ) sholat apabila anggota badan/pakaian kita kena darah dari nyamuk. Demikian saja semoga Ustad dapat memberikan sedikit pencerahan kepada saya. Wassalam. (Billie)


Jawab:
Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu. Darah nyamuk, kutu, lalat adalah darah yang suci menurut sebagian ulama, karena bangkainya suci. (Al-Asybaah wa An-Nazhaa'ir-Ibnu Najim Al-Hanafy 2/193)
Berkata Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu:
دم الذباب والبعوض وشبهه لأن ميتته طاهرة كما دل عليه حديث أبي هريرة في الأمر بغمسه إذا وقع في الشراب ، ومن الشراب ما هو حار يموت به، وهذا دليل على طهارة دمه لما سبق من علة تحريم الميتة .
"Darah lalat dan nyamuk dan yang semacamnya (adalah suci) karena bangkainya suci, sebagaimana yang ditunjukkan hadist Abu Hurairah ketika diperintahkan untuk menenggelamkan lalat apabila masuk dalam minuman, dan diantara minuman ada yang panas lagi mematikan, ini menjadi dalil atas sucinya darah lalat karena apa yang sudah berlalu tentang sebab diharamkannya bangkai (Majmu Fatawa Wa Rasa'il Syeikh 'Utsaimin 11/267)
Sebagian yang lain mengatakan bahwa darah hewan-hewan tersebut najis akan tetapi dimaafkan apabila sedikit, apabila banyak maka ada perbedaan pendapat diantara mereka, dan yang lebih shahih adalah dimaafkan juga karena dia termasuk najis yang sulit dihindari (Lihat Syarh Kitab Ghayatil Bayan-Ibnu Ruslan hal:34, Al-Fawakih Ad-Dawany 1/387, Raudhatuth Thalibin 1/385-386, Al-Manhaj Al-Qawiim-Al-Haitamy hal:230)
Dengan demikian shalat seseorang yang badan atau pakaiannya terkena darah nyamuk atau kutu atau lalat adalah sah.
Ibnu Abi Syaibah telah meriwayatkan sebuah atsar dari Zajir bin Shalt, dari Al-Harits bin Malik, beliau berkata:
انطلقت إلى منزل الحسن فجاء رجل فسأله فقال: يا أبا سعيد ! الرجل يبيت في الثوب فيصبح وفيه من دم البراغيث شئ كثير يغسله أو ينضحه أو يصلي فيه؟ قال: لا ينضحه ولا يغسله يصلي فيه.
Dari Al-Haarits bin Malik beliau berkata: Aku pergi ke rumah Hasan (Al-Bashry), kemudian datang seorang laki-laki seraya bertanya: Wahai Abu Sa'id! Seseorang tidur dengan sebuah baju, kemudian ketika di pagi hari banyak darah kutu di bajunya, apakah dia harus mencucinya atau memercikinya atau langsung shalat dengannya? Beliau menjawab: Tidak perlu memercikinya dan tidak perlu mencucinya, silakan dia shalat dengannya" (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah di dalam Al-Mushannaf 1/285 no: 2035)
Wallahu a'lam.
Read More......

Senin, 16 November 2009

Memotong Rambut Dan Kuku Bagi Wanita Haidh

Tanya: Assalammualaikum. Ada yang bertanya pada saya,katanya seperti ini...kalau kita sedang haid boleh tidak memotong rambut ataupun kuku..? Bukan hanya satu dua orang tapi lebih dari itu,,,saya ragu karena memang saya kurang faham,menurut saya tidak ada dalil melarang itu semua,tapi saya masih perlu penjelasan yg lebih akurat, agar mudah untuk saya menjawab dan menjelaskan semua pertanyaan-pertanyaan itu,menurut syar'i yang benar,karena sayapun masih perlu banyak mendalami hal-hal yang seperti ini agar saya juga dapat mengamalkan untuk diri sendiri. Syukron...n wassalamu'alaikum. (Rahma)


Jawab: Wa'alaikumsalamwarahmatullahi wabarakatuhu. Wanita haidh diperbolehkan memotong rambut dan kuku, karena tidak adanya dalil shahih yang melarang.
Bahakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda kepada 'Aisyah radhiyallahu 'anhaa ketika haji wada':
انقضي رأسك وامتشطي وأهلي بالحج ودعي العمرة
"Uraikanlah rambutmu dan sisirlah, kemudian berniatlah untuk haji dan tinggalkan umrah" (Muttafaqun 'alaihi)
Dalam hadist ini Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan 'Aisyah radhiyallahu 'anhaa untuk menyisir rambut dan saat itu beliau sedang haidh, padahal menyisir sangat memungkinkan tercabutnya rambut. Ini menunjukkan bolehnya wanita haidh memotong rambut dan kuku.
Berkata Syeikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullah:
فالحائض يجوز لها قص أظافرها ومشط رأسها ، ويجوز أن تغتسل من الجنابة …فهذا القول الذي اشتهر عند بعض النساء من أنها لا تغتسل ولا تمتشط ولا تكد رأسها ولا تقلم أظفارها ليس له أصل من الشريعة فيما أعلم
"Wanita yang haidh boleh memotong kukunya dan menyisir rambutnya, dan boleh mandi junub, … pendapat yang dianut oleh sebagian wanita bahwasanya wanita yang haidh tidak boleh mandi, menyisir rambutnya, dan memotong rambutnya maka ini tidak ada asalnya (dalilnya) di dalam syari'at, sebatas pengetahuan saya" (http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_4750.shtml)
Wallahu ta'aalaa a'lam.
Read More......